Chereads / JANGAN DENDAM, JIKA RINDU / Chapter 13 - Belahan Jiwaku Melayang

Chapter 13 - Belahan Jiwaku Melayang

"Sebenernya, Mami juga ingin rasanya menerima keberadaan Bia di rumah ini. Tapi, ga tau ya, ada aja yang mengganjal. Kamu sendiri gimana, Cherr?" tanya Mami.

"Cherry ga bisa Mi. Sampai kapan pun, Bia akan jadi orang lain di keluarga ini. Terlepas dia benar anak kandung Papi atau pun bukan."

"Cher.... kenapa rasanya berat ya buat percaya sama Papi."

"Tentang apa?"

"Kalau Bia bukan anak Papi."

Firasat seorang istri terhadap suaminya tidak lah salah. Tapi, bukan berarti tidak pernah salah, tetapi kebanyakan benar. Siapa yang tidak menyangka bahwa antara Wilson dan Bia hanyalah ayah dan anak angkat. Melihat kedekatan mereka berdua, pasti semua berfikir jika Bia adalah anak dari Wilson. Yang bisa mematahkan semua prasangka buruk Mami dan Cherry hanyalah DNA mereka berdua. Tapi, Papi selalu menolak untuk melakukannya.

"Kak, lo mau ikut gue ke rumah sakit ga?" tawar Bia.

"Males gue!"

"Sana ikut!" perintah Mami.

"Mi..."

"Tuh kan, Mami aja ngasih ijin. Ngapain sih? Ada kerjaan?"

Cherry diam.

"Buruan, Papi udah nunggu di mobil."

"Iya, gue ambil hape dulu." Akhirnya Cherry mengalah.

"Mi...ayo ikut!" ajak Cherry.

"Ih ngapain Mami ikut. Kamu aja, kalo ada apa-apa bilang sama Mami ya. Jangan biarin mereka berdua. Keenakan nanti anak itu, terlalu bebas nyuci otaknya Papi."

Cherry sepertinya setuju dengan Mami. Semakin sering Cherry menolak ajakan Bia dan Papi, artinya memberi ruang dan waktu untuk mereka semakin dekat.

"Haaaaaish..... enggak! Gua ga akan biarin ini terjadi, enak aja! Bisa-bisa, nanti semua perusahaan Papi di kasih ke Bia."

Dreet...dreeet....dreeet..

"Dimana, Beb?" tanya Goldi, tunangan Cherry.

"Mau ke rumah sakit, Yang. Kenapa?"

"Kita ada janji hari ini sama WO loh. Kamu lupa?"

"Oiya....yaudah jemput di rumah sakit aja ya?"

"Iya. See you."

Goldi menutup telponnya.

"Siapa?" tanya Papi.

"Goldi, Pi."

"Ada janji sama Goldi?"

"Iya, mau ketemu WO."

"Yaudah, nanti ditemenin Bia juga, ya?!"

"Enggak lah, ngapain sama dia."

"Akhir-akhir ini kamu kan ngedrop, suka ngalamin kejadian aneh. Lebih baik Bia ikut."

"Goldi bisa kok jagain Cherry, Pi. Cherry ga mau pergi sama Bia."

"Pi....udah biarin aja Kak Cherry, Pi. Dia udah gede, udah bisa jaga diri kok."

"Ya udah. Hati-hati loh. Inget pesen Papi."

Mereka tiba di rumah sakit, bersamaan dengan Goldi saat itu. Sumringah wajah Cherry melihat kekasih hatinya datang menjemput.

"Ah, Goldi memang selalu datang tepat waktu," ujarnya sambil turin dari mobil.

"Pi.....Cherry pergi, ya," pamitnya.

Tiba-tiba ekspresi wajah Bia menjadi seorang pecemburu. Seolah-olah Cherry adalah kekasihnya yang akan pergi berkencan dengan pria lain.

"Cher, tunggu!" cegah Bia.

Bia berlari ke arahnya dan melepas hoodie hitamnya untuk Cherry.

"Pakaian lo terlalu terbuka. Ga pantes buat pergi nemuin WO. Terlalu murahan."

"Eh?" Cherry terkejut dengan perlakuan Bia terhadapnya. Dia merasa aneh, begitu diperhatikan oleh Bia. Tapi, tidak memberi perlawanan atau penolakan. Dari kejauhan, tampak Goldi yang melihat Cherry dan Bia yang saling memberi perhatian.

"Yang....." sapa Cherry.

"Ehem, kayaknya tom and jery udah akur nih. Begitu dong!" ledek Goldi.

