Chereads / TSUIN (ツイン) / Chapter 5 - Sat-Night

Chapter 5 - Sat-Night

Nara menatap benda-benda tersebut yang ia simpan di atas mejanya. Dijajarkannya dengan rapi di sana dan ditatapnya tajam. Firasatnya kurang bagus tentang ini. Ada sesuatu pada tiket dan surat tersebut. Memang hanya tiket konser biasa yang akan diadakan pada malam minggu nanti. Tapi ia merasa ada yang janggal tentang itu. Nara merasakan firasat yang buruk.

Tangannya meraih surat yang disimpan di sebelah dua tiket tersebut dan membacanya. Surat ini berbeda dari yang sebelumnya. Kali ini si penulis surat benar-benar menulis isi pesannya, bukan menggunakan tempelan-tempelan aneh lagi. Nara kemudian menghela nafasnya sebelum mulai membaca isi surat tersebut.

"Aku ingin kamu penasaran siapa aku sebenarnya. Makanya aku langsung menulis surat ini biar kamu cari tau siapa aku. Dan aku adalah orang yang membuat surat-surat dengan amplop putih yang kamu terima selama ini.

Aku kasih kamu dua tiket konser buat malam minggu nanti. Aku sengaja kasih dua tiket karena aku tau kamu gak akan diizinin pergi keluar sama ayah kamu kalau sendiri. Jadi satu tiket lagi buat sahabat kamu yang SANGAT dipercaya ayah kamu. Aku tau kamu akan dapat izin kalau sahabat kamu itu juga ikut.

Kamu harus datang ke konser itu kalau kamu mau cepat tau siapa aku. Jangan sampai kecewain aku buat yang kedua kalinya. Oke?"

Selesai. Tanpa ada tertanda pengirimnya.

Nara berfokus pada kalimat "Kecewain aku buat yang kedua kalinya." Ia bahkan tidak tahu orang misterius ini. Apa ia pernah mengecewakan orang lain? Seketika ia berpikir kalau orang ini adalah salah satu dari gadis yang ia tolak. Ugh. Menggelikan.

Tapi, tidak. Tidak mungkin. Tidak ada yang tahu tentang urusan dirinya dengan ayahnya dan juga Dimas. Sama sekali tidak ada yang tahu selain mereka bertiga dan keluarga Dimas. Atau mungkin itu saudara perempuan Dimas? Hei, Dimas tidak memiliki saudara perempuan.

Jadi siapa?

Di surat itu memberitahunya bahwa jika Nara ingin secepatnya tahu tentang si pengirim surat, ia harus pergi ke konser itu. Dan dengan begitu ia menetapkan keputusannya. Tapi apakah yang ia harapkan untuk mengetahui tentang si pengirim surat akan terjadi, atau justru malah hal yang tidak diinginkan?

Dimas datang saat Nara kembali memasukkan surat dan tiket itu ke dalam amplopnya. Kemudian pemuda berkulit tan itu duduk di sebelah Nara dengan wajah yang mengeras. Kesal karena sudah dijahili oleh beberapa teman sekelasnya sekaligus merasa tenang karena tidak ada yang benar-benar menguntitnya.

Pemuda itu pun melirik Nara yang sedang sangat serius memikirkan sesuatu sehingga alisnya terlihat hampir menyatu, kemudian ia menyikut lengan sahabatnya itu, dan Nara menoleh.

"Amplopnya udah dibuka?" Tanya Dimas sambil menatap amplop yang ada di tangan Nara.

Nara mengikuti pandangan Dimas dan mengangguk. "Iya." Kemudian diletakkannya amplop itu di atas meja. "Orang itu ngasih dua tiket konser buat malming nanti, dan kita berdua harus datang kalau penasaran sama diri dia. Tapi entah kenapa, gue ngerasain firasat buruk tentang konser itu. Tapi gimana, ya? Gue juga penasaran."

Dimas diam dan menyimak. Tidak mungkin seseorang memberikan sesuatu pada orang lainnya tanpa ada maksud. Jelas-jelas orang misterius itu ada maksud tersembunyi dengan memberi dua tiket itu untuk mereka berdua. Dan firasatnya berkata bahwa 'maksud' itu bukanlah maksud yang baik.

***

Hari berlalu. Pemuda tampan itu memperhatikan dua buah tiket di tangannya. Ia dan Dimas sudah memutuskan untuk tetap datang ke acara tersebut dan akan bertemu malam ini.

