Chereads / Street of Broken Dreams / Chapter 7 - He's Back

Chapter 7 - He's Back

"Hai May, long time no see." Abi terlihat sangat santai menyapa mantan kekasihnya. Tidak ada perasaan canggung berhadapan langsung dengan Mayla dan Ganendra. "Aku pikir kamu sama si anak cengeng. Apa kabar, Dra?" Bahkan Abi berani mengulurkan tangan ke hadapan Ganendra.

'Gak, gak ini pasti mimpi.' Mayla mencubit tangannya sendiri. 'Sialan! Apalagi rencana tuhan sekarang?' decak Mayla.

"May, kita masih ada urusan." Ganendra tidak menyambut jabat tangan bersahabat Abi. Ia menautkan jemarinya ke tangan dingin Mayla, bersiap mengajak Mayla pergi.

Abi tertawa melihat pemandangan di depan matanya. "Aku gak nyangka kamu jadinya sama Nendra, kamu emang paling gak bisa jauh-jauh sama laki-laki rebel, ya."

"Gue pikir lo udah mati, Bi. Masih aja menuh-menuhin bumi." Ganendra tidak terlihat takut menghadapi Abi. "Yuk May, masih belum kebeli mixer yang lo mau." Ganendra mulai menarik tangan Mayla agar segera pergi menjauh dari racun masa lalu Mayla. Langkah Mayla baru maju empat kali, sampai ucapan Abi membuat Mayla menahan tangan Ganendra agar berhenti berjalan.

"Jadi juga kamu buka bakeri di sini? Uangnya cukup, May?"

Mayla melepaskan tangan Ganendra, berbalik menuju Abi yang membentuk kurva kemenangan di bibirnya. "Mau lo apa, sih? Nyaris delapan tahun lo ninggalin gue di kamar kos sendiri, lo pergi setelah semua yang gue lakuin buat lo. Hidup gue kesiksa, gue capek!" Mayla sedikit berteriak, ia tidak mau menarik perhatian orang-orang sekitar, meski sudah ada beberapa pasang mata yang melihat.

Abi maju dua langkah, mengikis jarak antara dirinya dan Mayla. Dia membelai rambut panjang Mayla, mengusap pipi tembam perempuan kesayangannya. Mata Abi berhenti melihat netra hitam Mayla, tidak hanya dulu, sekarang pun masih menghanyutkan. Bedanya dulu ada percikan kebahagiaan, sekarang terlihat seperti ada pecahan luka. Abi mendekatkan wajahnya ke telinga Mayla.

Jantung Mayla berdetak dua kali lebih cepat, bukan seperti dulu yang diikuti dengan kupu-kupu terbang di perutnya. Sekarang berdetak ketakutan, kilasan memori bersama Abi masuk ke pikirannya. Bibir Abi mengucapkan 12 kata, mata Mayla membulat sempurna. Tidak pernah menyangka laki-laki ini masih bisa membiusnya.

Tak lama Abi hanya menyelipkan kecupan di pipi dan berlalu meninggalkan Mayla. Menyisakan secarik kertas di telapak tangan Mayla.

"May, what did he say?" Ganendra menyentuh pundak Mayla, membawa kembali kesadaran Mayla yang sempat hilang beberapa menit lalu.

Mayla buru-buru meremas kertas itu dan memasukkannya ke saku jeans. "Makan yuk, Dra. Belum makan siang kita." Mayla mengalungkan tangannya ke lengan Ganendra. Membuat adegan tadi seolah-olah tidak berarti apa pun bagi Mayla.

Ganendra tau ada yang salah. Ada satu hal yang membuat Ganendra suka pada Mayla, selain satu masalah mereka yang sama persis. Mayla adalah teman seru ketika diajak pergi kuliner. Mulut perempuan ini bisa menerima jenis makan apa pun tanpa protes. Tetapi, ketika melihat Mayla hanya memutar garpu di atas piring, sesuatu pasti sedang melanda pikirannya.