"Akur? Kamu salah paham. Ga ada kata akur di kamusku, untuk laki-laki bernama Bia. Ini karena tadi ada Papi aja, coba kalo enggak, lagian.... percuma juga aku nolak, Papi ga akan mau tau, pasti Papi maksa aku buat nerima hoodie ini." Cherry berusaha mencari pembelaan sambil melepas hoodienya.

"Kok di lepas?"

"Iyalah. Gerah!" ujar Cherry.

Goldi menggeleng-gelengkan kepalanya melihat calon istrinya berpenampilan terbuka. Andai laki-laki yang menjadi kekasih Cherry bukan Goldi, bisa lain ceritanya. Mungkin sebagian dari mereka tidak akan tahan melihat godaan di depan matanya. Betapa tidak, tangtop hitam dipadukan rok levis mini. Rambut terurai dan berkaca mata hitam. Pemandangan yang aduhai, rasanya begitu memanjakan mata para pria hidung belang di luar sana. Rasanya pasti begitu sayang untuk dilewatkan.

"Sayang... apa kamu ga marah Bia dekat sama aku?"

"Kenapa harus marah? Bia itu kan saudara kamu."

"Apa kamu udah ga sayang sama aku, kok ngomongnya begitu?"

"Apaan sih kamu?"

Cherry menjadi super sensitif, apapun yang ada kaitannya dengan Bia, tangannya terasa panas seperti terbakar. Begitu juga dengan denyut jantungnya yang tiba-tiba memburu. Mungkin kekuatan barunya mulai mengendalikan tubuh Cherry.

"Aaarrgghhh...!"

Seluruh kaca mobil Goldi retak, tanpa terkecuali. Mereka berdua kaget.

"Astaga...mobil gue!" seru Goldi.

Goldi menoleh ke arah Cherry yang bersikap aneh. Meski wajahnya tertunduk dan sebagian rambut panjangnya menutupi wajahnya, Goldi yakin betul bahwa ada sesuatu yang terjadi pada Cherry.

"Beb...Beb....kenapa?"

Tidak ada jawaban dari Cherry. Goldi mendekati wajahnya dan mencoba menegakan tubuhnya.

"Astaga Cherry!!"

Goldi benar-benar terkejut, sampai-sampai dia terjengkang. Goldi ketakutan melihat wajah cantik Cherry berubah menyeramkan. Giginya bertaring, bola matanya memerah, dia juga menggeram seperti harimau yang hendak memangsa. Mencoba keluar dari mobilnya.

Goldi lari terbirit-birit, berteriak sepanjang jalan meminta pertolongan.

"Toloooong!"

Namun, Cherry menangkapnya. Gerakannya secepat angin. Kini Goldi ada dalam genggaman Cherry. Entah hal seperti apa yang akan dilakukan Cherry yang dikendalikan oleh kekuatan barunya. Cherry terus membawa tubuh Goldi ke suatu tempat yang tidak terjangkau oleh manusia biasa. Mereka berhenti di sebuah hutan. Mungkin dekat dengan puncak.

"Cherr....lepas!" rintih Goldi sambil mencoba membuka cengkraman tangan Cherry yang begitu kuat.

Semakin Goldi memberontak, semakin kuat cengkraman itu. Kali ini Goldi hampir tidak bisa bernafas, lehernya begitu tercekik. Wajahnya sudah pucat. Cherry semakin senang melihat pertunjukan di depan matanya, makin meronta, makin girang sosok mengerikan yang ada dalam tubuh Cherry. Dia tertawa terbahak-bahak. Tapi itu bukanlah Cherry, itu orang lain. Sesuatu sudah mengendalikan tubuh Cherry.

"Kamu bukan Cherry-ku. Siapa kamu?" tanya Goldi dengan terbata-bata.

"Sekarang dia milikku!" katanya.

"Bukan! Cherry adalah calon istriku. Lepaskan dia!!!!" teriak Goldi sekuat mungkin.

Mahluk itu mencekik leher Goldi hingga ia tidak sadarkan diri. Lalu melepaskannya. Begitu juga dengan tubuh Cherry, mahluk yang menguasainya keluar. Tubuhnya menjadi lemas dan tersungkur. Mereka saling bertumpuk di sebuah hutan yang tidak dikenalnya. Tidak ada satu pun yang melintasinya. Hanya terdengar suara serangga hutan dan cicitan burung-burung liar. Suasana yang begitu mendramatisir keadaan. Sepasang kekasih di ujung maut.

Di bawah alam sadarnya, Cherry di sadarkan oleh kakek buyutnya.

"Bangunlah! Kamu gadis yang kuat! Kamu tidak akan kalah secepat ini!" katanya.

