Bayu berhenti di ujung koridor berdinding kaca, ia menghembuskan napas dengan kasar dan mengusap wajahnya berulang kali dengan gelisah. Satu tangannya masuk ke dalam saku celana.
Ia baru saja memperistri Viona dan entah kenapa hatinya terasa amat sakit karena teringat kenangan akan mendiang istri dan putranya. Airmata Bayu kembali menetes di pipi, sekarang, ia seolah kehilangan arah tapi demi Ibunya ia harus menjalani peran sebagai suami yang dipaksakan harus terjadi.
Tidak ada lagi yang bisa dilakukan sekarang selain pasrah menerima kenyataan. Namun, jangan harap ia akan berlaku dan berbuat sebagai suami bagi Viona. Ia pun tidak harus menafkahi wanita itu karena yang menginginkan Viona adalah ibunya, bukan dirinya.
"Mas Bayu ...." Suara Viona menyentak pria itu dari lamunannya.
Bayu memejamkan matanya dengan kuat, mengeringkan sisa airmata dan membalikkan tubuhnya menatap Istri barunya yang sangat tidak disukainya itu.
Bayu menatap Viona dengan tatapan datar dan dingin. Perempuan itu juga menatap mata Bayu seolah ingin membaca isi pikiran lelaki yang baru saja mengucapkan akad.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini, Mas?" tanya Viona hati-hati.
Bayu menyisir rambutnya dengan jemari ke arah belakang. Tampak terganggu dengan kehadiran Viona.
"Tidak ada urusannya denganmu!" sahut Bayu dengan nada penuh penekanan.
Wajah Viona yang dipoles makeup tebal dan baju kebaya putih membuatnya cukup mencolok di tempat itu sampai menarik perhatian beberapa perawat ataupun penjaga pasien yang lalu lalang di koridor.
"Pergi dari sini dan jangan pernah sekali-sekali datang menghampiriku, apa kamu paham?!" tegas Bayu dingin dan menusuk.
Ia butuh menyendiri dan Viona mengganggunya. Banyak sekali hal yang ingin ia pikirkan, apalagi pernikahan mendadak ini membuat kepalanya terasa berat, karena seluruh jiwanya menolak tapi tidak kuasa berontak.
Rahang Viona mengeras membuat wajah cantiknya berkerut-kerut menahan kesal dan amarah, tapi Lena telah mewanti-wanti agar dirinya tetap tahan banting apapun yang terjadi demi ratusan miliar yang telah berada di depan mata mereka.
"Aku mau nanya sesuatu sama kamu, Mas. Apa kamu keberatan dengan pernikahan kita?" tanya Viona dengan wajah sendu.
Bayu yang dari tadi merasa terganggu dengan kehadiran Viona, tertegun dengan pertanyaan yang dilontarkan istri barunya itu.
Viona masih menunggu jawaban Bayu tanpa berpikir untuk pergi dari sana.
Seketika Bayu menjawab dengan menghardik, "Untuk apa kamu bertanya hal yang sudah jelas?"
Raut wajah Viona tiba-tiba berubah dari kaget menjadi seolah menahan marah yang tidak bisa ia tunjukkan sekarang. Bukan tidak tahu kalau Bayu menolak memperistrinya, tapi ia tahu persis sebagai wanita yang kecantikannya dipuja oleh semua orang, kemolekan tubuhnya yang sangat memikat dan tidak membuat Bayu meliriknya adalah rasa sakit tersendiri baginya.
"Aku tahu pernikahan ini bukan kemauanmu tapi tolong jangan membuatku malu, Mas Bayu. Kita berdua telah menjadi sepasang suami istri sekarang dan kamu harus menjalaninya sesuai dengan–,"
"Sesuai dengan apa?" Bayu tiba-tiba memotong ucapan Viona. "Tutup saja mulutmu itu Viona. Jangan pernah berharap kita akan menjadi sepasang suami istri yang sebenarnya," pungkas Bayu sambil berjalan berlalu meninggalkan Viona yang mematung di tempatnya berdiri.
Pernikahan yang baru berlangsung beberapa menit itu bukannya menjadi hal yang membahagiakan justru membuahkan pertengkaran diantara mereka. Viona memejamkan mata kuat-kuat, ia benar-benar merasa amat marah sekarang.
Bagaimana bisa Bayu membencinya seperti ini? Ia tidak melakukan kesalahan apapun dan berusaha terlihat manis di depan pria itu tapi Bayu rupanya sangat arogan.
Dengan tangan terkepal erat, Viona berjanji pada dirinya sendiri akan mempertahankan Bayu agar ia bisa mendapatkan apa yang ia dan ibunya inginkan.
'Aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku, Bayu. Kita lihat saja nanti,' batin Viona dengan mata berkilat-kilat penuh kelicikan. Ia telah memutuskan untuk menyusun rencana sambil terus bertahan sekokoh batu karang.
***
Di dalam ruang president suite. Bayu duduk sambil menundukkan wajahnya, ia merasakan sesuatu telah terjadi pada ibunya tapi tidak tahu apa yang terjadi.
"Pulanglah, istirahatlah dengan istrimu di rumah, Nak. Mama baik-baik saja disini, ada perawat dan ibu mertuamu yang akan menemani mama," ujar Mariana menatap Bayu dengan tatapan penyesalan.
"Iya, Nak Bayu. Pulang saja sama Viona. Nanti Mama jagain Mama kamu disini," timpal Lena sambil tersenyum penuh kepalsuan.
Wanita setengah baya itu mengerling ke arah putrinya, meminta Viona untuk mengajak Bayu pulang. Viona tersenyum lebar dan segera menggeser tubuhnya mendekati lelaki itu, lalu menyelipkan tangannya di lengan kekar Bayu.
