Chereads / Miss Gentleman / Chapter 5 - Mbah Dukun

Chapter 5 - Mbah Dukun

Nyi Ayu yang kini mulai memahami kalau ia sekarang adalah seorang laki-laki yang bernama Ali, ia memandangi keempat orang yang masih di ruangan tengah, memandangi keluarganya Ali. Mereka adalah keluarga tubuh yang ia masuki, pasti mereka juga kebingungan karena tubuh keluarganya dimasuki dirinya, "apakah aku terus tetap jadi Ali?" ucapnya pelan, air matanya menerobos masuk.

Cepat-cepat ia mengusap air matanya, karena Iin Ibunya Ali menghampirinya, "Ali, minum dulu nih!" ujar Iin sambil menyodorkan gelas berisi jus jeruk, "maaf yah, Emak bingung harus manggil Lu siapa? Emak tahunya Lu itu Ali. Lu panggil saya Emak aja! Tenang aja, Emak pasti bantuin Lu!" ucapan Iin terdengar tulus.

Ali menerima gelas tersebut, dan langsung meminumnya. Saat tegukan pertama ia merasakan rasa segar, karena jus jeruk dingin mengalir membasahi tenggorokannya yang sedari tadi terasa kering. Tanpa ragu, Ali langsung meneguknya sampai tak tersisa, "ahhhh...segar sekali. Terima kasih, Mak." Ucapan Ali terasa berat saat menyebut kalimat 'Mak'.

"Sama-sama." Jawab Iin sambil tersenyum lebar.

Ali merasakan ada yang aneh dengan senyuman wanita tua yang sekarang berdiri di hadapannya, senyum lebarnya seperti menyimpan sebuah arti. Ali mencoba mengira-ngira ekpresi wanita di hadapannya, tapi ia merasa wajah wanita di hadapannya seperti berbayang, kepalanya terasa berat seiring bertambah lebarnya senyuman Iin, "ah..kepalaku." Ali memegangi kepalanya yang terasa berat.

Pandangannya tiba-tiba menjadi berat. Bughhhh...

Aji dan Adel yang sejak tadi duduk di meja makan berlari menghampiri ibu mereka, Sarji bapaknya Ali yang baru saja keluar dari rumah langsung masuk ke ruangan tengah.

"Mak, kenapa sama Bang Ali?" tanya Aji yang merasa heran, karena Ali tiba-tiba roboh.

"Emak, kasih Abangmu obat tidur." Jawab Iin tersenyum lebar.

Wajah Aji dan Adel terlihat melongo, Sarji langsung memeriksa tubuh Ali untuk memastikan kalau Ali sudah tak sadar, "Aji, panggil Mbah Darwi, cepat!" pinta Sarji dengan nada panik.

"Siap Beh." Jawab Aji gesit, ia langsung berlari ke luar rumah.

Sarji langsung ke luar rumah, sementara Adel menatap keluarganya kebingungan, "Lu jangan bengong di situ, Del! Beresin kursi sebelah sana! Bentar lagi Mbah Darwi datang." Iin mengagetkan Adel.

Adel langsung menuruti perintah Iin, membereskan kursi di samping meja makan agar lantai sebelahnya luas. Tak lama Sarji muncul dengan membawa sebuah rantai besi panjang, "untung, gua masih nyimpen rantai sepedanya Ali dulu. Ayok bantuin gua!" ucap Sarji dengan wajah puas, matanya sambil menatap ke arah tubuh Ali.

Sarji mengikat tubuh Ali dengan rantai sepedanya, dibantu oleh Iin. Rantai tersebut dililitkan ke tubuh Ali.

"Bang Ali udah kaya penjahat aja, Beh. Diikat pake rantai, kasihan kan." Adel bersuara dengan rasa iba.

"Diam Lu, Del! Lu mau Abanglu selamat, gak?" bentak Sarji pada anaknya, wajah Adel langsung muram. Adel memajukan bibirnya.

Terdengar bunyi langkah kaki cepat dari arah luar rumah, mereka semua menoleh ke arah pintu. Aji muncul dengan membawa seseorang yang berpakaian serba hitam, wajah Sarji dan Iin langsung sumringah, sementara Adel terlihat menyunggingkan bibir atasnya.

Orang tersebut memakai jubah hitam yang sudah kucel, kusut, dan terdapat beberapa lubang di jubahnya, tanda jubah tersebut sudah terlalu lama dipakai. Rambut orang tersebut panjang dan gimbal, warna janggut hitamnya yang sudah berbaur dengan warna putih, serasi dengan warna kumisnya, yang panjang sampai menutupi bibir atasnya, sementara bibir bawahnya menyumbul berwarna hitam, sorot mata yang tajam menambah seram, dan warna bulu alisnya senada dengan warana janggut dan kumisnya, putih bercampur hitam.

Turban lusuh yang sudah tak jelas warnanya, mungkin tadinya turban itu berwarna hitam tapi sudah seperti warna abu-abu, kalung seperti tasbih sukuran biji salak menjulur hingga perutnya. Dialah Mbah Darwi, dukun terkenal di kampung Sarji.

"Ada urusan apa, kalian manggil gua? Kalian tahu kan? Manggil gua keluar, bayaranya double!" ucap Mbah Darwi dengan suara geram.