Acara konser tersebut diadakan di sebuah gedung bar di daerah alun-alun kota pada pukul sembilan malam. Kemungkinan akan selesai pada tengah malam atau lebih. Tepat pada malam minggu, waktu yang banyak anak remaja hingga dewasa nongkrong bersama teman-teman atau kekasihnya. Hari yang pas untuk menyelenggarakan sebuah acara untuk anak remaja.

Nara menghela nafas perlahan. Sejak kapan hidupnya jadi penuh kisah petualangan dan misteri seperti ini? Bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Yang benar saja! Apa ia mengenal orang misterius tersebut? Tapi kenapa seakan-akan orang itu sangat mengenalnya?

Pemuda itu menatap tiket di atas meja belajarnya, bahkan ia mulai melototinya dengan tatapan yang tajam. Seakan dengan tatapannya saja akan membuat dua tiket itu terbakar. Kemudian matanya beralih menatap nama grup band yang tertera di tiket tersebut. Quinn's Blood. Nama yang menyeramkan dan sedikit manis menurut Nara. Setelah itu Nara menghidupkan komputernya dan mulai mencari sesuatu di penelusuran internet.

"Quinn's Blood." Ia mengetik nama tersebut sambil mengejanya. Dan ia pun menemukan beberapa hasil yang membicarakan band itu. Ia memilih hasil pencarian paling atas dan membaca isi dari blog tersebut.

Blog itu mengatakan bahwa Quinn's Blood adalah grup band yang dipimpin oleh seorang gadis SMA dengan anggota lain yang seluruhnya adalah laki-laki. Gadis tersebut bernama Ratu dan menjadi vocalist utama di grup tersebut.

Saat Nara scroll down, ia menemukan beberapa foto penampilan mereka dan kemudian beberapa foto para anggotanya. Begitu matanya menangkap foto seorang gadis, Ratu, ia merasa familiar dengan sosok tersebut.

"Siapa ya?" ia memiringkan kepalanya.

***

Malam datang. Nara sudah siap dengan mentalnya jika sesuatu benar-benar akan terjadi di acara tersebut. Ia berdiri di depan cermin dan membenarkan penampilannya. Rasanya seperti akan berkencan saja. Berkencan dengan siapa pula?

Dimas sudah berada di ruang tamu sejak beberapa menit yang lalu. Menunggu Nara bersiap sambil mengobrol sedikit dengan ayahnya Nara. Kebetulan Andi sedang tidak ada proyek hari ini dan dapat menikmati liburan dengan tenang. Walaupun tidak benar-benar tenang karena anaknya akan mendatangi sebuah acara yang tidak biasa bagi pria tua itu. Dimas sudah meminta izin pada beliau. Toh, karena ada Dimas, Nara akan dapat izin. Walaupun tetap tidak diizinkan, Dimas akan memaksanya.

Nara turun setelah menyambar dompet dan ponselnya. Tidak lupa juga tiket dan surat yang dikirimkan oleh orang misterius yang akhir-akhir ini mengganggunya. Ia menghampiri Dimas dan ayahnya yang sibuk mengobrol. Matanya melihat ayahnya itu tersenyum kemudian tertawa saat menceritakan kisah Nara kecil. Hati Nara terasa hangat melihatnya. Ia jadi merindukan keluarganya yang lama, saat ibunya masih ada di sisinya dan ayahnya yang bersikap hangat.

"Ayo," Ajak Nara pada Dimas. Obrolan sahabat dan ayahnya pun terhenti. Bersama senyuman di wajah si pria tua. Itu membuat Nara sedikit kecewa dan sedih.

Pemuda berkulit tan itu segera beranjak berdiri dan pamit. Nara juga tidak lupa untuk pamit pada ayahnya yang tetap memasang wajah dingin sejak ia datang. Dimas hanya menatap kedua ayah-anak itu dengan miris.

Dimas memang tidak tahu rasanya. Keluarganya sangat hangat dan menyayanginya. Walaupun begitu, ia tetap merasa bahwa Andi masih menyayangi anaknya walau tidak ditunjukkan langsung oleh pria tua itu. Terlihat dari saat beliau bercerita tentang Nara, matanya menunjukkan kasih sayang seorang ayah pada keluarganya.

Di halte, saat mereka duduk di kursi yang sudah disediakan, Nara terus saja menunduk dan menatap sepatunya sendu. Dimas menyadari apa yang terjadi pada pemuda itu dan hanya bisa menepuk bahunya untuk menyemangatinya.

"Semangat dong. Kalau lemas gitu, si pengirim surat nggak akan ketemu." Ia tersenyum saat Nara mulai menatapnya. Nara mengangguk dan ikut tersenyum.

