Suara melengking yuna memenuhi lubang telingaku, "Katakan?!, bentaknya. "jangan sampai bikin gue kesal atau loe bakal nyesel"
"Sabar yun…", pungkas lila menenangkan yuna. Tingkah menggebu-gebu yuna terbilang agak seram bagi lila, debi dan rika cuek tak menghentikan kelakuan yuna.
"Loe diem?!, bentak yuna pada lila, "loe kasihan sama dia?"
Tubuh lila gemetar ketakutan tak ingin melawan yuna. "Eng…nggak yun"
Reisa masih tak bisa menjawab bingung, rubik itu jelas dimasukkan kedalam tasnya sebelum reisa berangkat kekampus, yuna tak dapat menemukannya. Yuna melayangkan sebuah pukulan dimuka ku, mataku kututup pasrah tanpa perlawanan, kedua tanganku dipegangi debi dan rika hingga tak dapat bergerak bebas melawan.
Sebuah benda terjatuh mengeluarkan bunyi yang sangat keras memenuhi Gudang. Lila menjerit kaget menempel ketubuh yuna reflek. "Yun kita pergi dari sini yuk", gumam nya merintih mengajak ketiga temannya.
"Loe cemen banget sih?!" sambar rika. Bunyi suara benda jatuh untuk kedua kali terdengar makin keras, membuat lila ketakutan dan refleks berlari keluar sendirian meninggalkan ketiga temannya, sangking takutnya berpikiran hal-hal aneh yang mungkin saja bisa terjadi.
"Haduh…tuh anak penakut banget sih", keluh debi ingin tertawa tapi ditahan karena situasi sedang menegang.
"Biarin si lila, dia hanya jadi pengganggu saja"
Yuna focus lagi pada reisa. aksinya yang tadi terhambat karena bunyi tak jelas dan kelakuan lila, tangan yuna mengelus-elus rambut reisa. "Keluarkan benda itu", pinta yuna.
Rika mengeluarkan gunting kecil dari salah satu saku nya. "Jangan yun…, kau mau ngapain?", reisa mulai tak aman saat yuna mendekatkan gunting itu pada rambut reisa. percobaan pertama beberapa helai rambut reisa telah putus digunting yuna.
"Yun, jangan lakuin itu", rontaku meminta. Gunting itu terus-terusan mengincar rambut reisa. reisa sudah berupaya melawan tapi tak kuasa, yuna sudah memotong rambut reisa untuk yang ketiga kali, semakin lama rambut reisa bisa habis dibabat gunting yang ada ditangan yuna.
"Yuna berhenti…", reisa hanya bisa pasrah tanpa bisa membela dirinya.Yuna tertawa puas menikmati ketakutan reisa yang sebentar lagi akan kehilangan rambut indah panjangnya. Reisa ingin berteriak meminta pertolongan namun dengan sigap rika menutup mulutnya rapat dengan sebelah tangan, dalam hati yuna merayakan sebuah kemerdekaan mendapatkan kemenangannya.
"Hentikan…", teriakan seseorang menunda yuna yang ingin mengulang aksinya.
Yuna terkejut begitupun lainnya. Reisa sudah putus asa tak akan mendapatkan pertolongan.
Mataku terbelalak tak bisa mempercayainya, dia disana berdiri dengan membawa begitu banyak harapan, disaat hatiku merintih ketakutan meminta pertolongan ia hadir dengan cara yang sungguh misterius. Seseorang datang tanpa diduga dan tak disangka bisa menemukan reisa.
"Jangan coba berani sentuh dia lagi"
Yuna menelan ludah pahit menyembunyikan gunting kecil yang ada ditangannya.
"Sammy?!" keempat cewek itu terperanjat kaget. Terutama reisa. sammy berada disana menemukan persembunyian yang tak diketahui siapapun.
"Sam…, kenapa loe… bisa sampai sini?", tanya yuna agak gerogi.
Dari belakang sammy muncul bayangan yang tak lain adalah lila. Yuna dibikin sangat kesal karena temannya sendiri menjadi penghancur untuk dirinya. Lila berlari mendekat pada yuna.
Kembali berkumpul Bersama teman-temannya.
Sammy berjalan santai mendekat pada kami. " Sudah cukup yuna", gertak sammy.
