Chereads / Menikahi Barista Ganteng / Chapter 10 - 10. Hari Yang Menegangkan

Chapter 10 - 10. Hari Yang Menegangkan

Memiliki Justin sebagai kekasih yang sempurna adalah impian Cielo. Bagaimana Cielo bisa tahan jika Justin selalu saja bersikap manis dan memanjakan Cielo? Hati Cielo langsung luluh seketika.

Meski begitu, ada satu hal yang mengganjal di hati Cielo. Sepertinya Justin ingin membawa Cielo menuju ke arah pacaran yang lebih dewasa lagi. Ya, memang mereka sudah dewasa, tapi Cielo tetap tidak mau melakukannya jika mereka belum menikah.

Justin pasti bisa paham dan tidak akan memaksanya karena Cielo yakin jika Justin sangat mencintainya.

"Oh ya, Justin. Kemarin ini, ayahku berkata ingin mengajakmu untuk makan malam bersama keluargaku di rumah," kata Cielo pelan-pelan. Ia memperhatikan ekspresi Justin, kalau-kalau pria itu akan menunjukkan tanda-tanda tidak menyukainya.

"Kamu serius, Sayang?" tanya Justin sambil melebarkan matanya.

"Ya, aku serius," kata Cielo.

"Wah!" seru Justin sambil tersenyum dan menekan dadanya. "Aku antara kaget dan senang. Aku tidak menyangka jika orang tuamu mau menyambutku."

"Tentu saja, Justin. Kamu itu kan kekasihku. Lagi pula, kita sudah bukan anak kecil lagi. Ayahku ingin berbincang-bincang denganmu dan mengenalmu lebih lagi."

"Benarkah?"

"Ya, Justin. Kamu tidak percaya padaku?" Cielo mengangkat alisnya.

Justin pun terkekeh. "Bukan begitu, Sayang. Aku hanya terlalu terkejut saja. Huuufftt." Ia pura-pura menyeka keringat di keningnya. "Aku akan bertemu dengan orang tuamu ya. Dan acaranya makan malam di rumahmu."

"Ya, Justin. Kamu tidak perlu gugup atau takut. Tenang saja, ayahku tidak akan menggigitmu atau memakanmu hidup-hidup. Dia mungkin agak tegas, tapi dia sangat baik dan enak untuk diajak mengobrol."

"Kamu berkata seperti itu karena kamu sering mengobrol dengan ayahmu."

Cielo mengedikkan bahunya. "Dia kan ayahku, tentu saja kami sering mengobrol. Jadi bagaimana? Kapan kamu bisa ada waktu yang tepat untuk makan malam di rumahku?"

Justin tampak seperti yang sedang menelan ludahnya. "Ba-baiklah. Aku gugup, jujur saja." Ia terkekeh. "Baiklah. Bagaimana kalau hari Sabtu ini? Aku tidak ada kegiatan nanti Sabtu. Tunggu dulu! Kenapa jadi aku yang menentukan harinya? Bagaimana dengan ayahmu? Apa dia sibuk?"

"Dia akan menyesuaikan jadwalnya dengan jadwalmu, tenang saja. Dia pun santai kalau hari Sabtu. Kamu bisa datang ke rumahku lebih awal, supaya kita bisa mengobrol dulu sebentar. Lalu, barulah kita makan malam bersama. Bagaimana menurutmu?" Cielo mengangkat alisnya.

"Baiklah. Terserah padamu."

Cielo pun tersenyum puas. Ia memeriksa jadwal di ponselnya. Seharusnya, hari Sabtu ini, ia akan pergi bersama Nayra untuk perawatan wajah.

Sepertinya hal itu bisa ditunda keesokan harinya. Ia pun segera mengirimi pesan pada Nayra untuk mengundur waktu perawatan mereka. Untunglah, Nayra setuju.

"Sayang, ulang tahunmu tinggal sebentar lagi. Apa kamu punya keinginan sesuatu untuk merayakannya?" tanya Justin.

Cielo mendongak, beralih dari ponselnya untuk menatap Justin. "Oh, entahlah. Aku sebenarnya tidak mau merayakannya besar-besaran, tapi sepertinya Cedric ingin melakukan sesuatu. Kamu coba hubungi saja adikku karena dia yang akan mengatur segalanya.

Justin menautkan alisnya. "Hmmm, begitu ya. Apa nanti Sabtu aku juga akan bertemu dengan adikmu?"

"Ya, tentu saja. Kamu akan segera bertemu dengannya."

***

Tak terasa. Hari demi hari berlalu dan tibalah hari Sabtu. Sebelumnya, Justin yang tegang karena akan bertemu dengan orang tuanya, tapi sekarang malah Cielo yang gugup setengah mati.

