"Mom, can I bring my Nintendo Switch?" Issac sedang merajuk pada ibunya, Natasya. Kilatan mata memohon dilancarkan oleh anak laki-laki berusia tujuh tahun ini. Semua teman sekolahnya mengajak Issac untuk bertanding Super Smash Bros Ultimate.
"Kamu di sekolah emangnya gak belajar, Kak?" Natasya sibuk memasukkan bekal makan siang ke dalam tas Issac yang berjumlah empat jenis makanan. Mungkin nasibnya sial ketika laki-laki tua bangka yang berkedok sahabat mami dan papinya itu merenggut paksa kehormatannya. Tapi melihat Issac yang nyaris ia hilangkan nyawanya sekarang tumbuh menjadi anak cerdas, membuat Natasya rela melakukan apa pun untuk anak ini. Semua perhatian dan kasih sayang berlebih akan Natasya berikan.
"Belajar, mainnya pas jam istirahat. So can I?" Issac menggerakkan Nintendo-nya ke depan wajah Natasya. Meski, ibunya ini galak luar biasa tapi Issac tau, Natasya tidak pernah menolak permintaannya.
"Tanggung jawab tapi ya. Awas ilang, mama gak mau gantiin lagi itu mainan buat kedua kalinya." Ok, jeleknya Natasya dia selalu menuruti maunya Issac. Apa Issac berubah menjadi anak manja? Beruntungnya setelah diceritakan kisah 'horor' tentang kehidupan Mayla oleh pemain utamanya sendiri. Issac perlahan berubah menjadi anak penurut meskipun terkadang penyakit manjanya suka kambuh. "Let's go." Natasya menyampirkan tas selempangnya dan tumblr berisi kopi.
Natasya mengunci pintu apartemen yang kalau kata Ganendra dan Mayla. "Alhamdulillah ya, cece sekarang bisa kebeli apartemen gede pake duit sendiri. Dulu selalu ngejerit minta uang jajan dari mamih."
Panjang umur salah satu manusia yang selalu menghina hidup glamornya, muncul di depan pintu masuk apartemen.
"Morning Issac, ganteng amat sih ponakan onti nih." Mayla berjongkok tepat di depan Issac, mensejajarkan posisinya agar bisa mencubit pipi gembil Issac.
"Morning sister Mayla. Why are you so fat?" Bergantian Issac yang mencubit pipi tembam Mayla. Panggilan 'sister Mayla' terbawa oleh Issac karena kerap kali mendengar ibunya memanggil Mayla dengan sebutan sister.
"Cause I ate a lots of cakes and lucky for you…" Mayla mengeluarkan kotak makan siang berukuran sedang yang ia berikan pada Issac, "I made this little cupcakes for your lunch."
"Aku bisa gendut setiap hari dibekali makanan manis." Issac menerima kotak makan siang itu dengan senang hati. Baginya belum ada yang mengalahkan rasa cupcake buatan sahabat ibunya ini.
"Go, go nanti kamu bisa telat masuk kelas." Natasya menghentikan jalinan kasih sayang antar kedua manusia yang lebih cocok jadi ibu dan anak dibandingkan dirinya. Ya memang tidak aneh. Dulu saat melahirkan Issac, di saat kedua orang tua Natasya sibuk mencari laki-laki yang menghamili anaknya. Hanya Mayla dengan sigapnya mengantarkan ke rumah sakit. Ia menemani Natasya melewati masa paling menyiksa selama 18 jam, dan memeluk Issac untuk pertama kalinya karena Natasya tidak mau menatap bayi merah itu sedetik pun.
Sepanjang perjalanan ke sekolah Issac, Natasya sengaja membiarkan Issac untuk bermain Nintendo agar ia mudah membicarakan masalah pribadinya pada Mayla. "Lu gak sibuk banget kan hari ini?"
