Warning!!! Adegan dewasa!!
Mumet dan kesepian Enola terpaksa mencicipi anggur Bourbon sebanyak empat gelas. Anggur itu sebenarnya tidak terlalu keras, karena Enola tidak bisa minum tidak butuh lama gadis itu teler.
Wajah Enola bersandar di atas meja. Saat Zoltan menghampiri Enola sudah tidur pulas. Zoltan memijit pelipisnya, bisa-bisanya wanita itu mabuk di tengah pesta. Herannya hanya separuh saja menghabiskan Anggur tapi sudah teler.
"Pergilah, bawa dia ke kamar. Di sini terlalu berbahaya banyak mata yang menginginkannya." Alex datang menghampiri saat sahabatnya tengah bimbang.
"Maafkan aku, bisakah kau mengurus mereka untukku?"
"Tentu saja akan aku lakukan. Cepat bawa dia sebelum makin kacau."
Zoltan mengangguk, tanpa pikir lagi memapah Enola meninggalkan pestanya. Sedangkan Alex menangani rekan bisnis Zoltan.
Zoltan membawa Enola ke superior room. Kamar yang selalu dia tempati bila ingin menyendiri. Kini kamar tersebut bukan lagi miliknya.
Enola gadis unik, waktu di tengah pesta tertidur tetapi ketika kepalanya menyentuh bantal tiba-tiba saja matanya terbuka lebar. Hal pertama yang dia lihat wajah tampan dimple prince yang terlihat bersinar di terpa cahaya wall lighting.
"Woah ... Wajahnya bersinar," ucap Enola, tanpa sadar menempelkan telapak tangan di kedua pipi Zoltan.
"Kau sudah kembali ke akal sehatmu?" Zoltan menyeringai, kemudian berdiri tegak menatap Enola yang masih berusaha menyadarkan diri.
"Astaga kepalaku sangat pusing, mungkin karena minuman aneh itu." Enola menggelengkan kepalanya, sesekali memijit.
"Kau pasti butuh obat pengar. Sebentar aku akan mengambil untukmu."
Pasilitas dan layanan hotel Omini memang komplit semua sudah disediakan kotak obat dan semacamnya. Enola dapat duduk seperti biasa setelah minum obat pengar yang diberikan Zoltan barusan. Kini keduanya berada di sofa. Zoltan harus menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan mereka.
"Bagaimana pusingmu, sudah mereda?" tanya Zoltan. Memerhatikan gerak Enola yang terlihat lesu.
"Lumayan agak mendingan. Terima kasih. Dan maaf sudah merepotkan." Berulang kali gadis itu membungkuk atas penyesalannya.
"Baguslah, bagaimana sekarang sudah siap? Kita harus membahas hubungan kita. Aku sudah menyediakan beberapa dokumen yang harus kau baca dan pahami silahkan dilihat."
Zoltan mengeluarkan map yang lumayan tebal dari koper mini. Kemudian menyodorkan ke Enola.
"Tolong baca dulu sebelum menyetujui," pinta Zoltan ramah, sikapnya selalu manis pada Enola sekalipun dibuat malu oleh gadis itu.
Enola mengangguk lantas membuka lembar perlembar, tetapi penglihatannya belum normal seperti biasa. Hingga membuat Geli melihat huruf-huruf kecil keriting menurut penglihatan Enola. Dalam sekejap tawa Enola meledak. Sikap anehnya membuat Zoltan melongo.
"Ha ... Ha ... Ha ... Tulisan aneh! bisa bergerak-gerak!" Enola terbahak telunjuknya menyentuh dokumen tersebut.
Zoltan menggeleng tak percaya dengan penglihatannya. "Kau masih mabuk, Quinn?"
"Maafkan aku Mr. Eh Zoltan. Sepertinya pusingku belum sembuh sepenuhnya." Mata Enola nampak kecil, tawanya masih terdengar nyaring.
"Kau aneh sekali Quinn. Bisa-bisanya mabuk dengan empat gelas saja. Bukankah tertulis di dalam profil-mu. Kau sangat menyukai alkohol, dan kau bahkan mengoleksinya. Apa profil-mu hanya daya pemikatmu?"
