Fawwaz masuk ke dalam kamarnya, ia menggunakan kursi roda sebagai alat bantunya untuk berpindah tempat.
"Nurma!" bentak Fawwaz pada Nurma yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.
Gadis itu memakai pakaian seksi yang menampakkan keindahan lekuk tubuhnya.
Setelah browsing tadi, Nurma membaca jika di malam pertama seorang istri harus menggunakan pakaian seksi atau di sebut dengan lingerie.
Akhirnya ia meminta tolong pada Ajeng untuk membelikannya lingerie di toko dekat rumah.
"I-iya, Tuan!" kata Nurma gugup.
"Kenapa kamu memakai pakaian seksi seperti ini?" tanya Fawwaz.
Nurma pun menjelaskan jika ia tak mengerti tentang malam pertama pernikahan, sehingga ia mencari tau lewat ponselnya dan membaca tips-tips saat malam pertama pernikahan.
"Saya tidak suka kamu memakai pakaian seperti itu! Ganti baju kamu sekarang!" kata Fawwaz pada Nurma.
"Baiklah, Tuan!" kata Nurma yang segera pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.
***
"Nurma! Ingat kata-kata saya!" jelas Fawwaz pada Nurma.
"Meskipun kita adalah suami istri yang sah secara agama dan negara, tetapi, saya tak ingin tidur denganmu dalam satu ranjang yang sama" kata Fawwaz.
Nurma hanya menganggukkan kepalanya saja. Gadis polos itu tak ingin membantah perkataan suaminya.
"Kamu tidur di Sofa dan saya akan tidur di ranjang saya" ucap Fawwaz.
"Dan satu lagi, jika di depan orang-orang, kita harus pura-pura menjadi suami istri yang sesungguhnya" tambah Fawwaz.
Nurma menyadari, sebenarnya Fawwaz memang belum mencintai atau tertarik dengannya.
Namun demikian, menikah dengannya sudah membuat hati Nurma bahagia meskipun ia takkan pernah mendapatkan haknya sebagai seorang istri.
"Baik, Tuan!" jawab Nurma secara singkat.
"Satu lagi, kamu panggil saya Fawwaz ketika tidak ada orang-orang dan kamu panggil saya dengan panggilan yang mesra ketika ada orang-orang" pinta Fawwaz.
"P-panggilan mesra? Maksudnya?" tanya Nurma yang tak paham dengan maksud Fawwaz.
"Panggil saja habibi atau sayang ketika ada orang-orang, dan saya pun akan memanggil kamu demikian" jelas Fawwaz.
Lagi-lagi, gadis bau kencur itu hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Fawwaz.
***
"Tuan, hari ini ada jadwal fisioterapi" ujar Nurma pada Fawwaz yang masih tertidur pulas.
"Tuan!" panggil Nurma pada Fawwaz.
Fawwaz mengucek matanya yang masih merasakan kantuk.
Kemarin, ia merasa sangat lelah setelah acara pernikahannya dengan Nurma.
"Saya mandi dulu" jawab Fawwaz dengan tegas.
"Tolong bantu saya" pinta Fawwaz pada Nurma.
Kakinya yang terbatas pergerakannya membuat Fawwaz kesulitan untuk berpindah tempat.
Bahkan untuk ke kamar mandi pun, harus ada yang membantunya.
"Tolong apa, Tuan?" tanya Nurma.
"Tolong bawa saya ke kamar mandi" jawab Fawwaz.
"Apa? Tuan Fawwaz mau saya yang memandikan?" tanya Nurma dengan ekspresi yang sedikit terkejut.
Laki-laki rupawan itu menatap Nurma dengan wajah heran.
"Kau ini bodoh apa pura-pura? Atau kau ingin mengambil kesempatan untuk berdua dengan saya?" ujar Fawwaz yang mengejek Nurma.
"T-tidak, Tuan! Kan Tuan sendiri yang meminta saya membawa Tuan ke kamar mandi" jawab Nurma.
"Antarkan saja ke kamar mandi, saya bisa mandi sendiri!" jelas pewaris tunggal Abbasy Company itu.
Nurma mengangguk, ia mengantar suaminya ke kamar mandi, setelah itu, ia menyiapkan berbagai keperluan sang suami mulai dari pakaian serta parfum.
"Tuan! Pakaian dan parfumnya sudah saya siapkan di depan kamar mandi, saya tinggal untuk masak dahulu" ujar Nurma pada Fawwaz yang masih asyik dengan gemericik air di kamar mandi.
"Ok!" jawab Fawwaz secara singkat.
***
"Ibu!" panggil Nurma pada Ibundanya yang tengah memasak makanan untuk sarapan pagi.