Benar saja. Cherry segera membuka kedua matanya. Ditatapnya Goldi yang sudah terbujur kaku di sebelahnya. Cherry menangis sejadi-jadinya.

"Goldiiiiiiiiii.....!!!!"

Suaranya menggema di tebing-tebing batu di sekeliling hutan itu.

"Sayang, jangan tinggalin aku!" bisik Cherry di telinga Goldi.

"Satu minggu lagi, kita akan menikah, kenapa kamu ga tepatin janji kamu, Yang. Bangun....bangun, Yang!!"

Tangisnya pecah, entah berapa lama, Cherry meratapi nasibnya yang ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh belahan jiwanya. Dia hanya bisa memeluk tubuh Goldi yang sekarang tidak bergerak sedikit pun. Rupanya, Cherry belum bisa menerima kepergian Goldi dengan cara seperti ini.

"Maafkan aku. Aku akan membuatmu bangun lagi!"

Dengan penampilannya yang hanya memakai baju terbuka itu, membuat sekujur tubuhnya tergores oleh semak-semak dan duri liar ketika dia memindahkan Goldi ke dalam sebuah tumpukan batu yang mirip goa. Tubuh Goldi yang besar dan tinggi membuat Cherry terengah-engah menahan berat tubuhnya.

"Kamu istirahat dulu di sini, ya, Yang. Aku akan carikan kamu obat dan sedikit makanan untuk kita makan berdua," ucap Cherry sambil mengecup kening Goldi yang sudah dingin.

Cukup lama Cherry berputar-putar di hutan itu. Penampilannya yang sudah awut-awutan tidak lagi di hiraukannya.

"Shiiit.....kenapa ini, ga ada rumah sakit, ga ada apotek, ga ada makanan. Apa takdir mau bunuh gue perlahan. God, help me, please!"

Cherry kembali dengan tangan kosong, dia menatap Goldi dengan iba.

"Sayang, maafin aku, aku ga bawa obat buat kamu. Kamu pasti kesakitan ya, sabar ya, nanti pasti Mami sama Papi jemput kita di sini," gumamnya sambil memangku kepala Bia.

Karena kelelahan, Cherry tertidur. Dalam tidurnya ia melihat Mami, Papi dan Bia yang menunggu kepulangannya, atau justru sebaliknya. Kepulangan Cherry sama sekali tidak diharapkan. Belakangan, penglihatannya, atau semacam indera ke enamnya makin berantakan. Terlebih sejak dompet berisi selongsong peluru berada di tangannya. Seolah-olah, dirinya dikendalikan oleh sesuatu yang tidak bisa dilawan. Sama saat ia membunuh dengan tidak sengaja kekasihnya, bahkan sampai saat ini, Cherry belum sadar bahwa Goldi sudah tidak bernyawa lagi.

"Gue harus pulang, gue ga bakalan biarin Bia hidup bahagia di tengah-tengah keluarga gue."

Cherry tidak tau kemana dia harus melangkah, dia hanya mengikuti kemana langkah kaki membawanya. Entah kekuatan seperti apa yang ada dalam dirinya. Sering kali dia menjadi sesuatu yang lain, bahkan di luar kendalinya.

***

Sekitar pukul sepuluh malam, tubuh Cherry ditemukan di depan pintu gerbang halaman rumahnya. Security berteriak memanggil tuannya. Papi, Mami dan Bia berlarian. Mami panik bukan kepalang, melihat kondisi Cherry dengan penuh luka goresan di seluruh tubuhnya, dia menjerit sejadi-jadinya. Bia dengan badan kekarnya membopong tubuh Cherry dengan hati-hati.

"Dasar cewek liar, dimana dia buang hoodie yang gue kasih?!" gerutunya sambil merebahkan Cherry di kasurnya.

Tiba-tiba, jantung Bia berdetak tidak normal, nafasnya juga memburu.

"Bi, cepet bersihkan luka di badan Cherry. Mami mau ke bawah, nunggu dokter dateng."

"Apa Mami sengaja ngebiarin gue berdua sama Cherry di kamarnya? Aihhh.....kenapa jantung gue begini!" keluh Bia sambil meremas dadanya sendiri.

Gemetar tangannya membersihkan luka-luka di seluruh tubuh Cherry. Tidak sengaja ia meraba kantong rok milik Cherry, dia menemukan sesuatu disana.

"Eh apa nih?" ucapnya sambil mengeluarkan sebuah dompet kuno berwarna merah.

Karena penasaran dengan isinya, Bia membongkarnya.

"Selongsong peluru?"

"Untuk apa Cherry menyimpan benda kayak gini di kantongnya? Atau jangan-jangan.......