"Maaf. Aku benar-benar melihat tulisannya bergerak. Kalau begitu tolong bacakan untukku," pinta Enola seolah tidak memiliki urat malu mengabaikan ucapan Zoltan.
"Baiklah aku akan membacakan untukmu." Zoltan akhirnya membaca paragraf pertama. Sayangnya Enola tidak mengamati.
Fokus Enola tertuju pada bibir tipis Zoltan. Makin lama di lihat semakin membuat Enola terkagum.
"Kenapa aku sangat menginginkan bibirnya. Bagaimana ini? dia terus melambai menggodaku," bisik Enola dalam hati.
Zoltan tidak menyadari ekspresi gadis di depannya. Dia terlalu fokus membaca tidak sadar Enola perlahan menyentuh bibirnya.
"Aneh, kenapa bibirmu tipis dan merah? Pewarna bibir apa yang kau pakai? Sangat menakjubkan," ucap Enola tak henti mengagumi. tangannya tidak ingin berpindah dari bibir Zoltan.
Bersusah payah Zoltan menekan getaran yang menyengat semangatnya. Ini kali pertama jantungnya berdebar-debar. Sebelumnya perasaan itu tidak pernah ada sekalipun bermesraan dengan Guazel.
Bau harum napas yang berhembus sampai ke wajah Enola, semakin membuatnya khilaf.
"Haruskah aku mencicipi rasa manisnya?" tanya Enola sendiri.
"Quinn, sepertinya kau masih mabuk? Tunggulah disini aku akan membuatkan minuman segar untukmu." Beringsut Zoltan mundur. Inilah waktu yang tepat untuk menjauhinya. Zoltan sadar dirinya dalam bahaya jika terus berdekatan seperti tadi.
"Zo! Mr. Zo! Aku tidak butuh yang segar tetapi aku hanya butuh it--" ucap Enola terpotong sebelum mempermalukan diri sendiri.
"Tunggu saja sebentar aku tidak akan lama." Saat Zoltan bergegas melangkah, tidak terduga Enola menerjang punggung lebar itu, melingkarkan tangan di pinggang Zoltan dengan erat dan nyaman, menikmati kehangatan dari sang pemilik tubuh kekar.
"Quinn?" Zoltan bertanya-tanya kenapa wanita itu memeluknya seperti ini.
Enola yang sudah dikuasai alkohol tidak perduli kesusahan yang dirasakan Zoltan. Jika saja Enola sadar satu kamar dengan pria dewasa dengan posisi seperti ini pastinya tidak bisa menahan malu atas tindakannya.
"Bahumu sangat lebar, luas seperti samudra Pasifik. Punggungmu juga hangat, sehangat pelukan ibu. Sungguh aku ingin memilikinya."
Kedua mata biru Zoltan membulat ucapan manis itu melelehkan perasaannya. Zoltan takluk, tak berkutik lagi jika gadis itu terus menggempur dengan ucapan manis dan sikap imutnya.
Perlahan Zoltan membalikan tubuh kecil itu. Menatap wajah sayu yang berkabut. Tangannya mendarat lembut mengusap sebelah pipi Enola.
"Benarkah kau ingin memilikiku?" tanya Zoltan memastikan. Karena ucapan wanita mabuk hanyalah bualan.
"Kenapa kau bertanya lagi. Seseorang pernah mengatakan padaku. Jika ada kesempatan seperti ini aku harus memanfaatkan sebaik mungkin. Sekarang inilah kesempatan pas untuk kita. Mendekatkan diri lebih dekat lag--" Enola tidak bisa melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba saja Zoltan menyumbat bibirnya dengan ciuman yang panas.
Sentuhan itu belum pernah dirasakan Enola seumur hidupnya. First kiss Enola direnggut pria dewasa ini. Siapa sangka gadis 18 tahun itu harus menerima sentuhan dari pria dewasa yang usianya terpaut jauh.
Zoltan tidak main-main dengan apa yang dilakukan pada Enola. melepaskan semua penutup tubuhnya tentu saja Enola dibuat tak berdaya setelah Zoltan membaringkannya di atas king size.
