Braaaak!
Tumpukan kartu undangan di tangan Cherry jatuh berhamburan. Dia sedikit kesusahan untuk merapikan kembali kartu-kartu undangan yang sudah tidak beraturan. Bukan karena seberapa berantakannya kertas-kertas undangan itu, tapi karena penampilannya yang memakai rok mini seatas lutut dan baju yang cukup rendah belahan dadanya-lah yang membuat dia semakin kesusahan dalam posisi jongkok, belum lagi sepatu hak tingginya yang lebih dari 10 cm itu.
"Sorry…sorry… gue ga sengaja," ucapnya sambil berlalu tanpa menolongnya.
"Jalan pake mata makanya!" umpat Cherry kesal.
Laki-laki yang menabrak Cherry sontak berhenti dan berbalik arah.
"Gue udah minta maaf, kenapa lo nyolot?!" sahutnya.
"Lo minta maaf? Lo ga liat undangan gue jatuh semua, boro-boro bantuin gue mungutin."
"Gue buru-buru, ga ada waktu ngeladenin cewek jutek kayak elo! Lagian gue udah minta maaf, terserah lo mau maafin gue apa engga."
Laki-laki itu pergi, sebelumnya ia sempat melihat nama yang tertera di undangan yang berhamburan di lobi kantor itu.
"Cherry? Kayak nama anaknya Papi," gumamnya.
Sementara itu, Cherry masih merapikan beberapa kartu undangan yang tercecer tadi.
"Sialan tuh cowok, untuk cakep, kalo engga udah gue acak-acak mukanya!" gerutunya.
"Siapa yang cakep, udah mau dilamar masih aja begitu, Beb!"
"Eh…. anu, itu, Yang …"
"Anu-anu, kenapa undangannya pada jatuh gini?" tanya Goldi, kekasih Cherry, sambil ikut merapikan undangan.
Cherry mengabaikan pertanyaan kekasihnya, dia masih kesal dengan lelaki yang barusan membuat mood-nya seketika berubah 360°.
"Ayo ikut!" ajak Goldi sambil menarik tangan Cherry yang penuh dengan undangan.
"Kemana, Yang?"
"Aku laper."
Goldi mengajak makan di sebuah restoran favorit keluarganya, lokasinya bersebelahan dengan kantor Cheery. Makanan khas pedesaan yang sangat menggugah selera.
"Pesen apa?"
"Terserah."
"Jangan terserah, ribet ah!"
"Aku lagi diet, Yang."
"Oke, kamu liatin aku makan aja, ga lama kok, ya?"
"Iya, aku pesen lemontea aja, ga pakai gula!"
"Right!"
Tidak lama pelayan restoran datang dengan menu pesanan mereka berdua. Goldi makan dengan lahap, tanpa menghiraukan Cherry di sampingnya dengan bibir manyun sambil menikmati minuman favoritnya.
"Kenapa mukanya gitu?" tanya Goldi begitu beres dengan makanannya.
"Ga papa kok, liat kamu makan, aku jadi kenyang."
"Good, artinya kita bisa hidup hemat setelah menikah. Aku makan, kamu ikut kenyang."
"Ya ga gitu juga, Yang."
"Lah… kamu yang bilang kan, liatin aku makan, kamu ikut kenyang," ledek Goldi.
Cherry menyubit sedikit lemak di pinggang Goldi.
(Tertawa lepas)
"Sorry…. bercanda, Beb. Ga mungkin lah, aku ngebiarin kamu ga makan."
Cherry terlanjur kesal. Giliran dia yang menyeret tangan Goldi. Menariknya menuju sebuah butik langganan maminya, yang tak jauh dari restoran tempat mereka makan tadi.
"Kok kesini?"
"Aku mau pilih kebaya sama jas sekalian buat kamu," jawabnya.
"Loh, acara kita masih sebulan lagi loh, minggu depan aja, Beb?"
"Kata siapa sebulan, kita akan tunangan minggu depan."
"Eh… eh… kenapa mendadak dimajukan?"
"Iya, soalnya Papi mau pergi ke luar kota minggu depan, selama dua bulan, aku ga mau pesta kita ga dihadiri Papi."
Alasan diterima, Goldi tidak bisa mengelak. Kali ini, ia harus menepati janjinya untuk melamar Chhery secara resmi. Mereka sudah berpacaran selama 3 tahun. Memang sebelumnya, Goldi pernah melamar Cherry, namun tidak secara resmi, hanya pemberian cincin tanpa komitmen untuk menikah. Tapi, kali ini Cherry mendesak kekasihnya untuk meresmikan pertunangan mereka di depan keluarga dan rekan-rekannya.
3 hari kemudian…..
Dua ratus undangan disebar. Sebuah undangan tersisa di tangan Cherry.