Ia telah mengganti-ganti gaunnya sebanyak lima kali. Ia tidak yakin akan mengenakan gaun yang berwarna hitam dan merah. Ia suka warna putih, tapi ia jadi terlihat seperti pengantin kecil. Ini terlalu cepat.

Meski ayahnya berniat untuk segera menikahkan Cielo dengan Justin, tapi mengenakan gaun putih sepertinya bukan ide bagus. Cielo jadi bingung.

Akhirnya, ia memilih untuk mengenakan gaun tanpa lengan berwarna hijau botol yang sederhana. Gaun itu tampak mengkilap saat Cielo bergerak. Dadanya tertutup sempurna. Ia mengenakan kalung emas putih, hadiah ulang tahun dari Cedric.

Rok itu tidak terlalu pendek, jadi sudah pasti terlihat sangat sopan untuk acara keluarga. Cielo mencatok rambutnya menjadi ikal di bagian bawahnya. Ia mengaplikasikan riasan wajah tipis-tipis saja supaya tidak terlalu menor.

Cielo menatap dirinya di depan cermin. Ia terlihat seperti yang hendak ke undangan. Semoga saja ibunya berpenampilan lebih wah darinya supaya ia tidak terlihat heboh sendiri.

Ibunya memiliki butik pakaian sendiri. Jadi, ini adalah gaun dari butik milik ibunya. Para penjahit mengukur tubuhnya dan menyesuaikan dengan bentuk badannya. Tentu saja hasilnya menjadi sangat sempurna.

Cielo turun tangga untuk menemui ibunya yang sedang duduk di ruang keluarga bersama ayahnya dan Cedric. Sepertinya mereka sedang melakukan panggilan video bersama Cynthia.

"Hai!" sapa Cielo yang bergabung di tengah-tengah orang tuanya.

"Hai, Kak Ciel!" seru Cynthia. "Kamu tampak cantik sekali, Kak!

"Terima kasih, Cynthia," ujar Cielo.

"Sepertinya acara makan malam kali ini sangat serius. Kapan Kak Ciel akan menikah dengan Justin?"

"Entahlah, Cyn. Kamu pulang dulu saja ke Indonesia. Omong-omong, kapan kamu pulang?"

Cynthia terkekeh. "Iya, iya. Nanti aku akan pulang kalau Kakak sudah mau menikah."

Ibunya merangkul Cielo sambil tersenyum lebar. Untungnya, ibunya mengenakan gaun rok panjang yang glamor, meski bahan kainnya tidak semengkilap gaun Cielo. Ibunya merias wajahnya dengan maksimal dan bahkan menyanggul rambutnya ke atas.

Ayahnya mengenakan kemeja biru tua yang senada dengan gaun ibunya yang berwarna biru elektrik. Berbeda dengan Cedric yang mengenakan kaus dan celana jeans santai. Anak muda bebas berkespresi.

"Kamu harus selalu menjaga dirimu baik-baik di sana," ujar ayahnya dengan suara yang ngebass. Cielo pun menoleh pada ayahnya yang tatapan matanya begitu tajam seolah apa yang ia katakan itu benar-benar serius.

"Iya, Pap. Aku selalu menjaga diriku baik-baik," kata Cynthia.

Cielo menoleh ke arah kolam renang, sepertinya di luar hujan gerimis. Akhir-akhir ini memang Bandung selalu hujan setiap hari.

Cielo mengeluarkan ponselnya. Ini sudah pukul lima sore. Ia pikir, Justin akan segera menemuinya sejak pukul tiga atau empat sore supaya mereka bisa mengobrol dulu sebentar, tapi ternyata tidak.

Justin akan langsung datang saat jam makan malam. Tiba-tiba perut Cielo jadi mulas. Ia tegang sekali. Bagaimana jika orang tuanya tidak menyukai Justin? Atau bagaimana jika ayahnya langsung menodong Justin agar segera menikahi putrinya?

Waktu terus berlalu, panggilan video dengan Cynthia pun telah berakhir. Justin datang pada pukul setengah enam sore. Makanan telah siap.

Ayahnya memang agak berlebihan, untuk urusan makan malam sederhana saja, ayahnya sampai meminta koki hotel untuk datang ke rumah dan menyiapkan makan malam yang spesial seperti di restoran.

Cielo menaikki tangga dan membuka pintu untuk Justin, sementara orang tua dan adiknya menunggu di bawah. Jantung Cielo berdegup kencang dan menyambut Justin dengan senyuman yang merekah.