"Demi lu, hari ini gue tutup toko setengah hari. Ada apean si? Gila ye, gue lagi BU (butuh uang) banget lu suruh nemenin belanja baju." Logat Betawi Mayla belum hilang meski sudah bertahun-tahun tinggal di Amerika.
"Iki ta, I ki butuh saran ndek kowe. Mumet wisan kit mbiyen (1) " Begitu pun juga dengan logat Surabaya Natasya, selalu keluar kalau kepepet. Untungnya Mayla mengerti, karena di Surabayalah dia mengenal Natasya dan Ganendra. Di SMA yang sama.
"Saran apean? Lu kalo bawa-bawa Nendra lagi, cabut nih gue di depan sekolah anak lu." Mayla mulai bosan dengan drama kisah cinta tak terbalaskan Ganendra ke Natasya. "Jadi ini nemenin belanja baju cuma alibi?"
"Hooh, abis anter Issac kita pergi ke kafe biasanya. Gak usah banyak tanya dulu." Natasya kembali fokus menyetir. Otaknya penuh dengan berbagai macam masalah masa lalu yang tidak kunjung selesai.
Kurang lebih 35 menit, Natasya menghentikan mobilnya di depan jalan sekolah Issac. Setelah memberikan banyak wejangan dan melakukan cium pipi kanan kiri dengan Issac, Natasya kembali memacu mobilnya ke kafe tempat biasa Natasya mengeluarkan keluh kesahnya hanya pada Mayla.
"Lu bawa kopi tapi mesen kopi juga. Berat banget nih keknya masalah." Mayla menyesap secangkir flat white-nya sebelum menyalakan sebatang rokok yang telah ia siapkan.
"I've had sex with Kama." Sontak Mayla terbatuk-batuk karena asap nikotin yang belum kunjung ia embuskan.
"What? Anjing, jangan bilang dua hari lalu, Kama gak pulang karena nginep di apartemen lo?" Sekarang Mayla tau kemana sahabatnya itu, setelah mendapati rumah mereka kosong.
"La…" Tubuh Natasya mendadak kaku, keringat dingin keluar dari jemari-jemari lentiknya.
"May! Lo manggil gue La cuma kalo nyindir hubungan gue sama Kama. Terus depresi lo ilang abis tidur sama Kama?" Nada bicara Mayla berubah sinis. Jauh, sangat jauh di dalam hatinya, ada rasa perih yang tersamarkan oleh trauma masa lalunya.
"I can explain." Natasya berusaha menahan air mata agar tidak tumpah ke permukaan pipi mulusnya. Satu tahun terakhir ini, dia pun juga tau Mayla pelan-pelan mencoba membuka lembaran baru dengan Kama. "Gue gak bisa tidur, May. Mimpi buruk tentang malam itu balik lagi. Dosis obat dari psikiater gue gak ngaruh. Selama ini kan lo tau, gue mati rasa sama hal-hal berbau…"
"Cinta? Terus perasaan lo ke Nendra itu apa?" Mayla memalingkan wajahnya ke arah jalan. Tangan dan mulutnya berpura-pura sibuk menikmati nikotin dari rokok yang diapit dua jarinya.
"Lo semua tau gimana gue setelah malam itu. Lo paling tau gimana struggle-nya hidup gue setelah diperkosa, May. Gue bikin usaha di sini karena gue gak bisa jadi orang kantoran yang berbaur sama orang. Jutaan mimpi buruk masih sering gue hadepin sampe hari ini." Natasya menarik napasnya dalam-dalam sebelum mengeluarkan perkataan yang mungkin akan menyakiti Mayla. "Lo tuh beruntung, ada dua laki yang cinta mati sama lo. Tapi lo gak pernah bales perasaan mereka atau state tentang perasaan lo ke mereka. Lo trauma sama Abi? Menurut gue itu dusta, alibi kalo lo masih cinta sama Abi. Lo gak punya trauma."
Mayla memutar kepalanya, melihat Natasya dengan sorot mata ingin menyakiti perempuan di depannya. Tapi, mulutnya masih terkunci rapat. Menunggu perkataan apalagi yang akan diucapkan oleh Natasya.