"Kau sudah cukup mengganggu dia" mata sammy menatap reisa penuh gelisah duduk dengan segala ketakutannya.
Sukarela rika dan debi terpaksa melepaskan tangan membiarkan reisa bebas. Keempat kawanan itu tak berkutik meneruskan aksi buruk mereka.
"Kami gak ngelakuin apa-apa sam", sangkal debi mengelak. Tatapan dingin sammy yang tak berekspresi membuat semakin memperlihatkan kemarahannya. Reisa membisu tak mengeluarkan kalimat apapun.
"Apa bagusnya cewek kayak dia, sam", sambar yuna mencoba mendekat pada sammy.
"Lihat gue", yuna membanggakan diri. "gue gak ada kekurangannya buat loe tapi kenapa cewek ini"
kenyataannya yuna memang jauh lebih baik dari segi penampilan dan segala yang melekat pada dirinya. Reisa pun tak menentang hal itu.
Sammy men-stop perkataan yuna dengan mengangkat telapak tangannya, begitu kesalnya sampai tak ingin berkata-kata pada yuna lagi.
Reisa bergegas berdiri lalu menghampiri sammy, berdiri disisi cowok itu mengawasi raut emosi sammy yang menahan kemarahan, mengingatkan kejadian yang terjadi diparkiran. Bisa saja sammy menggila, Reisa buru-buru mengajak sammy pergi dari sana.
"Ayo kita pergi sam", ajakku tak tenang. Tak bergeming. Sammy terus berdiri tanpa bergeser melangkahkan kaki sedikitpun.
Coba kuraih tangannya namun tanganku ditepis tak ingin disentuh. Dia memandangiku, ketakutanku semakin bertambah, tangan sammy menyentuh rambut reisa yang dengan sengaja dipotong yuna.
"Siapa yang memotongnya?", suara serak sammy keluar. Reisa berusaha menutupi pelakunya.
Yuna menggenggam erat gunting ditangannya. Rika,debi dan lila mematung bisu.
Sammy mendekati yuna bersikap mencurigakan dengan menempatkan satu tangan dibelakang punggungnya. Seketika gunting itu direbut sammy. "Ooh jadi kau pelakunya"
Barang bukti sudah ditemukan sammy.
Sammy berniat mengangkat gunting itu pada yuna, yuna terbelalak tegang tak mampu bergerak dari hadapan sammy.
Reisa kalang kabut buru-buru merebut gunting dari sammy lalu melemparkannya jauh sebelum gunting itu lebih jauh digunakan melancarkan aksinya terhadap yuna.
"Kita pergi dari sini sam", ajakku.
Kesadaran sammy tak merespon, ia terus menatap yuna penuh kekesalan, ingin kutarik pergi tapi dia menjauhkan tangannya dariku. Aku tak bisa menghentikan dirinya.
"Sam gue gak sengaja ngelakuin itu"
Ketiga teman yuna juga tak membela diri. Amarah sammy kali ini tak lagi diredam.
"Kau sudah melewati batasanmu, seharusnya kau gak menguji kesabaranku"
Yuna mulai ketakutan dengan sikap sammy. "Apa kau tau rasanya jika salah satu temanmu disakiti?"
Mendengar kata teman keluar dari mulut sammy membuat reisa malu akan sikap yang dilakukannya pada sammy. Pemuda itu mengakuinya sebagai teman meskipun reisa sudah menolak pertemanan dengan sammy.
Detik itu reisa melihat sisi lain sammy, Sikapnya tak seburuk apa yang dipikirkannya selama ini.
Yuna merasa salah paham mendengar ungkapan sammy. Selama ini ia merasa reisa menjadi pengganggu antara dirinya dan sammy. Kenyataannya mereka hanya saling berteman satu sama lain dan tak lebih dari apa yang yuna pikirkan.
"Sekali lagi saja", ancam sammy.
"Sekali saja kalian gangguin dia, aku akan mengabaikan kalau kalian semua seorang cewek, terutama kau, yuna" tunjuk sammy dengan segala kemarahannya.
Sammy kembali dengan kalimat kasar dan ekspresi jahatnya, karena gadis sepertiku? Membelaku didepan mereka yang amat sangat mengangumi dirinya, bisa saja dia kehilangan para pengikutnya.