"Itu urusan belakangan, Mbah! Yang penting obati dulu anak Gua, Si Ali!" jawab Sarji tegas, sambil menunjuk tubuh Ali yang sudah dililit rantai besi.

"Kenapa sama anak Lu?" tanya Mbah Darwi yang tak melihat ada keganjalan pada Ali, karena Ali tertidur pulas.

"Lah, katanya dukun sakti? Masa gak bisa nebak." Oceh Adel dengan suara heran.

Semua orang yang ada di sana langsung menatap Adel geram, apalagi tatapan Mbah Darwi yang merasa harga dirinya dilecehkan oleh Adel, "Heummmmm..." Mbah Darwi bersuara geram, dengan mata yang tajam, tapi Adel malah membalas tatapan Mbah Darwi dengan tatapan mengejek.

"Adel, diem Lu!" bentak Sarji, yang merasakan kalau Mbah Darwi kesal.

"Gini, Mbah. Anak Gua Ali, pas bangun tidur kaya orang kerasukan. Dia ngaku putri raja, Nyi siapa ya namanya?" jelas Sarji sesopan mungkin.

Wajah Mbah Darwi kini fokus menatap Ali, yang tertidur pulas di atas sofa, ia memegangi janggut hitam putihnya. Mbah Darwi menutup matanya, jari-jari tangannya seperti sedang meremas-remas sebuah benda, sedangkan bibir bawahnya terlihat berkomat-kamit, kemudian Mbah Darwi membuka matanya menatap tubuh Ali, "grokkk...grokkk grokk.." suara dengkuran Ali terdengar keras, saat Mbah Darwi menatap tubuh Ali.

Sarji, Iin, Aji dan Adel menyaksikan kejadian itu bingung. Sarji terlihat takjub, Mbah Darwi berkomat-kamit saja bisa membuat Ali mendengkur keras, senyum puas mengembang di wajah Sarji.

"Bawa tubuhnya di sana, duduk dan sandarkan di sana! Ambilkan air dalam baskom besar dan es teh segar!" perintah Mbah Darwi tegas.

Mereka langsung sigap mengikuti perintah Mbah Darwi. Sarji dan Aji menggotong tubuh Ali ke lantai, membawa tubuh Ali untuk duduk dan bersandar, sementara Iin dan Adel ke dapur. Iin mengambil baskom plastik besar diisi air, sementara Adel membuat es teh.

"Letak situ!" tunjuk Mbah Darwi ke depan tubuh Ali, saat Iin muncul membawa baskom besar berisi air. "Es tehnya mana?" tanya Mbah Darwi heran karena permintaanya belum lengkap.

"Itu lagi dibikin Adel, Mbah." Jawab Iin sopan.

Mbah Darwi mengangguk-angguk, "iya, gak apa-apa." Wajah Mbah Darwi terlihat tenang.

Kemudian Mbah Darwi duduk bersila di depan baskom, tangannya merogoh saku di jubahnya, mengeluarkan buntalan hitam, sapu ijuk panjang, lonceng angin, 2 kantong plastik. Mbah Darwi membuka 2 kantong platiknya, plastik yang pertama berisi bunga 7 rupa, Mbah Darwi menuangkan bunga tersebut ke dalam baskom yang berisi air, lalu mengambil plastik kedua, sebuah serbuk yang tercium aroma menyan, Mbah Darwi juga menaburkan serbuk menyan tersebut ke dalam air baskom.

Tiba-tiba wajah Mbah Darwi terangkat ke atas, seperti menghirup sesuatu. Sarji, Iin dan Adel langsung waspada, saat melihat Mbah Darwi. Sepertinya Mbah Darwi merasakan sesuatu, mereka menyusuri arah tatapan Mbah Darwi. Mbah Darwi menatap ke dapur, melihat Adel yang sedang memegangi nampan berisi es teh.

"Aaaa..ada apa, yah? Kenapa Mbah Darwi menatap aku seperti itu?" suara Adel bergetar ketakutan, karena tatapan Mbah Darwi terlihat menakutkan.

"Mbah, yang sakit Ali, bukan Adel." Jawab Iin yang menyadari kalau Adel ketakutan, ia langsung berlari menghampiri Adel yang terlihat ketakutan.

"Kemarilah!" suara Mbah Darwi terdenagr menyeramkan, Adel dituntun oleh Iin menghampiri Mbah Darwi.

Mata Mbah Darwi menatap nampan yang dibawa Adel, Iin langsung mengambil nampan di tangan Adel karena ia ingat permintaan Mbah Darwi yang belum tersedia adalah es teh, "maaf Mbah. Es tehnya lama." Ucap Iin sambil meletakan es teh di samping baskom.

"Heummm..." guman Mbah Darwi dengan suara menyeramkan.

Mereka semua terlihat sangat ketakutan melihat tatapan Mbah Darwi. Mbah Darwi menurunkan pandangannya menuju es teh, tangannya menyambar cepat gelas es teh tersebut, lalu menenguk air es teh tanpa jeda, secepat kemudian es teh itu sudah tuntas, dan meninggalkan es batunya saja.

"Ahhhh..segar sekali rasanya." Ucap Mbah Darwi dengan suara yang bahagia.