"May, kalo lo sebenernya masih ada rasa sama Abi, gue gak masalah kok. Gue paham, tapi apa lo mau terus-terusan kesiksa sama hubungan beracun kalian?" Ganendra mengangkat dagu Mayla agar melihatnya.

Mata merah karena tetesan air mata yang sudah menetes dari tadi tidak bisa membohongi Ganendra kalau memang ada masalah pasca pertemuan dua mantan kekasih.

"Dra…gue gak tau pertemuan tadi kesialan atau….keberuntungan buat gue. Abi…Abi…." Mayla melepas garpunya hingga jatuh ke lantai. Kedua tangan Mayla menangkup wajahnya, membiarkan isak tangis keluar. Ganendra berpindah duduk dari semula berseberangan kini di samping Mayla. Ia menarik perempuan yang sangat jarang menunjukkan kesedihannya pada orang lain ke dalam pelukan.

Ganendra membiarkan Mayla mengeluarkan semua beban, melepas semua sakit selama hampir delapan tahun menenggelamkan Mayla pada gelombang ombak yang terus menggulung tanpa henti.

Pelukan Mayla mulai melonggar, ada suara lirih yang mengucapkan untaian kata menyakitkan. "Abi anggep semua utang ke rentenir lunas kalo…"

'Please gak usah diucapain." Ganendra meremas tubuh Mayla berharap perempuan ini tidak menyelesaikan perkataannya.

"Kalo gue muasin dia sekali lagi, malam ini" Mayla mengucapkan inti ucapan yang dibisikkan Abi siang tadi.

'Bangsat!!' Ganendra menjauhkan tubuhnya dari Mayla. Rahang mengeras di wajah tegas Ganendra.

"Gue harus gimana, Dra?" Mayla ingin melepas beban masa lalunya satu persatu. Kepala dan hatinya sudah bertabrakan semenjak Abi membisikkan racunnya lagi.

"Gue bayar semua utang lo. Gak usah lo turutin maunya itu bajingan. Berapa sisanya?" Ganendra mengambil ponsel dari saku celana.

"Kalo semudah itu, gue udah minta tolong sama lo dari dulu, Dra. Ini Abi, dia gak pernah main-main sama ucapannya. Dia sekarang tau gue buka bakeri di sini. Cepat atau lambat dia pasti obrak abrik lagi hidup gue. Nambahin masalah, gue…"

"Terus lo mau nyerahin badan lo ke dia? Lo sinting ya?"

"Keluarga gue, lo, Natasya, Kama, semua yang berkaitan sama gue pasti kena. Menurut lo kenapa gue gak bisa lepas dari dia sebelum akhirnya dia mundur duluan?" Mayla sudah sangat hafal dengan akal bulus Abi. Tau bagaimana manipulatifnya laki-laki itu. "Sekarang bisa selesai pake duit lo tapi gue sadar Abi orang yang ngehalalin segala cara buat dapet yang dia mau."

"May, nyaris delapan tahun dia gak ganggu idup lo…" Ganendra gemas akan sikap pasrah Mayla.

"Dia pasti nyari gue, dia pasti nyoba berbagai macam peruntungan. Beruntung buat dia hari ini karena gak sengaja ketemu gue di sini. Dia tau betapa sukanya gue sama Budapest, iris kuping gue kalo ini bukan pertama kalinya dia ke sini." pungkas Mayla cepat. Buntu, jalannya sudah terjegal oleh langkah Abi.

"May, lo selalu bantu gue. Biarin kali ini gue bantu lo, please jangan semudah ini lo nyerah." Ganendra tidak mau melihat Mayla terluka lagi, jatuh ke dalam kubangan lumpur yang sama. Dia tau betapa susah payahnya Mayla merangkak naik dari semua luka.

Mayla menepuk pipi Ganendra pelan, "Gak papa, temenin malem ini ketemu sama dia. Jangan bilang sama Natasya apalagi Kama."

"Tapi May.."

