"OK BOS"
"Oka Oke Oka Oke... kerjain cepet"
"Ok Bos"
"Masih Oke lagi... Cepet"
"Iya Oke bos.."
"Astaga!" Pak Burhan menepuk kening saking pusingnya Ia melihat kelakuan asisten pribadinya itu.
"Mimpi apa aku dapat asisten macam dia..." Pak Burhan mengelengkan kepalanya pelan.
"Maaf Pak ada Nona Chelsea di ruang resepsionis, apa bapak ingin menemuinya?" Tanya Anya pada Pak Burhan.
"Hmmm...." Pak Burhan beralih menatap Anya yang masih setia menunggu jawabannya.
"kamu sudah melakukan yang saya perintahkan, Anya."
"Sedang saya kerjakan, Pak Bos."
"kerjakan saja tugasmu."
"Lalu nona Chelsea?"
BRAAAKKK
Tiba – tiba pintu ruangan terbuka dengan kasar, Anya sampai terlonjak kaget karena kerasnya pintu di buka. Begitupun dengan Pak Burhan, namun beliau kembali tenang karena sudah dapat menduga jika hal ini akan terjadi.
"Kamu kembalilah bekerja." Perintah Pak Burhan.
"Ok Bos." Jawab Anya.
Pak Burhan kembali menatap Anya yang selalu menjawab dengan jawaban sama yaitu "OK BOS".
'Anya... Anya... apa semua perintahku akan di jawab dengan Ok bos?' Batin Pak Burhan.
"Mas Burhan! Kenapa mas nyuekin aku sih?" Tanya Chelsea kesal karena orang yang di harapkan akan menyambutnya justru memperhatikan asisten pribadinya.
"Ada apa kamu kemari? Saya sudah bilang, kamu telpon saja tak perlu datang ke kantor." Kata Burhan dengan nada dingin.
"Aku kan kangen sama kamu, Mas."
Pak Burhan tidak menjawab dia hanya menarik nafas panjang, lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada laptop yang masih menyala di atas meja.
"Tuh kan... malah lanjut kerja lagi." Gerutu Chelsea melihat sikap Burhan yang cuek.
"Ini ambil, dan cepat pergi dari sini, sebentar lagi anak ku datang aku tak mau dia melihatmu." Ucap Pak Burhan seraya menyerahkan sebuah kartu pada Chelsea, seorang wanita pilihan Ibunya.
Chelsea tersenyum senang, Ia segera mengambil kartu tersebut dari tangan Burhan dan segera berlalu dari ruangannya.
Selepas kepergian Chelsea Anya kembali datang dengan membawa beberapa kertas yang tersusun rapi didalam pelukannya.
"Apa nona Chelsea masih menganggu anda, Pak Bos?" Tanya Anya sambil menatap pintu keluar dan beralih menatap Pak Burhan.
"Sebenarnya tidak, namun tetap saja saya merasa terganggu, Anya."
"Lalu kenapa anda tidak menolaknya saja Pak?" Tanya Chelsea selanjutnya sambil menyodorkan apa yang ia bawa.
"Kamu tahu sendiri bagai mana sifat ibu sayakan? Lebih baik saya diam, dari pada saya menolak permintaan ibu saya."
"Lebih baik anda menikah saja, Pak Bos."
Pak Burhan tersenyum lebar, "Anya..Anya.. kamu tahu sendiri kan usia saya berapa? Dan anak saya umur berapa? Lebih baik saya menimang cucu saja, dari pada harus memikirkan rumah tangga lagi, kecuali kamu mau menjadi istri saya.." Ucap pak Burhan berbarengan dengan pintu yang kembali terbuka.
'Ayah melamar Anya?' Batin Mario.
Anya dan Pak Burhan langsung menoleh ke arah pintu, seketika itu senyuman pak Burhan mengembang. Anak satu – satuanya yang Ia miliki datang menepati janjinya untuk makan siang bersama.
"Selamat siang Pak Mario.." sapa Anya sambil menundukkan kepalanya sekilas.
Mario menatap tajam pada Anya, dan berjalan melewatinya tanpa membalas salam dari gadis itu.
"Akhirnya kamu datang juga." Kata Pak Burhan lalu memeluk putra kesayangannya.
"tentu saja aku datang, kita akan makan siang dimana ayah?" Tanya Mario.
"Anya, tolong siapkan makan siang kami," Titah Pak Burhan
"Ok Bos."
Anya segera melangkah keluar dari ruangan lalu segera ke pantry untuk menyiapkan makan siang yang tadi Ia pesan di ruang khusus Pak Burhan jika ingin makan siang dengan sang putra.