"Dua hari lalu gue hubungin Nendra. Minta dia nemenin gue di apartemen. Gue takut, May. Gue gak tau Nendra lagi ada masalah apa sampe akhirnya kita ribut. Masalah perasaan gue ke dia, perasaan dia ke lo jadi kebawa-bawa." Natasya menghapus dua tetesan air mata yang berani keluar dari pelupuk matanya. Selama ini dia selalu bersikap baik-baik saja, tidak ada yang boleh melihatnya terpuruk. Sekalipun itu tiga sahabatnya dan Issac.
"Nendra akhirnya ngomong ke gue. Mending gue telfon Kama, karena kita sama-sama 'sakit', sama-sama sok anti sosial karena penyakit. Nyuruh gue tidur bareng aja sama Kama, jadi bikin jalan dia lebih gampang untuk dapetin lo. Gue ke-trigger, May." Bahu Natasya sudah bergerak naik turun, emosi selama dua hari ia keluarkan demi melapangkan perasaannya. "Iya…Kama cowok pertama yang nge-sex sama gue setelah kejadian tujuh tahun lalu. Sorry May, malam itu Kama juga ngerasa bersalah. Rasa puas malam itu gak ada apa-apanya dibandingkan persahabatan kita."
"Service Kama enak, Nat? Lo bilang puas berarti bener dong apa kata Nendra. Kalian cocok satu sama lain karena punya trauma. Gak kayak gue dan Nendra yang hidup lempeng-lempeng aja. Gak ada beban di pundak." Mayla mengekeh, terlalu lucu. Ternyata belasan tahun bersahabat, tidak menjamin hubungan mereka berempat akan baik-baik saja.
"Iya, puas May. Malam itu Kama ngasih kenikmatan sex yang gak pernah gue dapet. Lo mau dengar gue ngomong jujur, kan?" Mati rasa psikisnya kembali menyeruak, siap bersikap jahat dan tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya. Natasya juga tidak segan kalau saat ini harus ribut dengan Mayla. "Lagian gue cerita karena gue tau lo mulai ada perasaan ke Kama. Gue gak mau nyimpen rahasia. Tapi sekarang lo marah apa hak lo? Lo bukan siapa-siapa Kama selain HANYA tinggal satu atep." Jiwa preman disertai mulut pedas Natasya berani terang-terangan ia tunjukan pada Mayla. Niatnya ia ingin meminta maaf karena rasa bersalah pada Mayla. Tetapi melihat reaksi sahabat perempuannya ini, Natasya jadi muak dan marah.
Mayla menyampirkan slingbag-nya ke bahu, "Okay then. Selamat kalo gitu buat lo dan Kama. Terserah lo mau sama siapa, gue gak peduli lagi, Nat. Gue balik kerja, mau ngumpulin duit biar tajir kayak lo. Jadi gak perlu repot lagi mikirin utang dan duit buat keluarga gue." Mayla berdiri dari posisi duduknya, mulai melangkah meninggalkan Natasya.
Sebelum tangannya menyentuh pintu kafe yang menghubungkan ruangan outdoor dan indoor, Mayla membalikkan tubuhnya, "Oya, mungkin lo gak tau. Tujuh tahun lalu, pikiran gue hari itu cuma pengen Natasya Mayadipura Tanuwijaya selamet pas ngelahirin anaknya. Lo gak perlu liat dan tau keadaan gue sebenernya kayak gimana." Mayla tersenyum, "Tiga hari sebelumnya gue baru aborsi anak gue sama Abi. Kama tau kok, soalnya dia yang nemenin gue di kamar kos. So, selamat menjadi 'obat' baru untuk Kama." Mayla membalikkan tubuhnya dan benar-benar menghilang dari pandangan Natasya.
—------------------------------------------------------------
1.Ini lho gue butuh masukan dari lo. Pusing gue mikirinnya dari kemaren-kemaren.