"Siapa yang belum? Masih sisa satu?" tanya Goldi.
"Ini spesial untuk seseorang."
"Siapa? Anton? Doni? Atau ada lagi mantan kamu yang belum dapat undangan dari kita?"
"Ehem…" jawab Cherry sambil menggeleng. Wajahnya tampak meledek kekasihnya.
"Siapa?" tanya Goldi mendesak.
"Sin-ta!"
"Sinta? "
"Iya, mantan kamu yang masih suka nyapa kamu itu loh, Yang."
"Astaga! Ngapain kamu undang dia sih?"
"Emang kenapa? Takut CLBK, ya?"
"Sorry… ga ada istilah CLBK di kamus percintaan gue!"
"Iya Yang, aku tau kok. Ga apa-apa, aku yang undang Sinta."
"Kenapa, bukannya kamu ga suka sama dia."
"Ssst… ini rahasia dan urusan cewek!"
Tak jarang, Goldi dan Cherry beradu mulut atau bertengkar sengit selama mereka berpacaran. Tapi, itu tak akan berlangsung lama. Goldi dengan karakternya yang dingin, namun sebenarnya adalah lelaki super sabar dengan semua sifat manja, kekanak-kanakan serta ke-glamouran Cherry. Wanita pilihannya, untuk menghabiskan sisa hidup mereka kelak, berdua.
"Beb, balik, ya, besok aku pagi-pagi berangkat dari rumah, tadi Mama nelpon, katanya Papa lagi sakit pinggang, kayaknya ga bisa nyetir sendiri."
"Yah…. nanti dijemput sopir Papi aja, Yang. Kamu nginep di rumah aja, ya?"
"Enggak lah, ga enak."
Satu lagi, meski mereka berdua telah lama berpacaran dan sebentar lagi akan bertunangan, Goldi adalah lelaki yang menjunjung tinggi harga diri serta kehormatan Cherry dan keluarganya, juga keluarga Goldi sendiri. Ia sama sekali tidak ingin menikmati semua harta atau kekayaan kekasihnya. Meski Cherry sering menawarkan kartu kreditnya yang unlimited, Goldi selalu menolaknya dengan sejuta alasan. Sifat ini pula yang membuat Cherry tergila-gila dan mempertahankan hubungan mereka hingga sejauh ini. Selain itu, juga karena wajah Goldi yang aduhai. Ditambah, posturnya yang ideal dengan kulit putih dan sedikit bule.Wanita mana yang tidak jatuh hati pada pandangan pertama jika berpapasan dengan Goldi.
***
Keesokannya…
Goldi, dengan jas hitam bermerek Ermenegildo Zegna Bespoke, salah satu jas super mahal di dunia. Tentu saja ini adalah pilihan Cherry. Wanita yang tak pernah salah soal mode fashion. Jas ini juga, satu-satunya barang mahal yang ia terima dari kekasihnya yang juga merupakan anak seorang milyader di Jakarta. Demi acara pertunangan kekasihnya, Goldi rela melakukan semuanya.
"Ma…. udah siap?" tanya Goldi pada mamanya.
"Penampilan Mama gimana, sayang?"
"You're beautifull. Papa juga terlihat keren."
Goldi dengan kedua orangtuanya berangkat menuju rumah Cherry di bilangan Jakarta Pusat. Meski acara di mulai pukul 10.00, mereka pergi pukul 05.00. Macet. Itulah alasan mereka pergi lebih awal. Papa Goldi yang merupakan keturunan Australia, meski sudah 5 tahun menetap di Indonesia, dia tak pernah paham dengan kondisi lalu lintas di Jakarta. Pilihan Goldi untuk berangkat bersama orangtuanya adalah tepat.
"Ini rumah Cherry, Ma."
Pertama kalinya orangtua Goldi menginjakan kaki ke rumah Cherry. Mama dan Papa Goldi nampak kagum oleh kemegahan dan mewahnya rumah keluarga Cherry. Meski mereka juga tak bisa diremehkan tentang harta dan kekayaan yang dimiliki. Tapi, itu semua jauh dari kekayaan yang dimiliki keluarga Cherry. Dari pintu gerbang utama, terlihat dekorasi bunga mawar putih dan merah yang menghiasi sekelilingnya. Bayangkan saja betapa besar dan luasnya halaman rumah Cherry, sebanyak 200 tamu undangan dalam sebuah halaman rumah, tanpa bergantian.
"So pretty… you look like a princess…" Belum sempat Goldi menyelesaikan pujiannya, ia sudah disambut mesra oleh Cherry.
"My handsome, kamu cocok sekali dengan jas ini, Yang," puji Cherry yang terkagum-kagum dengan ketampanan Goldi.