"Hm. Makasih." Dan tepat setelah itu bis datang.

Begitu mereka sampai di tempat tujuan, sudah terlihat banyak pengunjung yang datang untuk menonton acara tersebut. Mulai dari kelompok anak remaja laki-laki maupun perempuan, yang berpacaran ataupun sendiri. Mereka datang untuk melihat penampilan band Quinn's Blood tersebut. Mungkin mereka penggemarnya, atau hanya mengisi waktu luang saja dan ber-modus ria bersama kekasih mereka.

Nara memberikan dua tiket pada penjaga loket di pintu masuk sebelum akhirnya tiket itu disobek di bagian ujungnya dan Nara pun Dimas diperbolehkan masuk setelah punggung tangan mereka dicap. Sama seperti di luar gedung, di dalam gedung bar pun sudah begitu ramai dengan pemuda-pemudi. Tidak ada kursi di sana, maka dari itu semua orang berdiri di depan panggung.

Dimas mengajak Nara yang hendak melangkah ke bagian kosong di depan panggung untuk menonton dari jarak jauh saja. Jujur saja, pemuda tan itu sedikit tidak suka dengan suasana di gedung ini. Entah, ia hanya kurang nyaman di dalam sana. Padahal ia sering datang ke acara band seperti ini bersama anggota band-nya.

Beberapa menit berlalu dan acara pun dimulai. Lampu di dalam gedung bar pun dipadamkan dan diganti dengan lampu led warna-warni di atas panggung yang tepat mengarah ke panggung. Setelah itu keluarlah si pembawa acara dari backstage ke atas panggung sambil memegang mic.

"Good evening, ladies and gentleman!" Seru pembawa acara tersebut memulai, sedangkan Nara sudah tidak bisa fokus mendengar apa yang dibicarakan oleh pria berumur 20 tahunan itu.

Pemuda itu menolehkan kepalanya ke arah Dimas dan melihat betapa tidak nyamannya sahabatnya itu. Ia juga. Ia juga merasa tidak nyaman di dalam sana. Bukan hanya karena ini baru pertama kali baginya, namun ada hal lain.

Pembawa acara selesai dengan obrolan ringannya. Ia pun segera memanggil artis utama di acara tersebut untuk naik ke atas panggung. Pandangan Nara pun beralih ke tempat mereka mulai menyiapkan alat musik masing-masing dan segera memulai permainan musiknya.

Alunan musik rock pun menggema di gedung tersebut, membuat para penonton yang menikmati acara tersebut meangguk-anggukkan kepala mereka mengikuti alunan musik. Sang vokalis, Ratu, menyanyikan lagu ciptaannya dengan begitu profesional. Layaknya penyanyi senior. Nara terus mengamati pergerakan gadis itu dan tanpa disangka, Ratu balas menatapnya kemudian tersenyum padanya. Nara mengerjap sedikit.

Apa barusan gadis itu tersenyum padanya?

Oke, Nara mulai mencurigainya.

Lagu demi lagu, Nara terus mengamati pergerakan gadis tersebut. Dan selama itu pula, Ratu terus memandang ke arahnya sambil tersenyum. Tidak. Nara menggelengkan kepalanya pelan. Mentang-mentang ia populer di kalangan para gadis di sekolahnya, jadi ia menganggap semuanya tertarik padanya, begitu? Tidak mungkin.

Dan lagu terakhir pun selesai sebelum mereka mengambil waktu istirahat. Mengisinya dengan perbincangan antar fans dan idolanya di atas panggung.

"Jadi," Si pembawa acara memulai sesi obrolan. "Ada yang ingin bertanya pada vokalis cantik ini?" Dan hampir seluruh penonton di gedung tersebut mengangkat tangannya. 

Dan satu orang dipilih pembawa acara untuk mengajukan pertanyaan.

"Udah punya pacar?" Dan dibalas sorakan yang lain, walau pada nyatanya mereka juga penasaran.

Ratu tersenyum untuk menanggapinya, kemudian menggeleng.

"Lagi deket sama seseorang nggak?" Tanya yang lain. Gadis itu berpikir sejenak sebelum pada akhirnya menggidikkan bahunya. Antara yakin atau tidak. Ia memang sedang dekat dengan seseorang. Bukan. Tapi beberapa. Namun ia tidak pernah tertarik dengan mereka walaupun di antaranya ada yang berprofesi sebagai aktor papan atas.

"Ada orang yang disuka?" Dan gadis itu mulai terdiam. Masih dengan senyumannya yang menambah kadar kecantikannya.

