Rania tidak mau terpuruk dengan kesedihan sehingga ia ingin mencari pekerjaan di luar, kedua orang tuanya pun mendukungnya meskipun Rania tak kekurangan secara materi sebab orang tuanya termasuk kaya raya.
"Kamu mau mencari pekerjaan di mana?" tanya ayah Rania yang penasaran pada keinginan putrinya secara mendadak.
"Rania mau kerja jadi apa aja, terpenting halal dan ingin mencari pengalaman sebenarnya. Namun ayah jangan paksa Rania untuk kerja di kantor ayah, ya."
Rania menyiapkan syarat-syarat melamar pekerjaan, ia ingin seperti Kanaya yang kuat banting tulang mencari nafkah untuk dirinya juga keluarganya.
Rafli sebenarnya membebaskan Rania mau kerja silahkan, di rumah lebih bagus.
"Kamu serius mau cari kerjaan? Kenapa tidak di rumah saja jadi karyawan Ibu Maya untuk jahit baju pesanan orang," ujar Rafli.
"Iya, Rania kamu bantu ibu saja, Nak."
Rania menggeleng kan kepala, ia tidak mau kerja bersama ibu atau pun ayahnya.
"Rania pamit dulu, ya." Wanita muda, cantik, dan berprestasi itu ingin mengepakkan sayapnya entah kemana ia akan terbang, diantar Rafli pun ia tidak mau.
"Aku antar ya, naik mobil atau motor?" tanya Rafli bersiap mengantar kemanapun Rania akan pergi, tapi ternyata ditolaknya.
"Tidak perlu, Rania sudah gede Rafli, kamu di rumah saja istirahat kemarin kan lelah nyetir mobil sendiri tanpa ada supir pengganti."
Apa yang dipikirkan Rania, ketika mengingat nama kanaya, ia jadi bersemangat mencari kerja, bahkan ia mencoba melamar pekerjaan di beberapa restoran agar bisa bertemu Kanaya, dan benar ia bertemu sahabatnya.
"Rania!" pekik Kanaya yang memakai baju seragam koki, ia tahu jika Rania akan datang sebab mereka sudah janjian.
"Kanaya!" Rania dan Kanaya saling menatap dan berpelukan.
"Bos, tolong terima sahabat saya kerja disini, please, aku jamin anaknya rajin dan pekerja keras," kata Kanaya membujuk bosnya.
"Baiklah, kerja percobaan tiga hari tanpa dibayar kamu bersedia?" ujar Pak Hendra duda keren beranak satu itu.
"Bersedia, asal diterima kerja," ujar Rania tersenyum membuat Pak Hendra jadi terkejut.
"Ok, silahkan kerja hari ini juga, tapi kamu mau bagian apa?" tanya Pak Hendra masih tidak tahu kemampuan apa yang dimiliki Rania wanita cantik menggoda iman itu.
"Rania ingin jadi koki, tapi tidak bisa masak."
Pak Hendra tertawa dengan apa yang diungkapkan oleh Rania.
"Bos kenapa ketawa?" tanya Kanaya.
"Sahabatmu lagi ngelawak dia, ingin jadi koki tapi tidak bisa masak, sudah tugas kamu cuci piring saja di belakang," kata Pak Hendra.
Pak Hendra geleng-geleng kepala, dia mengamati Rania dari ujung kepala sampai ujung kaki, terlihat seperti anak dari orang kaya, terbukti di jari kanannya melingkar cincin berlian yang harganya berkisar ratusan juta, begitu juga dengan anting mutiaranya, dilihatnya pula benda melingkar di leher Rania, terlihat sangat mahal mirip kalung Nagita Slavina.
"Kanaya, Rania itu betul sahabat kamu?" tanya Pak Hendra penasaran.
"Betul Pak, kami kenal sejak SMA, ada apa?" Kanaya menjawab dengan jujur sesuai fakta.
"Dia anak orang kaya, kok mau cuci piring dan kerja di restoran, apa otaknya lagi konslet?" Pak Hendra ini sama seperti Rafli suka ngejek Rania.
"Hus, bapak jangan bicara begitu. Rania bilang dia ingin belajar mandiri, tidak mau bergantung pada orang tua," jelas Kanaya.
"Oh, begitu. Namun Rania tidak diusir oleh ayah dan ibunya kan? Sehingga jadi gelandangan dan terpaksa harus bekerja, soalnya dia kesini masa naik ojek." Pak Hendra terlalu penasaran ingin tahu segalanya tentang Rania, gadis cantik yang mencuri hatinya pada saat pandangan pertama.
Kanaya pun menjelaskan lagi, jika Rania kerja sudah diberikan izin oleh kedua orang tuanya juga suaminya, bagaikan disambar petir baru saja jatuh cinta langsung patah hati.
"Jadi Rania sudah punya suami?"
