Chereads / Surga yang Meleset / Chapter 4 - Detik-Detik Fitnah

Chapter 4 - Detik-Detik Fitnah

"Tadi ketika kami membuka bekal makan siang kami, kami temukan bahwa makanan sudah tidak ada. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tidak mungkin jika hewan liar yang memakannya karena pasukan ada dimana-mana" kata si kembar. Pikiran Yasir melayang kemana-mana membayangkan kejadian tadi di tenda. Beberapa saat kemudian ada rombongan prajurit yang menyalip mereka. Mereka saling menggerutu dan mengeluh.

"Siapa kira-kira yang mengambil makananku ya? Tidak mungkin aku mengecek seluruh pasukan."

"Iya, punyaku juga hilang. Apakah mungkin kita menjatuhkannya atau meninggalkannya di tempat peristirahatan sebelumnya?", sahut yang lainnya.

"Aku tidak bisa berpikir apa-apa sekarang. Otakku buntu ketika perutku kosong", kata salah satu dari mereka.

"Semoga kita cepat sampai ke tempat tujuan dan meminta makanan lebih pada panglima."

Dengan cepat Yasir menangkap dan merangkai semua kejadian ini. Sementara itu ia merogoh tasnya dan memberi makanan pada Medi dan Midan. Kedua anak itu kemudian makan dengan lahapnya. "Siapakah dibalik semua ini?", batinnya.

Pasukan terus bergerak kearah utara. Mereka bergerak lebih lambat dari biasanya karena hampir empat puluh persen dari mereka kelaparan. Pergerakan yang lambat ini membuat waktu semakin terulur panjang. Padahal hanya sisa beberapa kilo saja dengan lokasi tujuan. Semangat mereka mengendur dan kondisi mereka juga melemah. Memanglah berat hidup di zaman fitnah seperti ini. Tak jarang ketaatan pada Allah mengendur hanya dikarenakan hal duniawi. Mental umat jaman sekarang memanglah sangat berbeda.

Jaman dahulu ketika para sahabat berperang dengan Rasulullah melawan kaum Quraish dan kaum arab lainnya, mereka berkorban harta dan nyawa. Perang Khandaq adalah perang yang terberat karena jumlah umat muslim yang sangat sedikit di Madinah dibandingkan dengan jumlah lawan. Semua bangsa Arab pada saat itu bersatu dengan kaum musrik Mekah untuk mengepung Madinah. Pada saat itu, Madinah bukanlah hanya sekedar kota bagi umat muslim, tetapi merupakan pusat umat muslim. Jika Madinah hancur, maka Islam akan punah dan tidak akan ada nama Islam lagi diatas muka bumi ini dikarenakan Islam yang masih dirintis dan berkembang pada masa itu. Tak banyak yang memeluk agama ini.

Di perang khandaq itu para sahabat bergotong-royong membangun parit mengelilingi kota Madinah. Parit itu memiliki dalam tujuh meter dan lebar lima meter. Strategi ini sangat ampuh untuk menghalau musuh masuk. Dalam proses pembangunan parit ini, para sahabat 'berpuasa' karena kurangnya persediaan bahan pangan. Para laki-laki dilarang pulang kerumah dan harus kemah di tepian parit sedangkan para perempuan mereka tidak ada yang bisa mengambil kurma dari pohonnya. Pasokan makanan sangat sedikit sekali.

Walaupun dalam kondisi kelaparan, mereka tak mempersilahkan untuk kemalasan dan keputusasaan menghinggapi hati-hati kecil mereka. Mereka tetap kokoh untuk mempertahankan agama ini. Mereka mengganjal perut mereka dengan dua atau tiga batu demi mengurangi lapar mereka dan mereka terus menggali parit. Pada saat itu, semua prajurit dilanda kelaparan yang sangat hebat. Rasulullah bahkan lebih lapar dari mereka. Namun beliau sangat pandai menyembunyikannya dan bersikap bahwa beliau baik-baik saja didepan para sahabat. Itulah mental yang kita butuhkan di jaman fitnah ini. Mental kokoh seperti batu, bukan mental krupuk yang diketuk lalu pecah.