Ratu mulai menatap lurus. Memandang seseorang di kejauhan sana. Kemudian mengangguk. Dan mereka pun mulai berisik untuk mempertanyakan siapa orang beruntung itu.

"Hm… Kasih tahu nggak, ya?" Dan ia tertawa kecil. Sedikit mempermainkan penggemarnya tidak buruk juga. "Orangnya ganteng, manis." Dan mereka semakin ribut. "Dulu pernah satu SD sama aku. Masih cinta monyet gitu. Hehe. Cuma dia pindah sekolah di kelas tiga SD, dan sampai sekarang nggak tahu dia sekolah di mana. Tapi,..." Ia memberikan jeda beberapa detik untuknya mengambil nafas. "Aku ketemu dia lagi hari ini." Senyumnya melebar.

Nara yang terus memperhatikan percakapan itu pun sedikit terkejut saat Ratu kembali menatap intens ke arahnya dengan senyuman yang lebar. Dan semakin terkejut saat gadis itu mengatakan kalimat berikutnya.

"Nara, aku bersyukur bisa ketemu lagi sama kamu. Aku masih suka sama kamu dari dulu!"

Para penggemarnya pun semakin ribut dan bertanya-tanya apakah orang yang bernama Nara ada di tempat itu sekarang. Atau mungkin 'Ratu' mereka hanya menyampaikannya saja tanpa ada yang menerima pesannya. Dan dengan itulah, para penggemarnya mulai sok mengaku bernama Nara.

Nara maupun Dimas terkejut. Pemuda tan itu langsung menatap Nara dan Ratu bergantian dan gadis itu masih saja memandangi Nara yang terdiam. Dan beberapa detik selanjutnya, Nara membungkuk sambil menekan bagian kepalanya.

"Lu nggak apa-apa?" Dimas mengkhawatirkan Nara. Namun gadis yang berprofesi sebagai penyanyi itu sudah memalingkan wajahnya pada pembawa acara sehingga tidak melihat Nara yang kesakitan.

Nara menggeleng pelan. "Nggak. nggak apa-apa, kok." Ia menegakkan kembali badannya dan menatap Ratu. Gadis itu mengenalnya sejak SD, namun tidak ada satupun ingatan yang bertengger di otaknya tentang kisahnya saat duduk di bangku kelas satu sampai tiga sekolah dasar dulu. Ia merasa ada yang tidak beres dengan ingatannya.

Quinn's Blood pun mulai bersiap kembali untuk memainkan lagu kesekian mereka, dan Ratu sudah siap dengan mic-nya di atas panggung. Menatap kembali Nara yang juga menatapnya.

"Kami akan membawakan lagu pertama kami yang berjudul Falling Love at The First Sight." Lagu pertama mereka adalah lagu biasa tanpa ada unsur rock di dalamnya. Benar-benar murni saat pertama kali mereka membentuk grup dan belum masuk ke genre yang sekarang.

Para pemain alat musik mulai melantunkan instrumen romantis yang menjadi lagu favorit vokalis mereka. Sang vokalis pun membuka mulutnya hendak menyanyikan lirik lagu pertama.

Sebelum semuanya menjadi gelap dan diiringi suara dentuman yang keras.

Orang-orang di dalam gedung itu rusuh, terkecuali Nara dan Dimas yang sudah waspada pada sekitarnya. Mungkinkah ini salah satu rencana dari orang misterius yang mengundang mereka ke acara ini? Apa rencananya?

Beberapa detik kemudian, lampu gedung menyala dan semua kembali terlihat. Beberapa orang di antara mereka pun bernafas lega. Namun sebagian lainnya tercengang pada pemandangan yang dilihat mata kepala mereka sendiri.

"Hei, i-itu-itu,..." Salah seorang menunjuk sesuatu di atas panggung. Tepat ke arah sesuatu yang tertimpa salah satu lampu sorot yang jatuh. Bukan. Lebih tepatnya seseorang.

"RATU!"

Dan hampir semua orang yang ada di sana berteriak ngeri, dan sebagian pingsan karena tidak kuat dengan yang dilihatnya, sedangkan Nara dan Dimas sudah terdiam di tempatnya berdiri. Firasat mereka benar. Satu nyawa lagi melayang.

Ratu, gadis cantik vokalis grup band itu meregang nyawa karena tertimpa lampu sorot seberat 12 kg yang jatuh di atas kepalanya. Mengakibatkan tengkoraknya hancur dan pecah. Bahkan sekilas terlihat 'sesuatu' berceceran, membuat yang melihatnya tidak dapat menahan rasa mual di perut mereka. Sadis.

