Katrine sengaja meminjam dress dari salon orang tuanya untuk dipakai Enola ke pesta pertemuan dengan Zoltan. Pesta yang kabarnya hanya pesta kecil biasa, tapi insting Katrine berkata lain.
Mata Enola terbelalak kaget setelah melihat dress-dress pendek itu.
"Apa aku harus memakai pakaian kecil seperti ini?" Enola angkat bicara merasa keberatan setelah tahu dress yang disewa sahabatnya tidak layak di pakai menurutnya.
"Tentu saja harus dipakai. Insting-ku mengatakan kalau pesta itu bukan sekedar pesta biasa. Kau tidak ingat kalau Zoltan Mayers kaya raya, sudah pasti menyediakan pesta besar yang mewah."
"Jadi kamu berpikir begitu?" tanya Enola dengan wajah polos
Katrine mengangguk mantap. "Sudah pasti. Kau harus terlihat seksi dan menawan, pakai warna terang ini agar pria kaya itu takluk padamu."
Enola nyengir, jujur saja warna dress ini terlalu terang dan ketat. Demi pertemuannya dengan pria kaya mau tak mau harus memakainya.
Enola memakai dress ketat yang pendeknya di atas lutut, dress merah merona belah di pinggir dan dada terbuka. Saking terbukanya dada Enola yang kecil terlihat hampa dan penampakan itu menyakitkan mata. sampai Katrine harus menyumbat dada kecil Enola dengan empat kaus kaki. Siapapun yang memakai dress mini tersebut hanyalah perempuan seksi yang pemberani karena Enola harus memakai riasan tebal agar selaras dengan dress yang dikenakannya.
"Oke fix ya. Sekarang bagaimana perasaanmu setelah dipilih pria terkaya nomor satu? Apa jantungmu aman?" tanya Katrine menyikut lengan Enola.
"Jantungku tidak mungkin aman. Setelah bertemu pria dewasa yang sangat menawan. Jujur saja ini pertama kalinya bertemu dengan pria dewasa seperti itu. Kau tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menggosok dada bidangnya oh aku bisa gila mengingatnya!" Enola senyum-senyum sendiri mengingat kejadian kemarin.
"Ya aku tahu sekarang kau aneh setelah jadi perempuan dewasa. Bagaimana mau coba melakukan itu dengan Zoltan bila ada kesempatan?" celetuk Katrine tiba-tiba pertanyaan yang selalu dibahas perempuan dewasa.
"Me-melakukan seperti apa? Kau ini tidak waras! Bisa-bisanya berkata jorok seperti itu," balas Enola sengit, sayangnya ucapannya tidak selaras dengan tubuhnya. Dua pipi putih Enola mendadak merah merona, dan terasa panas.
"Aku melihat kau tersipu, coba saja jika ada kesempatan. Dengan begitu kau akan secepatnya menjadi nyonya kaya." Katrine terbahak.
Enola tidak bisa membayangkan semua itu. Pipinya terlalu panas sekedar membicarakannya saja. Enola Swettz memang hidup sendiri di tengah kota besar New York. Kedua orang tuanya tinggal di kota kecil. Enola datang ke kota besar dengan tekad meraih mimpinya--menikah dengan pria kaya untuk membantu ekonomi keluarganya setelah menyelesaikan sekolahnya. dia mencoba hal baru berkencan sebelum menikah bukanlah hal yang mudah bagi gadis itu karena Enola belum pernah memiliki pacar sebelumnya.
Enola memang tidak menarik. Penampilan hariannya berbeda jauh dengan penyamarannya. Jika Enola bertemu Zoltan maka dia akan menjadi Quinn Shada yang glamor dan seksi. Tapi saat menjadi Enola gadis 18 tahun, penampilannya jauh dari kata glamor.
~~~
Pekerjaan Zoltan lebih cepat dari biasanya. Malam ini pertemuan kedua dengan Enola, Zoltan sengaja membuat pesta mini untuk mendekatkan diri dengan wanita pilihannya. Tetapi sebelum pesta itu di mulai Alex membawa kabar yang tidak disangka.
"Bagaimana penampilanku? Apa aku terlihat berlebihan?" Zoltan membalikan tubuhnya ke depan Alex setelah merapihkan dasinya.
"Seperti biasa kau nampak keren, tapi ngomong-ngomong Miss. Quinn tidak dapat dihubungi. Teleponnya tidak aktif," ucap Alex cemas, sejak tadi menghubungi Enola, untuk memberitahukan perubahan acara yang mendadak jadi formal.
"Astaga aku jadi cemas, bagaimana jika dia berpenampilan terlalu ...?"
Zoltan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi saat Enola datang. Semoga saja wanita itu bisa memberikan penampilan yang sederhana. Karena cemas yang berkepanjangan akhirnya Zoltan dan Alex menunggu kedatangan Enola di depan loby hotel.
Enola sendiri masih dalam perjalanan. Untung saja Katrine bisa meminjam mobil orang tuanya sehingga Enola tiba lebih cepat. Enola menurunkan kaca mobil melihat gedung bertingkat dengan Biliboard bertuliskan Omini hotel.
"Kau yakin di sini tempatnya?" tanya Katrine tatapannya tertuju ke nama hotel.
"Sepertinya begitu. Um ... Katrine! Apa penampilanku terlalu berlebihan? Rasanya tidak nyaman." Enola menarik rok ketat yang hampir memperlihatkan paha mulusnya.