"Kita pergi sekarang", ajak sammy mengulurkan tangan pada reisa, aku menyambut tangannya tanpa ragu lagi.
Yuna sangat iri ingin sekali berada di posisi reisa.
"Apa gue juga bisa berteman dengan loe, sam", sambar yuna sebelum kepergian mereka.
Langkah sammy terhenti, reisa yang berada disisi sammy menebak-nebak apa yang akan dijawab pemuda itu.
Sammy memutar kepala pada yuna dan berkata "Itu semua tergantung dari sikapmu"
Akhirnya yuna mendapatkan pesan terakhir dari sammy yang menurutnya sammy memberi kesempatan untuk dirinya berubah agar bisa berteman dengan sammy.
Dia benar-benar menginginkan pertemanan dariku. Tuhan bolehkah aku? Kejam, kaku, kasar, bermulut tajam tapi masih ada satu sisi lain yang tak bisa dilihat menggunakan mata telanjang. Dibelakang punggungnya berjalan, kurasakan ada sebuah kehangatan yang tak dapat kujelaskan. Tanpa terasa bibirku tersenyum lega.
"Sam ada yang ingin kukatakan", ucapku tiba-tiba.
Langkah sammy seketika terhenti, tanganku dilepaskan dari genggaman, badannya berbalik menghadapku.
"Maaf…, aku lagi-lagi tak mengerti posisimu", ucap sammy bernada penuh penyesalan.
"Kau dijahati yuna juga karena diriku, shakira benar, kau tak akan baik-baik saja bila didekatku"
Untuk pertama kalinya kudengar sammy memanggil nama shakira, sorot matanya waktu itu mirip sekali dengan sang kakak, aura jahat dalam dirinya seolah hilang, mataku dibuat terpikat kelembutannya.
"Makasih sam, kau selalu datang menolongku", gumamku setengah sadar.
"Kau baik-baik saja?", serunya.
Kepala reisa menggangguk pelan.
Sammy menyentuh rambut reisa yang sedikit terpotong. "Aku yang harus berkata terima kasih, kalau kau tidak disana aku pasti sudah memotong tubuh mereka hidup-hidup"
Reisa merinding akan candaan sammy yang amat sadis. Punggung sammy dipukul keras. "Sam…, Becandamu berlebihan, kau bisa membuat seorang gadis pingsan karena kalimatmu itu", reisa memaksa tertawa menyembunyikan kegugupannya.
Sammy mengangkat tangannya memberikan sesuatu.
"Kau menemukannya dimana?", tanyaku heran melihat rubik yang dicari yuna ada ditangan sammy, rubik itu dipertemukan dijalan yang tak sengaja dilewati sammy. Tak jauh dari sana sammy menabrak lila yang ketakutan, mulut lila keceplosan mengungkap kejahatan teman-temannya.
Rubik itu sekali lagi diberikan pada reisa. "Aku…tak bisa menerima ini sam", tolak reisa masih meninggalkan rubik itu ditangan sammy.
"Kenapa? ini sudah jadi milikmu", sahut sammy. "Apak arena kau tak bisa jadi temanku?", tambahnya.
"Bukan…bukan begitu sam", reisa ingin menjelaskan alasannya menolak pemberian rubik itu namun situasinya tak mendukung reisa untuk bercerita lebih jauh.
"Aku bisa jadi temanmu sekarang". Bagiku saat itu tak ada yang lebih ingin kuucapkan selain kalimat itu.
Bibir yang selama ini ku kenal tak pernah menunjukkan senyumnya, detik itu kusaksikan dipelupuk mataku. "kita berteman sekarang", gumam sammy mengulang ucapan reisa.
Ini karena dia yang tak pernah mengumbar senyum nya atau aku yang memang sudah terhipnotis, jantungku mendadak berpacu kencang layaknya pacuan kuda sedang beradu balap. Reisa mengangguk membalas senyuman manis sammy.
"Aku sudah siap menemui ayahmu", tanpa ragu ia mengatakannya. Permintaanku waktu itu dikabulkan tanpa syarat dan alasan. Aku tersenyum senang.
Itulah awal dari segalanya 'pertemanan' yang harusnya dari awal kuhindari malahan terjerat semakin mendalam.