"Iya, namanya Muhammad Rafli mereka bersahabat sejak SMP, tapi siapa sangka sekarang justru berjodoh."
"Saya langsung patah hati," kata Pak Hendra.
"Bapak naksir Rania? Saya juga sebetulnya menyukai Rafli, dan dulu Rafli pun menyukaiku tapi sekarang terlambat mereka sudah jadi suami istri."
Pak Hendra lebih terkejut lagi mendengar pengakuan dari Kanaya.
Gumarang …. suara perabotan dapur jatuh.
Rania dimarahi oleh pengawas kebersihan di restoran tersebut. Ia memang terkenal galak dan kasar.
"Kamu karyawan baru, ya? Bisa kerja tidak? Kalau tidak bisa kerja pulang sana!" pekiknya.
Pak Hendra dan Kanaya menghampiri Rania.
"Ayah karyawan sebodoh dia kenapa diterima?" Rania saling melirik laki-laki galak tersebut ternyata anak Pak Hendra.
"Dia itu rekomendasi dari Kanaya, jadi ayah tidak bisa menolak, toh dia kerja tanpa digaji selama tiga hari," jelas Pak Hendra.
"Maaf, Mas Arsha dia belum pengalaman kerja, lain kali pasti lebih hati-hati, iya kan Rania," kata Kanaya.
Rania pun menurunkan gengsinya lalu minta maaf atas kesalahannya ke Mas Arsha.
"Lain kali hati-hati dan serius saat kerja, satu lagi kalau pakai perhiasan jangan terlalu banyak itu merusak pemandangan, apalagi jika palsu!" pekik Arsha meninggalkan Rania.
Pak Hendra merasa tak enak dengan ucapan Arsha ia pun minta maaf, "Rania jangan kamu ambil perkataan putraku, lagian mana mungkin kamu pakai perhiasan palsu, semangat, ya!"
Rania tersenyum, "Bos, benar apa yang dikatakan Mas Arsha ini hanya perhiasan palsu kok."
Pak Hendra meninggalkan Rania dan Kanaya dia tidak mau tahu lagi, jika apa yang dikatakan Rania itu jujur atau bohong, baginya tidak penting. Kanaya yang menegur Rania, "Benar atau tidak itu perhiasan palsu? Mas Arsha mulutnya asal jeplak aja."
Rania melepas kalung dan cincinnya, menyimpannya dalam tas.
"Ini asli, tapi jika dianggap palsu tidak masalah, maka anggap saja palsu."
Rania senang pengalaman kerja pertama kali dia menemukan bos yang baik seperti Pak Hendra tapi sekaligus bos nyebelin Mas Arsha, tapi setidaknya ia sangat gembira bisa kerja bareng Kanaya seperti rencananya.
Sedangkan Kanaya berharap bisa dekat-dekat dengan Rafli jika ia kerja bareng Rania.
"Kabar Rafli bagaimana? Sebentar lagi dia lulus S1 kan? Rencananya dia mau kerja di mana?" tanya Kanaya.
"Setahuku dia mau lanjut S2 sekaligus jadi dosen di Universitas di Yogyakarta tapi entah lah, kan dia sudah menikah sekarang." Rania mengelap meja dapur.
"Oh, gitu semoga Rafli kerja di Jakarta saja, agar bisa dekat dengan kamu, mana enak jika suami istri harus berpisah," kata Rania.
Rania tidak peduli jika Rafli akan memutuskan di Yogyakarta, toh mereka akan bercerai setelah tiga bulan, dan perjanjian itu tetap berlaku. Lagi pula, Rania mempunyai cita-cita jadi koki hebat seperti Kanaya sekarang. Laki-laki menyukai perempuan yang pintar di ranjang, di dapur, dan juga pintar berdandan, sedang ketiga hal itu Rania tidak pandai dan tidak punya pengalaman apapun, meskipun berkali-kali nonton drama romantis sekalipun, ia tidak bisa bersikap seperti di adegan drama Korea.
Tubuh Rania terasa lemas, ia sangat lelah sehingga ingin meminta jemput Rafli, tapi ponselnya lowbet, Pak Hendra menawarkan tumpangan tapi ditolaknya, sedang Kanaya sudah dijemput oleh gebetan barunya yang ternyata hanya dimanfaatkan sebagai tukang ojek gratis olehnya.
Tiba-tiba Rafli menjemput, ia pun terkejut.
"Kamu punya Indra ke enam ya, tahu saja jika aku butuh kamu," ujar Rania.
"Tadi pagi aku mengawasimu, ternyata benar dugaanku kamu ingin kerja bareng Kanaya, sudah masuk lah!" Rafli membuka pintu mobil, setelah Rania masuk ia menutup jendela lalu melaju. Rania merasa Rafli selalu ada ketika dibutuhkan, ia sangat bersyukur.