Katrine melirik, lantas ke luar dari mobil. "Coba aku lihat!"
Enola mendorong pintu mobil, tangannya masih menarik-narik dress ketat saat kakinya melangkah ke luar.
"Tidak ada yang aneh dengan riasannya ataupun dressnya. Kau sangat cantik Enola." Katrine memberikan dua ibu jari untuk Enola dengan senyum manis di sudut bibirnya.
Enola nyengir sebagai tanggapan. "Jujur saja sejak tadi perasaanku tidak karuan sampai perutku mendadak mules."
"Mungkin kau terlalu cemas, Enola. Coba ambil napas lalu hembuskan. Rileks saja jangan tegang."
Sesuai saran Katrine, Enola menarik napas lalu membuangnya, dia berusaha rileks.
"Bagus, sekarang kau bisa pergi menemuinya."
"Apa aku harus sendirian kesana?" Enola berbalik lagi setelah melangkah.
"Haruskah aku antar sampai depan loby?"
Enola menggeleng cepat. "Tidak usah, terima kasih aku bisa sendiri. dah ...!" Enola menolak saat Katrine menawarkan diri, ia tidak ingin usahanya gagal karena tingkah sahabatnya yang selalu berlebihan.
Di samping itu Zoltan dan Alex masih setia menunggu kedatangan Enola. Saat mereka melirik Enola sudah ada di depan mata.
"Sudah aku duga," ucap Alex menganga, tanpa kedip melihat penampilan Enola kelewat seksi.
Ekspresi Zoltan tidak jauh beda dengan Alex, tatapannya tidak bisa berpindah dari Keseksian Enola.
"Ini yang aku takutkan,"gumam mereka berdua.
Tebakan Zoltan jadi kenyataan, walaupun begitu tidak ada waktu untuk merubah penampilan wanita di depannya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh di wajahku?" Enola meraba hidung dan pipi, di tatap dua lelaki dewasa jadi serba salah sialnya lelaki itu sangat tampan dan mempesona, jujur saja Enola memuja dalam hati.
"Kau sangat cantik dan hot. Aku senang karena ini pertemuan kita yang kedua kalinya," ucap Zoltan seraya menarik bibir kesamping.
"Aku juga senang bertemu Mr. Mayers."
Zoltan menaikan dua alisnya panggilan itu terdengar kaku dan formal.
"Mulai sekarang panggil nama saja, dan aku pun akan melakukan hal yang sama."
"Um ... Baiklah, Mr ... Eh Zoltan." Enola sangat gugup ini pertama kalinya menyebut nama orang dewasa dengan nama langsung terlebih pria ini baru saja dia kenal.
Keduanya saling menatap dalam, dengan senyum manis dibibir seolah dunia milik berdua. Bukankah Alex berada di tengah mereka. Tentu saja Alex merasa tidak nyaman melihat kedua pasangan ini.
Setelah cukup lama berbincang akhirnya Zoltan membawa Enola ke tengah pesta. Pesta besar terka Katrine di sulap jadi jamuan orang-orang berdasi formal, ada beberapa perempuan di sana tetapi penampilan mereka tertutup dan nampak biasa saja.
Enola terpaku di tempat karena hanya dia berpenampilan seksi dan terbuka, terlebih riasan malam ini begitu tebal dengan warna bibir merah yang terang. Walaupun begitu dia tidak bisa pergi dari tengah pesta. Enola akan bertahan demi suksesnya memikat hati Zoltan.
Zoltan tersenyum karena Enola bisa menyesuaikan diri. Zoltan tidak bisa terus bersama Enola banyak tamu dari rekan bisnisnya yang datang dari jerman. Zoltan harus ramah dan menjamu mereka dengan baik.
Sementara ini Enola sendiri masih ada di tempat sebelumnya. Meja yang dipenuhi makanan dan anggur mahal yang nampak asing dimata gadis polos itu.
"Kenapa pesta orang kaya membosankan. Sialnya tidak ada vanilla ice atau jus mangga. Tapi cemilannya sangat enak." Enola bicara sendiri, setelah Zoltan pergi kebosanan itu melanda.
Zoltan sendiri berdiri bersama rekan bisnisnya. Masing-masing menikmati segelas anggur Bourbon.
"Mr. Mayers, wanita cantik itu siapa? Dia tipe-ku jika tidak keberatan saya ingin mengenalnya," celetuk Hans, sejak tadi mencuri pandang pada Enola.
Sekilas Zoltan melirik Enola, lantas memberikan senyum ramah pada Hans.
"Wanita cantik itu sudah ada yang punya," jelas Zoltan mengarahkan telunjuk kewajahnya.
Hans terkesan dengan pengakuan Zoltan. "Ck sayang sekali. Jujur saja saya sangat menginginkan wanita itu. Dia sangat cantik dan menarik. Tapi jika Mr. Mayers tidak menginginkan lagi, saya siap menampungnya."
Hans terbahak, seolah menikmati semua ucapannya yang membuat Zoltan jengkel.
Zoltan terdiam, ucapan Hans telah mengusik emosinya yang bersemayam dalam dada. Tangan Zoltan terkepal rahangnya mendadak mengeras.
"Perlu saya tegaskan wanita itu sangat berharga melebihi saham!" tegas Zoltan bergetar.
Zoltan sadar ucapannya berlebihan, hingga semua rekan bisnisnya menatap aneh. Saat Zoltan melirik Enola sudah teler akibat alkohol yang dia minum.