Tidak satupun terlewat dari ujung rambut sampai kaki. Bibir yang menjadi candu itu menikmati tiap sensitif yang bernilai. Zoltan masih menikmati bibir Enola tanpa jeda hingga membuat gadis itu kewalahan harus menyesuaikan ritme. Berlangsung menjajahi leher, meninggalkan tanda kepemilikan disana, dua tangannya mulai beraksi nakal menyentuh miss V yang masih sempit itu.
Enola tidak bisa berhenti memanggil nama Zoltan, melenguh dengan napas tidak beraturan. Sial sekali lelaki dewasa ini tidak memberikan peluang untuk menghirup oksigen. Gerakan liarnya menjadi candu bagi Enola, bagaimana bisa menolak itu semua jika dibuat melayang-layang.
Enola bagai layangan putus, terombang-ambing di bawah kuasa tubuh kekar. dada kekar itu menekan tubuhnya hingga mentiadakan jarak. Zoltan membolak balikan tubuh Enola tanpa busana mencumbu dan menikmati seperti santapan istimewa. Enola sendiri tidak biasa menahan gejolak saat lubang surgawinya di obrak abrik jari-jari besar itu. perih namun nikmat bermacam rasa. Enola makin tak berdaya napasnya naik turun saat Zoltan terus membuatnya melayang hingga akhirnya tubuh Enola mengejang dengan mata tertutup, dan menggigit bibir bawahnya saat pelepasan pertama yang tidak pernah terjadi pada dirinya sebelum itu.
Zoltan sendiri tidak sabar lagi ingin cepat merasakan kehangatan surgawi. Dengan gerakan liarnya dia menghujamkan pusakanya sampai gadis polos di bawah sana memekik minta ampun.
"Aw ... Sakit sekali!" teriak Enola, air mata meleleh di pipi.
"Astaga!" Zoltan terperanjat kaget.
"Sakit? mungkinkah kau belum pernah melakukan ini?" tanya Zoltan lagi.
Enola mengangguk tidak sanggup bersuara. Sakitnya tidak bisa dilupakan, sangat menyiksa sampai tangis Enola tak terbendung.
Zoltan masih tak percaya karena wanita ini masih Virgin di jaman modern kebanyakan perempuan tidak lagi perawan. Tetapi Enola sebaliknya.
"Maafkan aku. Quinn. sekalipun itu membuatmu tersiksa, tapi kita sudah terlanjur melakukannya sejauh ini. tapi aku janji akan melakukan dengan pelan sehingga kita dapat meraih puncak bersama."
Zoltan merengkuh tubuh sintal itu. Menekan lembut miliknya dan tetap saja Enola menjerit kecil. Dengan lembut dan penuh perhatian. Zoltan memang pria dewasa yang sudah berpengalaman. mengimbangi gerak lambat Enola di bawah kuasanya.
Enola menitikan air mata lagi ketika sesuatu benda keras merobek selaput kesuciannya. Ekspresinya tidak dapat digambarkan, kesakitannya tidak dapat dilukiskan. Sungguh pengalaman yang mendebarkan sekaligus membuat Enola lupa diri. Melupakan status gadis pelajar. Semua sudah terjadi dan dia merasakan sekujur tubuhnya bergetar seperti menerima sengatan yang tiada henti.
Zoltan yang penuh perhatian membelai lembut rambut Enola. Mengecup kening dan dua mata gadis itu yang sembab. Dia tahu dan sangat mengenal sakitnya. Sengaja memberikan Enola peluang untuk bersantai untuk menetralkan sakit pertama kalinya.
"Are you alright, baby? Don't worry everything Will get better," ucap Zoltan lembut.
Enola mengangguk walaupun masih terasa menyakitkan. Senyum kecil terbit di sudut bibirnya yang memucat.
"Terima kasih, kau sudah memberikan segalanya untukku. Kau adalah wanita spesial yang pertama aku temui. Quinn."
Lagi dan lagi Zoltan mencium kening Enola sebagai bentuk syukur dan kepuasannya. Seterusnya Zoltan tidak memberi ampun. Enola di buat tak berdaya semalam suntuk. Sekalipun Zoltan tidak merasa lelah atau bosan dengan permainan panasnya. Enola tak akan membayangkan saat sadar kesuciannya sudah ia berikan dengan suka rela pada pria dewasa yang jadi teman kencannya.