"Gak, gue gak boleh lari lagi. Kali ini harus gue hadepin. Lo mau bantu gue, kan?"

Ganendra mau tidak mau harus mengangguk. Baik sekarang atau dulu, Abi adalah pusat dunia Mayla, perempuan ini pasti lebih paham tentang laki-laki itu. Langkah Ganendra sebetulnya sudah berat untuk menolong ketika sampai di lobi hotel. Ganendra tidak habis pikir, bagian dari mana yang mengatakan Abi tidak punya uang? Mengapa membebankan masalahnya pada Mayla selama bertahun-tahun? Laki-laki tengik ini saja bisa hidup nyaman di hotel megah dan mewah.

"Wow, kamu ajak Nendra biar dia bisa liat aku main sama pacarnya, huh?" ucap Abi girang saat membuka pintu kamar.

Ganendra maju melindungi Mayla. "Ini terakhir kalinya lo ketemu Mayla."

Abi mengangguk disertai tawa iblisnya, dia mempersilakan Ganendra dan Mayla untuk masuk. "Aku pikir kamu gak mau dateng, udah ngerasa hebat setelah tujuh tahun gak ketemu. Aku nyari kamu kemana-mana, May. Emang rezekinya di kota favorit kamu." Abi menyerahkan segelas minuman pada Mayla, entah sudah dimasukkan apa oleh Abi. Mayla hanya memandang gelas itu lalu beralih menatap Ganendra. Seolah mengatakan, 'see? I told you he's looking for me.'

"Gak aku masukin apa-apa, aku butuh kamu sadar malam ini." Sekali lagi Abi menawarkan. Mayla meraih gelas itu tapi tidak langsung meminumnya. "Jadi, kepentingan Nendra ada di sini untuk?"

"Gue jadi saksinya, lo harus tanda tangan surat perjanjian. Ini terakhir kalinya lo macem-macem sama Mayla." Ganendra mengeluarkan selembar, iya cukup selembar untuk mengunci laki-laki ini menjauh dari Mayla. "Lo cuma punya waktu sampe jam sembilan pagi." Ganendra menyerahkan kertas beserta bolpoint ke Abi.

Ganendra setuju membantu tapi dia tidak mau ada celah bagi Abi untuk kembali memporakporandakan kehidupan Mayla seperti dulu. Sebelum menuju hotel, Ganendra menyiapkan surat perjanjian yang sudah disetujui Mayla.

Tidak perlu dipaksa, Abi mengambil kertas itu. Ia tertawa pelan saat menggerakkan tangan membentuk coretan namanya. "Masih jadi maniak perfection ya, Dra. Ck, di Indonesia empat sekawan terkenal banget…" Abi menyerahkan kertas perjanjian ke Ganendra. "Kabur dari masalah gak ninggalin bekas."

"Bukan urusan lo, Nyet." Ganendra mengambil kertas bukti untuk pembelaan Mayla di kemudian hari. Ia beralih melihat Mayla yang masih sibuk mengedarkan pandangan di kamar Abi.

Hati Mayla sakit, selama ini ia banting tulang untuk melunasi utang orang yang ternyata memiliki gelimang harta.

"May…"

"Bi, beresin urusan kita sekarang. Gue harus ngapain?" Mayla tidak butuh rasa kasihan Ganendra. Menolongnya sampai sejauh ini saja sudah dirasa cukup.

Abi mengulurkan tangannya, uluran tangan yang seharusnya Abi berikan saat ia sedang berjuang antara hidup dan mati tujuh tahun lalu. Sambutannya mungkin berbeda, Mayla akan menerima Abi meskipun sudah berulang kali disakiti. Namun, hari ini saat Mayla meraih tangan Abi, tersisa rasa takut kalau laki-laki ini kembali menyakitinya.

Sebelum pintu tertutup, tanpa suara Mayla menoleh ke arah Ganendra. Lewat sorot matanya ia seperti berkata, "gue baik-baik aja."

—-------------------------------------------------------------------------------------