Kita kembali ke kisah Yasir dan para prajurit lainnya. Beberapa menit setelah itu, tiga puluh persen dari prajurit yang kelaparan memperlambat jalannya dan mundur ke belakang barisan Yasir. Semakin lama mereka semakin jauh tertinggal di belakang sana. Yasir menyadarinya dan ia memutar laju kudanya kearah belakang. Ia hendak berbicara pada mereka. Dan itu adalah keputusan yang salah besar. Allah yang mengawasi mereka tahu apa yang akan terjadi. Namun ia membiarkan semua skenario manusia ini berjalan begitu adanya. Nanti pada saatnya Allah akan turun tangan dengan cara-Nya sendiri untuk membantu hamba-hambanya yang bertakwa.

"Apa yang terjadi disini?", tanyanya. Salah seorang dari mereka berkata dengan lemasnya, "Kami lelah…. Kami ingin istirahat sebentar." Yasir dapat menangkap situasi itu. Ia telah menduga bahwa telah ada 'kanker' di dalam prajurit ini. "Ayolah….. hanya beberapa kilo saja kita akan sampai." Manusia tidak akan dapat berpikir jernih ketika perut sedang lapar. Maka mereka menaikkan nada suara mereka dan berkata dengan kasarnya, "Dapatkah kau lihat?? Kami kehilangan makanan kami dan sekarang pasukan harus terus berjalan?? Kami sudah capek dan ingin pulang saja. Buat apa kita disini bersusah payah sedangkan dirumah kita memiliki segalanya?? Semua ini sia-sia!!"

Bendengar bentakan itu, Yasir menyelus dadanya sendiri dan berkata, "Astagfirullah…. Ingatlah pada Allah dan Rasul, Ingatlah pada Allah dan Rasul." Salah satu dari munafik bernama Adnan yang berada ditengah tengah mereka kemudian menjawab, "Bersetan dengan Allah dan Rasul, mereka bahkan diam saja dan tidak memberikan bantuan kepada kami." Wajah Yasir menjadi merah padam dikarenakan itu. Hinaan itu seolah-olah membakar hatinya menjadi abu. Para prajurit lainnya menyoraki dan setuju dengan perkataan itu. Mereka telah buta mata dan hatinya. Dengan mudahnya mereka terhasut oleh rayuan setan.

Dengan sigap ia meraih tombak kecil berukuran sepuluh cm di belakang punggungnya dan melemparnya tepat ke dahi orang itu. Satu orang munafik telah mati. Yasir telah mengangkat bendera perangnya melawan sekumpulan orang-orang munafik itu. Nyawanya sangat terancam dan rawan. Orang-orang lainnya semakin tersulut emosi setelah melihat tumbangnya salah satu tokoh itu. Tanpa pikiran yang jernih mereka semua mengeluarkan pedang mereka dan berlari kearah Yasir. Pemuda berambut hitam itu bersiap-siap dan memasang kuda-kudanya.

Jauh diufuk sana, Shofiyah dipanggil oleh ibunya dari balik kamar. Ia memenuhi panggilan itu dan langsung melakukan apa yang telah diperintahkan oleh sang ibunda. Ia mengambil satu bak penuh berisi pakaian basah yang telah dicuci olehnya tadi pagi dan segera menjemurnya di halaman belakang rumahnya. Sedari tadi pagi langit tampak sendu dan menurunkan tetesan-tetesan gerimis yang tak ada hentinya. Baru sekarang mentari menyambut seruan dari surga untuk keluar dari balik mega-mega. Ia mengusir awan-awan hitam itu dan memberitahu bahwa sekarang adalah saatnya untuk bersinar. Tugas mereka sudah selesai untuk memberi persediaan air pada bumi. Tanah sudah lembab dan tumbuhan pun sudah mendapatkan nutrisi air yang cukup. Ditengah-tengah nikmat dan karunia Allah, ada salah satu jiwa yang merasa kosong dan hampa.