Sebuah cumbuan manis nan mesra membuat Cielo tegang seolah ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Napasnya terengah-engah sementara lututnya gemetar.
Justin, kekasihnya membelai pipinya dengan lembut dan berkata, "Cielo Sayangku, terima kasih ya karena kamu sudah menemaniku makan malam."
Suara Justin terdengar begitu seksi dan dalam. Cielo masih sedang mengatur napasnya sambil menatap bibir Justin yang penuh. Percaya tak percaya, bibir itu baru saja melumatnya dan membuatnya tenggelam meski hanya beberapa detik saja.
"Uhm, iya. Sama-sama, Justin," cicit Cielo.
Ia tersenyum malu-malu sambil melemparkan pandangan ke kanan dan ke kiri, khawatir ada orang lain yang melihat mereka. Saat ini, mereka sedang berdiri di depan rumah Cielo. Kebetulan satpamnya sedang tidak berada di tempat, jadi untuk sementara, kondisi mereka cukup aman.
"Oh ya, Sayang. Besok, aku tidak bisa bertemu denganmu karena aku akan sibuk mengurus pameran," ujar Justin sambil menautkan alisnya yang lebat dan tampak seperti menyatu.
"Tidak apa-apa, Justin. Kalau sempat, aku akan mampir ke sana," ucap Cielo sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Bulu matanya bergerak-gerak mengikuti kelopak matanya.
"Tapi kalau kamu sibuk, tidak perlu memaksakan untuk datang. Oke?"
Cielo mengangguk. "Iya, Justin."
"Nanti aku akan meneleponmu," imbuh Justin yang tersenyum sambil menggenggam tangan Cielo.
"Apa kamu mau masuk dulu ke dalam?" tanya Cielo.
"Sepertinya lain kali saja ya. Titip salam untuk papih dan mamihmu ya."
"Baiklah."
"Sampai bertemu lagi, Sayang. Good night." Justin mengecup bibir Cielo sekali lagi dan kemudian ia masuk ke dalam mobilnya. Cielo melambaikan tangannya seraya mobil Justin pergi menjauh.
Cielo menghela napas lega sambil menekan dadanya yang masih berdebar-debar kencang. Ini adalah kencannya dengan Justin yang kelima atau keenam, Cielo lupa.
Ia dan Justin telah berpacaran selama beberapa bulan, tapi mereka tidak terlalu sering bertemu. Hal itulah yang membuat Cielo jadi gugup dan tegang setiap kali bertemu dengan Justin.
Cielo pun masuk ke dalam rumahnya dan menuruni tangga. Ibunya muncul di dekat grand piano di dasar tangga sambil tersenyum padanya.
"Cielo! Kamu sudah pulang, Sayang," ujar ibunya sambil membuka tangannya lebar-lebar.
Ibunya masih saja menganggap Cielo seperti anak kecil. Ia pun mengangguk sekali sambil memeluk singkat ibunya.
"Bagaimana kencanmu dengan Justin?"
Mata Cielo pun langsung melebar. Apa jangan-jangan ibunya memperhatikannya saat ia berciuman dengan Justin? Cielo lupa jika di depan rumahnya terdapat kamera CCTV.
"Uhm, baik-baik saja, Mam," jawab Cielo sambil menghindari tatapan ibunya.
"Sepertinya kamu senang sekali bersama dengan Justin."
"Ya, begitulah." Cielo sedang tidak ingin membahas tentang Justin sama sekali dengan ibunya. Ia malu sekali. Cielo baru kali ini berpacaran dengan seseorang yang terbuka dengan ibunya.
"Tidak usah malu-malu pada Mamih. Cerita saja. Dulu waktu Mamih seumuran kamu, Mamih bahkan sudah melahirkanmu."
Mulai lagi. Ibunya senang sekali menceritakan tentang kisah cintanya dengan ayahnya. Cielo sampai bosan. Kisah cinta ibunya memang manis, sekaligus juga tragis karena mereka telah melewati banyak permasalahan.
"Mamih dan papihmu bertemu saat aku masih berusia dua puluh lima tahun. Usia dua puluh lima bahkan bukan usia yang terlalu muda. Karena sekarang kamu memutuskan untuk berpacaran dengan Justin, Mamih jadi senang. Mamih hanya berharap agar kamu dan Justin selalu bahagia. Kalian sudah sama-sama dewasa dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan."
"Ya, Mam," jawab Cielo singkat.
