"Rei…reisa…", sammy berteriak memanggil reisa dan berusaha mengikuti. Semmy refleks menahan adiknya. "Biarkan dia pergi sam", menghadang tubuh sammy. "Kendalikan diri loe"
"Biarkan aku pergi kak", sang adik memohon. Semmy agak ragu membiarkan sammy mengejar reisa.
"Kau yakin tak akan menyakitinya lagi?"
Sammy meredakan emosinya agar terlihat baik didepan sang kakak.
"Kau tak percaya padaku? aku gak mungkin menyakitinya", saat mencoba terlepas dari jeratan bergeser melangkahkan kaki semmy menarik lengan sammy menghalangi lagi. "Dengar kakak!"
Keseriusan itu tergambar diwajah cemas semmy.
"Bila terjadi sesuatu pada reisa maka kakak tak akan maafin loe sam", setelah selesai mendengar ucapan terakhir sang kakak sammy buru-buru melepaskan diri dan cepat menyusul reisa.
Gadis itu mengalami guncangan hebat. Kebodohan sammy telah membuat reisa pergi membawa segala kekecewaan dalam hatinya. Apa yang lebih parah?
Sammy membuang segala pemikiran buruknya nekat menyusul reisa.
Matanya menelusuri sekitar, mencari keberadaan reisa, diarea parkiran ada banyak mahasiswa berlalu lalang mengendari kendaraan, sammy bingung diantara kebisingan.
Gadis dengan rambut tergerai memakai blouse warna abu berjalan keluar lorong parkiran, sammy menemukan reisa dalam posisi kepala menunduk memegangi tangan kanan.
"Reisa…" tubuh jangkung sammy mampu menghadang tubuh mungil reisa.
"Biarin aku lewat sam"
"Enggak…gak akan kubiarkan pergi"
"Kau mau apa lagi sam?!"
Sammy menatap reisa memegangi tangan yang tadinya mendapat kekerasan. Bekas merah itu nyata menempel dikulit reisa.
" Maaf…", Matanya mengarah pada tanganku terluka.
"Lupakan… kau mungkin tak sengaja melakukannya" menyembunyikan kesalahan sammy agar tak merasa bersalah. Reisa menempatkan tangannya dibelakang pinggang.
"Aku harus pergi", reisa memberanikan diri lagi melangkah. Sammy mengoreksi lagi-lagi reisa pergi tanpa alasan.
" Kenapa kau menghindariku? Belum cukup dari kemarin kau melakukannya", kaki reisa terpaku, tak disangka sammy menyadari tingkah laku perbuatan reisa akhir-akhir ini padanya.
"Bicaralah bila ada masalah tapi jangan acuhin aku kayak gini"
Reisa memunggungi sammy tanpa berbalik menengok pemuda itu berdalih, ingin sekali kuberlari dari tempatku, kakiku tak sejalan bersamaan dengan hatiku.
Sikapku untuk menjauhi sammy bukan sesuatu yang buruk bukan? Dia bisa memiliki teman siapapun meski tak berteman denganku, apa yang salah? keberadaannku tak ada arti apapun, jadi kenapa? Dirinya kesal saat aku tak lagi ingin berada disekitarnya.
"Shaki benar…mungkin aku harus jauh-jauh darimu dan kakakmu, kalian bukan orang biasa, lagi pula…reisa tak meneruskan uneg-unegnya yang hampir melewati batas.
Intinya dalam hatiku 'tak sanggup bila harus menjangkau dimana kalian berada'
Sammy mendekati reisa, menatap wajah reisa saat bicara. " Kita akhiri saja semua ini",
wajah tanpa ekspresi itu lagi, matanya sungguh memancarkan kalau dirinya kecewa.
"Kau...menghindariku karena yuna ?", Analisa sammy sangat tepat. Reisa syok sammy mampu membca pikirannya.
"Enggak sam ...ini bukan tentang yuna", reisa mengelak. "Kita deket emang karena kau menjadi pembimbingku tapi aku sudah bilang pada pak handoyo agar mencarikanku orang lain yang bisa mengajariku, jadi aku gak akan ngerepotin kau lagi", tuturku menjelaskan.
"Jadi…itukah alasanmu?", bertampang serius. "Kau mengharapkan aku seperti apa?"
Reisa bingung berbagai serangkaian pertanyaan tak masuk akal dari sammy.
"Apa maksudmu sam?"
Dia benar. Apa sekiranya yang kuharapkan? Hati dan pikiranku bertolak belakang.
Aku bahkan tak berhak apapun atas dirinya. Beberapa detik mata sammy terus tertuju dibola mata reisa.
"Cobalah lari dariku jika kau bisa". Sammy mengangkat tubuh reisa.
"Sam…turunin aku ?! apa yang sedang kau lakukan ?!", reisa panik, tanpa persetujuan tubuh mungilnya untuk kedua kali diangkat sammy.
Mataku panik mengawasi sekeliling, tak hanya ada kami disana. " Kumohon sam turunkan aku ?!"