Cherry dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai bebas dengan aksen gelombang di ujungnya, tampak cantik dan anggun dengan kebaya silver berpayet kristal Swarovski di sepanjang permukaannya. Bak pangeran dan putri dari negeri dongeng, sepasang kekasih meresmikan hubungannya dalam sebuah pesta perayaan pertunangan. Sepasang cincin palladium mengikat mereka. Meski Goldi keturunan barat, ia meyakini bahwa, laki-laki tak diperbolehkan memakai emas. Alasan kesehatan pastinya. Pesta berlangsung meriah. Tiba-tiba, lelaki yang menabrak Cherry tempo hari, datang, mendekat ke arah Papinya. Cheryy mengamati gerak-gerik keduanya.
"Siapa sih dia?"
"Kenapa, Beb?" tanya Goldi.
"Engga Yang… aku ke belakang sebentar ya, kamu disini aja."
"Ga mau aku temenin?"
"Ga usah, eh… itu ada temen kamu, kan. Kamu temenin mereka aja, aku sebentar aja, kok."
Cherry meninggalkan Goldi, diam-diam dia menguntit papinya bersama laki-laki yang tak di kenalnya.
"Apa mungkin itu rekan kerja Papi?" gumamnya.
Cherry tak bisa mendengar jelas percakapan mereka berdua. Namun, keduanya tampak sangat dekat, seperti anak dan ayahnya. Ia semakin penasaran dengannya. Cherry semakin dekat, bahkan kini ia bisa mendengar jelas obrolan mereka.
"Kak Cherry cantik banget ya, Pi?" ucapnya.
"Kak Cherry? Sejak kapan gue jadi kakaknya?" celoteh Cherry.
Papi Cherry hanya senyum sambil mengelus lembut rambut laki-laki muda di sampingnya. Tatapan mata Cherry makin sinis, kali ini lebih ke iri. Seolah ia tak pernah diperlakukan demikian oleh papinya. Mukanya yang ayu dan ceria, kini berubah menjadi kusut dan kesal. Ia kembali ke Goldi sambil menenteng sepatu berhak tingginya.
"Beb… ngapain?"
"Ssst ….diem!" bentak Cherry.
Menyadari ada yang tidak beres dengan kekasihnya, Goldi segera memisahkan diri dengan Cherry untuk bicara berdua.
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa mukamu kusut begitu?" tanya Goldi penasaran.
"Kita kedatangan tamu tak diundang!"
"Astaga! Jelangkung?"
"Kok Jelangkung?"
"Katanya tamu gak diundang?"
"Kamu bule bule kok norak gini sih, Yang….." Cherry makin kesal.
Pukul 14.00 semua tamu pulang, kecuali keluarga Goldi. Juga tersisa satu tamu asing, laki-laki muda yang sedari tadi terus mengobrol dengan Papi. Cherry kehabisan kesabaran melihat kedekatan mereka berdua. Dengan tergesa-gesa ia menghampiri laki-laki muda itu sambil mencak-mencak.
"Lo siapa? Siapa yang ngundang lo ke acara pertunangan gue?"
"Kak Cherry."
"Stop! Jangan panggil gue Kak Cherry. Gue bukan kakak lo!"
"Cherry!" Hardik Papi.
"Pi… Papi yang ngudang cowok ini?"
"Iya, Papi yang ngundang."
"Emang dia siapa? Orang penting?"
"Cher…. dia anak Papimu," sahut Mami yang sedari tadi tidak terlihat di pesta.
Rupanya Mami sudah mengetahui rencana suaminya untuk mengundang anak itu. Mami mengira itu hanya gertakan Papi saat itu. Ternyata semua terbukti. Mami menjadi tak bersemangat dengan acara yang sudah lama ia tunggu-tunggu. Sejak pesta dimulai, Mami memang hanya duduk menyendiri di tepi kolam renang. Ternyata ini alasannya.
"Mami kenal?"
Mami hanya menggeleng, berlalu sambil menangis meninggalkan mereka semua. Cherry bingung.
"Pi … bener?" tanya Cherry yang kebingungan.
"Iya."
"Katanya Cherry anak tunggal?"
Kali ini mereka semua terdiam. Suasana menjadi canggung dan mencekam, hanya ada desiran angin dan wangi bunga mawar yang makin lama makin menggelitik hidung. Cherry duduk tanpa alas di atas rumput halaman rumahnya. Badannya lemas mendengar berita yang begitu mengejutkan di hari spesialnya. Air matanya mulai membasahi pipinya yang merona. Make-up nya mulai tak beraturan. Tangisnya semakin menjadi kala Goldi menenangkannya. Sedangkan, Papi, ia pergi meninggalkan dirinya bersama laki-laki asing itu.
"Siapa sebenernya dia?" Cherry masih bertanya-tanya.