Pandangan Nara menelusur ke segala arah, sampai ia menemukan seseorang yang tersenyum sambil memandanginya. Berbeda dari lainnya yang panik dengan wajah ketakutan. Orang ini begitu tenang dan terlihat senang. Orang itu pun menyeringai. Aneh.

Nara terus menatap orang itu. Ia pernah melihat sekali beberapa hari yang lalu. Saat ia berada di sebuah kedai. Seorang pemuda dengan rambut hitam kelamnya.

Mengambil satu langkah mendekati pemuda aneh tersebut dan kemudian langkah-langkah berikutnya, membuat Dimas yang berada di sebelahnya menoleh cepat.

"Nara!" Dimas memanggil Nara yang sudah jauh dan menghilang di balik kerumunan orang-orang yang panik mencari jalan keluar dari bar tersebut. Ia pun berusaha untuk mengejar Nara walaupun ia tidak tahu ke mana arah anak itu pergi.

Di sisi Nara, pemuda itu begitu penasaran dengan si sosok berambut hitam. Kali ini ia yakin orang itulah dalang di balik kejadian aneh akhir-akhir ini, juga si pengirim surat misterius. Orang itu dengan anehnya dapat berpindah begitu cepat dari satu tempat ke tempat lain. Dan langkahnya berakhir tepat di depan panggung, tempat tubuh tak bernyawa Ratu berada. Belum dijamah oleh siapapun. Masih tetap pada posisinya yang mengenaskan.

Nara memperhatikan mayat Ratu dengan nafas yang terengah. Lampu sorot itu terjatuh tepat di atas kepalanya. Padahal baru saja gadis itu menyatakan perasaan padanya, maut sudah menyerangnya. Ia jadi merasa miris.

Matanya beralih menatap lampu sorot yang kini sudah hancur bersama kepala Ratu. Ada juga beberapa baut yang berserakan di sekitarnya. Kepalanya pun mendongak menatap tiang-tiang besi penyangga tepat di atasnya. Tiang-tiang itu masih kokoh, tanpa ada bagian yang hancur sama sekali. Jadi, dapat ia simpulkan bahwa lampu ini terjatuh akibat baut yang terlepas dari lubangnya. Tapi bagaimana bisa itu terjatuh padahal saat acara baru saja dimulai itu terlihat normal? Sedang sibuk dengan pemikirannya, Nara ditarik kencang oleh seseorang menuju luar gedung.

"Menjauh! Menjauh!" Seru orang tersebut. Orang-orang lain dengan seragam yang sama pun berkata demikian sambil mengusir pengunjung acara tersebut.

Nara sudah berada di luar masih dengan kerutan di dahinya. Dimas pun menghampirinya dan menyentuh bahunya, bertanya apakah ia baik-baik saja. Kemudian Nara menatap Dimas serius.

"Dia dibunuh." Ucapnya pelan. Berusaha agar tidak ada orang lain yang mendengar ucapannya. Alis Dimas menyatu. Tanda ia bingung dan setuju di saat yang bersamaan. Ia bingung dalang yang membunuh gadis itu, dan setuju pada pernyataan Nara. "Orang itu, yang selama ini kirim surat, kemungkinan dia pembunuhnya." Nara menggigit bibir bawahnya. Khawatir. "Dan juga yang buat Wendi kecelakaan."

***

Berita mengenai kecelakaan di konser Quinn's Blood sudah menjadi perbincangan hangat di televisi maupun sosial media. Seperti namanya, panggung itu benar-benar dipenuhi oleh darah sang 'Ratu'. Itu terdengar seperti nama mereka menjadi kutukan tersendiri bagi mereka.

Bel berbunyi, mengejutkan Nara dan Dimas yang sibuk dengan lamunannya masing-masing. Dengan lambat tatapan mereka pun diarahkan ke depan, seorang pria tua berjalan masuk dan berdiri di depan kelas.

"Anak-anak," Ia mengawali. "Hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo, masuk." Dan masuklah seorang pemuda yang tersenyum sejak ia memasuki kelas tersebut. Semua murid di sana terpaku melihat pemuda itu, termasuk Nara dan Dimas. Bukan seperti murid baru itu orang terkenal atau memiliki ketampanan yang seperti malaikat. Bukan.

"Hai, namaku Alvin Eiji. Salam kenal." Ia membungkukkan badannya 90 derajat. "Ah, kalian pasti ngerasa aneh, kan?" Ia melanjutkan begitu melihat teman-temannya menatap aneh ke arahnya, kemudian tersenyum semakin lebar sehingga matanya mulai menyipit. "Aneh dengan rambut putihku."