"Iya, Nak! Kamu mau makan apa biar ibu siapkan" kata ibu Ningsih pada putri kesayangannya itu.
Nurma menggelengkan kepala, "Nurma hanya ingin bantuin ibu untuk memasak" jawabnya.
Hari ini, seperti biasa, ibu Ningsih menyiapkan sarapan berupa roti, keju beserta daging.
"Nurma, kok masak sendiri?" tanya Ajeng yang tiba-tiba menghampirinya.
"Iya, aku mau bantu ibuku" kata Nurma dengan singkat.
"Bukannya kamu sekarang sudah menjadi Nyonya Fawwaz Hamdan Abbasy dan tak perlu lagi kamu susah-susah untuk memasak atau bersih-bersih, tinggal duduk seperti ratu" kata Ajeng pada Nurma.
"Tidaklah, meskipun aku telah menjadi istrinya Tuan Fawwaz, aku tetap ingin membantu memasak ibuku" ujar Nurma sambil tersenyum.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk di ponsel Nurma.
Pesan dari Tuan Fawwaz Hamdan Abbasy yang berkata ia telah selesai mandi, dan ia meminta Nurma untuk ke kamar segera.
Ia segera datang memenuhi panggilan dari suaminya itu.
"Ibu, Ajeng! Aku pergi dulu ya! Tuan Fawwaz memanggilku" ujar Nurma yang terburu-buru.
"Manis banget sih pengantin baru" kata Ajeng sambil menggoda temannya itu.
Meskipun Ajeng merasa iri dengan nasib baik Nurma, tetapi ia juga ikut senang melihat temannya yang baik hati itu bahagia.
"Kamu bisa aja sih, Jeng!" ucap Nurma sambil mencubit Ajeng.
***
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Nurma pada Fawwaz yang sedang berada di kamar mandi.
"Bantu saya naik ke kursi roda!" jawab Fawwaz.
"T-tapi..saya malu!" kata Nurma yang menunggu Fawwaz di depan pintu kamar mandi.
Fawwaz yang berada di dalam kamar mandi merasa heran.
"Malu?" tanya Fawwaz yang keheranan mendengar ucapan istrinya itu.
"Tuan..hmm..Tuan..sudah selesai memakai .." kata Nurma yang bingung untuk menjelaskan pada suami tercintanya itu.
Namun, Fawwaz paham apa yang dimaksud oleh Nurma, ia tak habis pikir, betapa polosnya gadis ini.
Apa memang karena dari segi usia dia masih terlalu muda? tetapi di luaran saya banyak sekali wanita seusianya yang tidak sepolos dia, entahlah.
"Kamu pikir saya meminta kamu membantu saya memakai pakaian?" tanya Fawwaz.
"Saya bilang, bantu saya naik ke kursi roda! Saya bisa pakai pakaian saya sendiri!" ujar Fawwaz agak geram dengan gadis itu.
"Saya sudah selesai memakai pakaian!" ucap Fawwaz.
"B-baik, Tuan!" kata Nurma yang segera masuk ke dalam kamar mandi dan membantu Fawwaz untuk naik ke kursi roda.
Saat ia membantu Fawwaz, sangat ia mulai menyentuh tubuh suaminya itu, jantungnya berdegup kencang, ia merasa gugup.
Tak pernah ia sedekat ini dengan Fawwaz, lelaki tampan nan rupawan itu.
Nurma memapah suaminya untuk naik ke kursi roda, sesekali ia mencuri pandang untuk melihat wajah Fawwaz dari dekat.
Sangat tampan, bahkan hampir sempurna, matanya indah, hidung, alis, brewoknya khas sekali wajah Timur Tengah.
Tak heran jika banyak wanita yang ingin memilikinya.
"Kau lihat apa?" kata Fawwaz yang memergoki Nurma memandang dirinya.
"T-tidak ada, Tuan!" kata Nurma.
"Jangan pernah berharap saya akan menerima kamu untuk menjadi istri saya! Paham!" ujar Fawwaz, ia mendekatkan tubuhnya ke badan Nurma sembari memberikan tatapan tajam.
Tentu saja hal itu membuat Nurma ketakutan serta gugup.
"Fawwaz, hari ini ada jadwal..." ucap Nyonya Raline yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Fawwaz dan Nurma.
Beliau mengira Fawwaz dan Nurma sedang ingin berciuman.
Hal itu membuat Nyonya Raline yang tiba-tiba masuk merasa malu.
"Maaf! Lanjutkan saja! Maklum pengantin baru" kata Nyonya Raline yang tersipu malu melihat Fawwaz dan Nurma.
"No, mom! It's okay!" jawab Fawwaz. (Tidak, Ma! Tidak masalah).