"Dasar Mario kampret, masih aja sombong dan sok cool." Anya mengerutu.
"Ada apa, neng Anya kok ngedumel gituh?" Tanya Pak Agus salah satu OB yang bertugas di lantai Utama sang pemilik gedung.
"Tidak apa – apa pak Agus he..." Anya tersenyum kaku, lalu segera pergi dengan senampan makanan untuk di bawa ke ruangan khusus Pak Burhan.
Ruang khusus yang di maksud adalah sebuah ruangan di atas gedung yang didesain untuk bersantai ketika Pak Burhan merasakan penat saat bekerja, bahkan Pak Burhan sering melakukan pekerjaannya di ruangan tersebut demi menghindari Chelsea atau Ibunya yang datang tiba – tiba. Hanya Anya, Pak Burhan., Mario dan Pak Agus tentang ruangan tersebut.
"Permisi Pak.." Anya masuk ke dalam ruangan. Disana telah menunggu Mario dan Pak Burhan yang sedang asik mengobrol.
Mario menatap Anya dengan tatapan tak bersahabat, berbeda dengan Pak Burhan yang menatap Anya dengan tatapan meneduhkan.
"Silahkan, Pak Bos. Pak Mario.." Ucap Anya mempersilakan keduanya untuk menikmati makan siang.
"Kok hanya dua, Anya. Saya kan minta kamu untuk pesan empat, untuk kamu dan pak Agus." Pak Burhan memperhatikan makanan yang sudah di tata di atas karpet kecil.
"saya memang beli empat pak, untuk saya dan pak agus juga."
"Lalu kenapa kamu ga makan disini sekalian?" Tanya Pak Burhan karena memang Ia selalu makan bersama dengan Anya, bahkan Anya lah yang lebih sering menemaninya makan siang di bandingkan keluarganya sendiri.
"Maaf Pak, saya makan di bawah saya bersama Pak Agus, kasian Pak Agus sendirian." Sahut Anya dengan sopan.
"Ow, begitu.. ya sudah." Jawab Pak Burhan seperti tidak menyukai jika Anya makan siang bersama Pak Agus.
"Permisi, Pak."
"Hm."
Anya lalu kembali masuk kedalam lift kusus yang akan membawanya ke ruang kerja Pak Burhan.
"kenapa sepertinya Ayah sangat kecewa sekali saat asisten ayah menolak makan siang bersama kita barusan?" Tanya Mario seraya mengambil lauk untuk dirinya.
"Ya tak biasa saja jika makan tidak di temani oleh Anya." Jawab Pak Burhan apa adanya.
"Ayah menyindirku? Karena aku jarang menemani ayah makan?"
"Tentu saja tidak, kamu sibuk dengan perusahaan milikmu, ayah ttahu itu." Jawab sang ayah singkat.
"Apa ayah menyukai Anya?" Tanya Mario dengan lantang meski ada sedikit keraguan untuk menanyakannya. Sejujurnya dia tidak siap untuk mendengar jawaban dari sang ayah yang justru akan melukai hatinya.
Pak Burhan menatap Mario sekilas, lalu memasukkan makanan ke dalam mulutnhya.
"Ayah menyukainya." Jawab Pak Burhan jujur karena memang Pak Burhan menyukai Anya yang elalu bersikap apa adanya, di tambah Anya mempunyai kinerja yang bagus dan selalu dapat Ia andalkan.
'Sudah ku duga' Batin Mario menahan nyeri di hatinya.
"Kenapa ayah menyukai Anya?"
Pak Burhan tersenyum, "Dia cantik, pintar, lucu, seksi, apa adanya, dan kadang sikapnya itu menggemaskan ditambah dia adalah seorang perempuan yang mandiri alias tidak manja. Harusnya kamu mencari perempuan seperti dia untuk jadi pendampingmu."
'Maksud Mario juga begitu, tapi Ayah lebih dulu menyukai Anya. Lalu aku harus apa?' jawab Mario dalam hati sambil menatap sang ayah yang sedang asik menikmati makan siangnya.
"Apa ayah mencintai Anya?"
Pak Burhan menatap Mario sedikit lama, lalu berucap "Ayah mencintai Ibumu Harusnya kamu mencari perempuan seperti dia untuk jadi pendampingmu."
'Maksud Mario juga begitu, tapi Ayah lebih dulu menyukai Anya. Lalu aku harus apa?' jawab Mario dalam hati sambil menatap sang ayah yang sedang asik menikmati makan siangnya.
"Apa ayah mencintai Anya?"
Pak Burhan menatap Mario sedikit lama, lalu berucap "Ayah mencintai Ibumu."