"Kalau kalian memang cocok, aku akan berbicara dengan papihmu untuk membahas tentang Justin. Sepertinya papihmu mengenal ayahnya Justin. Bagaimana menurutmu?"
"Tidak, tidak, Mam. Aku dan Justin baru berpacaran. Mamih tidak perlu berbicara apa-apa pada papih ya."
"Ya sudah kalau begitu," ucap ibunya yang syukurlah tidak memaksa Cielo.
"Mam, sepertinya aku mau masuk ke kamarku dulu."
"Oh, baiklah. Besok kamu ada meeting di Hotel Poseidon ya?" tebak ibunya.
"Iya, Mam. Oh ya, tadi Cedric mencarimu. Katanya dia mau menunjukkan gambar desain sesuatu. Entahlah aku tidak menanyakannya lebih detail. Sebaiknya kamu menemuinya."
"Ah, iya. Nanti aku akan ke kamarnya."
Lalu Cielo pun berjalan menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Tangganya terpisah dan berada setelah melewati kolam renang. Ia melihat kamar Cedric, adiknya yang masih menyala.
Cielo mengetuk pintu. "Cedric!"
Tak berapa lama kemudian, Cedric keluar dan terkejut melihat kakaknya.
"Kakak!" seru Cedric sambil nyengir. "Ayo masuklah!"
Cedric menarik Cielo masuk ke dalam kamarnya. "Aku sudah mendesain konsep untuk ulang tahunmu nanti. Bagaimana menurutmu?"
"Ulang tahunku masih satu bulan lagi."
"Tidak apa-apa, Kak. Kita kan harus merencakannya jauh-jauh hari," ucap Cedric dengan nada menegur.
Cielo melihat gambar Cedric yang ia buat secara tiga dimensi di laptopnya. Ulang tahunnya bertemakan pesta elegan dengan gaun dan jas. Cielo akan mengenakan gaun dengan rok yang mengembang seperti seorang putri.
"Tidakkah itu berlebihan?"
"Tidak, Kak. Itu kan keren. Memangnya Kakak tidak suka mengenakan gaun pesta?"
"Aku bukan berulang tahun yang ketujuh belas. Aku tidak perlu merayakannya terlalu mewah, Ced," ucap Cielo sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa tidak? Kakak sudah tiga tahun tidak mau merayakan ulang tahun. Sebentar lagi, Kakak akan merayakan ulang tahun yang kedua puluh delapan tahun. Mana mungkin kita melewatkan lagi ulang tahunmu. Ayolah. Papih sudah setuju jika Kakak merayakannya di Poseidon. Bagaimana menurutmu?"
Cielo menggelengkan kepalanya. "Tidak, Ced. Sudahlah. Kita hanya perlu makan malam keluarga seperti biasa. Itu sudah cukup."
"Aku pikir, Justin pasti ingin merayakan ulang tahunmu dengan meriah. Dia kan pacarmu."
Cielo menggelengkan kepalanya dan kemudian berjalan keluar dari kamar adiknya itu. "Aku ke kamarku dulu ya. Aku mau mandi dan tidur."
Cedric mendesah sambil menutup laptopnya. Sementara itu, Cielo masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Ia hampir lupa jika ia akan berulang tahun sebentar lagi. Cedric malah mengingatkannya. Semakin lama, ia semakin tua. Selama ini, ia sibuk bersekolah dan kuliah. Tahun ini memang adalah tahun yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini, Cielo pertama kalinya membuka diri untuk menerima cinta seorang pria sempurna.
Justin Sugiatno adalah pria tampan, baik hati, lembut, dan juga penuh perhatian. Selama ini, Cielo hanya memandangi pria itu dari jauh sambil memendam perasaannya. Cielo malu dan tegang untuk mengakui perasaannya.
Hingga akhirnya, Justin pun mulai mendekatinya dan mereka berpacaran. Jika memang jodoh, maka akan tiba saatnya cinta itu bermekaran.
Cielo tersenyum mengingat ciumannya dengan Justin tadi. Ini adalah ciuman ketiga mereka sejauh ini. Di ciuman yang pertama, Cielo bahkan nyaris pingsan karena terlalu terkejut.
Syukurlah, ciuman kali ini ia terlihat lebih natural. Semoga saja Justin tidak menertawakannya.
Cielo teringat kata-kata ibunya. Sepertinya ibunya akan membahas tentang Justin dengan ayahnya. Apakah itu maksudnya orang tuanya akan menjodohkannya dengan Justin?