Sammy membopong tubuh reisa keluar parkiran. "sam please…". Reisa terus memohon. Seberapun kuat aku meronta sammy tak melepaskanku, kedua tangannya menahan tubuhku kuat, rasa ketakutan membuatku terpaksa menaruh kedua tangannku dipundaknya, kalian tau bagaimana perasaanku saat berada dipelukannya ? serasa ingin pingsan, dekapannya membuat aku bisa mencium aroma parfum ditubuhnya. Wanginya sangat kusuka, menenangkan jiwa. Pasti parfum mahal itu tak dijual bebas dimanapun. Ini pertama kalinya aku bisa berada sedekat ini dengan seorang laki-laki. Kegugupanku sudah pasti bisa disadarinya. Reisa terbuai menatap wajah tampan sammy dan kekuatan sammy menggendong tubuh mungilnya tanpa keluhan.
Situasi itu menimbulkan perhatian banyak orang, semua bola mata tersedot menatap kearah kami, Maluku tak bisa kusebunyikan dibalik kemeja sammy sedangkan sikapnya yang tetap tenang dan acuh membuatku gregetan.
Telingaku masih cukup sehat mendengar bisikan-bisikan mereka.
"Sam semua orang ngelihatin kita", gumamku lirih.
"Lalu?", santainya.
"Kau bisa menurunkanku sekarang", usulku.
"Enggak…"
Tanpa menurunkan tubuhku, sammy terus berjalan tak lagi memperdebatkan, tanpa menghiraukan orang lain seolah dunia milik kita berdua. Oh tuhan ! apa yang harus kubayar karena semua ini.
Yuna meradang melihat kejadian tak masuk akal disaksikan matanya, masih dalam menjalani masa hukuman, yuna memergoki sammy sedang menggendong tubuh reisa memasuki ruangan kesehatan, kedekatan mereka semakin hari semakin diluar kendali, tak benar bila hanya dikatakan sebatas pertemanan. Yuna makin geram ingin melakukan sesuatu pada reisa.
Sammy menurunkanku sangat hati-hati disebuah bangku disalah satu ruang kesehatan. Sebenarnya ia tak perlu membopong tubuhku karena yang luka itu tanganku bukan kakiku Entah apa yang ada didalam pikirannya. Aku masih canggung ingin mengatakan sesuatu. Sammy sibuk mencari-cari sesuatu dikotak obat. Tangannya memegang sebuah salep berwarna merah.
" Boleh pinjam sebentar", reisa tak paham. "Apa"
Begitu pelan sammy menyentuh tanganku. Beberapa detik menelitinya.
" Apa terasa sangat sakit ?", tanya sammy segenap penyesalan. Reisa menatap wajahnya merasa bersalah.
" Bohong bila kukatakan ini tak sakit", godaku. Pelan-pelan tanganku diolesi salep pereda sakit dibagian kulitku yang memerah. Sammy merasakan tubuh reisa agak gemetar kesakitan saat obat itu diberikan.
" Maaf ", memasang muka sedih sammy mengulang permintaan maaf, sikap sammy melembut sampai aku pasrah atas segala perlakuannya. Kekasarannya selama ini dilakukan mungkin beralasan.
" Apa kau butuh sesuatu yang lain ?"
Kugelengkan kepalaku. "Makasih sam", kami saling berpandangan, sorot mata sammy mengatakan ia begitu menyesali perbuatannya. "Apa aku sudah membuatmu syok ?"
Kujawab agak gugup, "Sedikit"
Sammy membuang muka tak lagi menatapku.
"Aku tau kita kemarin emang bersama karena pak handoyo, kau jadi terikat padaku karena tugas tapi sekarang..., bisa kah kita akhiri semua itu ?"
Reisa menimang apa arti kata sammy. Mengakhiri semuanya? Entah kenapa ucapan itu agak membuatku sedih, mendadak hatiku tak rela jika ia yang mengatakannya meskipun dari awal inilah yang kuinginkan darinya, menjauh dan melupakan segala bahwa aku pernah mengenalnya.
"Maksudnya sam?"
Sammy mengulurkan tangannya didepan reisa.
"Bisakah kita berteman seperti lainnya, tanpa terikat tanggung jawab atau apapun itu, aku ingin berteman sekarang"
Reisa terkejut. Dia dihadapanku menawarkan sebuah pertemanan tanpa syarat atau penindasan, ekspresi penuh harap dia meminta itu padaku. Tuhan apa ada yang salah? Apa ini kenyataan atau hanya ilusi?
"Kau…ingin berteman denganku?" perjelas reisa.
Perasaan reisa campur aduk tak menentu tak meraih jabatan tangan sammy.
"Aku hanya punya satu kesempatan terakhir, bila kau menolak, aku gak akan bisa berbuat apa-apa lagi"
BIsakah kita berteman seperti aku dan Shakira? aku juga ingin berteman bukan memanfaatkannya untuk menjadi pembimbingku terlebih bertujuan punya ambisi ingin dekat dengan orang sepopuler dia, entah kenapa dalam hatiku muncul kegelisahan yang lain. "Kenapa kau menginginkannya sam?", tanyaku lagi
"Kau keberatan?", balasnya dengan pertanyaan. Sammy meyakinkan reisa bahwa itu lah yang diharapkan pemuda itu.
Reisa bangun dari kursinya tegang. " Maaf aku...gak bisa sam", tolaknya.