"Mas ... Ayo kita pulang, nanti kita datang lagi besok," ujar Viona dengan suara yang dibuat semanis mungkin di hadapan Mariana.
Melihat gadis sebaik dan secantik Viona menjadi pasangan Bayu, membuat Mariana gembira sekaligus merasa sedih karena putranya benar-benar menolak kehadiran gadis itu.
"Benar kata istrimu, Bayu. Kalian bisa datang lagi besok. Mama akan senang jika kalian berduaan di rumah daripada menghabiskan waktu dirumah sakit ini. Kamu juga tampaknya kelelahan, mama tidak ingin kamu jatuh sakit dan menyusahkan istrimu di hari pertama pernikahan," pinta Mariana dengan terpaksa, hati kecilnya merasa tidak tega melihat Bayu yang tidak bahagia.
Bayu memang merasa lelah tapi ia tidak peduli dengan hal itu karena ia lebih memperdulikan kesehatan Mariana. Ia kemudian melihat ibunya tersenyum, tapi senyumnya bukan senyum merasa senang.
Mendengar penuturan Mariana yang seakan bertolak belakang dengan hatinya sendiri, Bayu merasa tersentuh, mungkinkah sang ibu telah menyadari kalau pernikahan ini tidak akan berjalan dengan semestinya? Menyadari kalau Bayu sedang mengorbankan diri demi menuruti permintaan Mariana?
Ia menurunkan genggaman tangan Viona dari lengannya sambil berkata, "Apa kamu gak malu menyentuh lelaki yang tidak menyukaimu di hadapan orang tua?"
Namun, ia segera menoleh ke arah Mariana sambil menganggukkan kepalanya. "Baik, Ma. Aku akan membawa pulang Viona ke rumah. Mama baik-baik disini, sampai besok," ujar Bayu seraya berdiri dan melangkah cepat ke pintu, meninggalkan Viona yang masih tertegun di atas sofa.
Melihat hal itu, Lena merasakan kegeraman dalam hatinya. Bahkan, Bayu tidak meliriknya sama sekali dan tega memperlakukan putrinya seperti itu di depan matanya sendiri.
"Aku pamit ya, Ma." Viona berkata dengan amat manis kepada Mariana.
Mariana tersenyum jeri sambil mengelus pundak menantunya itu, seolah berkata, "Yang sabar ya menghadapi putraku." Namun, kalimat itu hanya berkoar di dalam hatinya saja.
Masih menggenggam tangan Mariana, Viona diam-diam melirik Lena yang ada di seberang ranjang. Lena mengerjap pelan seolah memberi isyarat kepada Viona.
Perempuan itu pun segera menegakkan punggungnya dan masih dengan senyuman yang sama, menatap ibu mertuanya dengan mata berbinar.
"Oh ya, Ma. Aku boleh tidak meminta acara resepsi pernikahanku dengan Mas Bayu dilangsungkan di Bali?" tanya Viona memasang wajah lugu dan memelas.
Mendengar itu Mariana tidak bisa segera menjawab. Karena keputusan setelah akad, sepenuhnya berada di tangan Bayu, apalagi ia sadar kalau putranya tidak akan membuka diri dan hati pada Viona.
"Bali? Kenapa kamu tidak mencoba untuk memperbaiki hubungan dulu dengan Bayu? Mama rasa, kalau kamu bisa menyentuh hatinya, jangankan Bali, minta di manapun d dunia ini, akan disetujuinya," jawab Mariana yang merasa sudah cukup. Tidak ingin lagi menambah beban batin putranya.
"Benar kata mama mertuamu, Vio. Perbaiki dulu hubunganmu dengan Bayu. Taklukkan dia," sambar Lena sambil tersenyum, meski hatinya sangat kecewa mendengar jawaban Mariana.
Ia mendekati besannya lalu menggenggam tangannya.
"Tapi, mungkin kamu juga bisa bujuk Bayu untuk melaksanakan resepsi, biar kamu senang Ria. Sudah lama sekali kan kita tidak berpesta?" Lena membujuk Mariana.
Mariana pun tersenyum kecil. Wanita paruh baya itu kemudian mengangguk dan menepuk-nepuk pelan punggung tangan Lena. "Benar, Len. Aku akan coba bicara pada anakku, tapi kalian juga harus berupaya agar Bayu setidaknya bisa bersikap ramah. Maafkan aku karena terlalu memaksakan kehendak pada Bayu hingga dia bersikap kasar pada kalian," ucap Mariana dengan nada sendu.
Sementara itu Viona pura-pura tersenyum lebar agar terlihat tulus. Ia mengangguk dengan sikap khidmat pada ibu mertuanya. "Aku akan terus berusaha, Ma. Jangan khawatir," ucapnya mantap.
Sementara itu, di dalam mobilnya, Bayu menerima tablet yang disodorkan oleh supirnya. "Tuan, ini laporan dari tim pengacara."
Bayu membaca data yang tertera pada layar tablet. Semua data tentang Viona dan Lena sepeninggal Wicaksono hasil penyelidikan anak buahnya.
Tercatat jika Viona pernah tertangkap polisi meski bisa lepas dalam waktu singkat karena laporan penipuan dan bukan hanya satu atau dua kali, tapi berkali-kali dari mulai arisan senilai ribuan dolar sampai penipuan investasi bernilai milyaran.
"Shit! Penjahat bisa masuk menjadi anggota keluarga karena menjadi istriku?!" teriak Bayu dengan sangat marah sambil meninju jok mobil di depannya berulang kali.
"MAMA!" terikanya lagi benar-benar menyesali kalau ibunya telah tertipu mentah-mentah oleh manusia-manusia laknat itu.