"Kita jalan sekarang"
Kira sedikit melamun tak menyahuti perkataan rega. Otaknya dipenuhi dengan cerita tertunda yang ingin disampaikan temannya ami. Tak ada kesempatan berbicara lebih jauh saat mendapati rega sudah datang menghampiri kelas kira mengajaknya jalan seperti yang sudah direncanakan.
"Sayang kok ngelamun, ada apa?", tanya rega menggamit tangan kira. "Jadi gak nih kita berangkat?".
Seketika kira sadar, "Eh iya…maaf" kira langsung memanjat naik keatas motor.
Tanpa banyak bertanya lagi rega memutar tuas gas sepeda motornya berangkat. Penuh kebimbangan kira menlanjutkan lamunannya sambil menatap punggung rega.
"Kak sem mau kemana?"
Sammy memergoki kakaknya mengendap-ngendap menyelinap keluar kamarnya. Langkah kakinya dipelankan agar tak mengeluarkan suara bising. "Kak sem mau kemana?"
Sia-sia usaha semmy. adiknya muncul entah dari mana berdiri tegak dihadapannya dengan kedua tangan melipat didada, gambaran seperti guru yang sedang memergoki muridnya kabur dari kelas.
"Hay Sam", sahut sang kakak basa-basi. "kakak… mau keluar bentar ada urusan", tambah semmy.
"Iya kemana?", pepet adiknya agar berterus terang. semmy terpaksa harus jujur.
"Ada perkumpulan seni bela diri yang harus kakak hadiri sam"
Sammy melotot mendekte ekspresi wajah kakaknya berkata tanpa terbata-bata.
"Loe mau ikut gue?", ajak semmy lebih meyakinkan. Sammy mempercayai jawaban sang kakak.
"Enggak… makasih", tolak sammy tak mengintrogasi lebih jauh lagi.
"Oke kakak berangkat sekarang" saat berpamitan pergi tangan sammy seketika menarik leher jaket kakaknya dari belakang. "Ada apa lagi sih sam?!"
"Ingat! jangan bikin masalah"
Semmy mengangkat jarinya membentuk huruf V dan berkata, "Kakak janji"
Sammy melepaskan cengkraman tangannya, mempersilahkan semmy berangkat tanpa halangan lagi. Kekhawatiran selalu ada dihati sammy meski sang kakak suka membuat onar bagi sammy, dia satu-satunya keluarga yang selalu berada disisi menemaninya.
Rega dan kira tehenti disebuah Gedung besar dengan area yang cukup luas untuk dijadikan deretan motor dan beberapa mobil terparkir disekeliling Gedung.
"Apa loe selalu latihan karate disini?", tanya kira. Rega menyetujuinya.
Beberapa teman rega sudah sampai terlihat dari motor yang terparkir. Rega langsung membawa kira masuk kedalam Gedung.
Kira tercengang melihat ruangan besar mirip aula, sederet tempat duduk melingkar disetiap sudut dan tepat ditengah ada sebuah arena bela diri. Kira mendapati begitu banyak orang berkumpul memakai berbagai macam kostum seperti obi, dobok yang biasa dikenakan karate dan taekwondo. Kira baru pertama kali, mayoritas disana berjenis kelamin cowok meski ada beberapa cewek yang menyelip diantara mereka.
"Hari ini ada perkumpulan seluruh anggota bela diri jadi latihannya ditiadakan", ucap rega melihat kira merasa kikuk pada keramaian.
"Rega sini…", seseorang melambaikan tangannya memanggil rega. Rega tersenyum memenuhi panngilannya. Kira ikut membuntut dari belakang. Seorang pemuda tinggi berkulit hitam mengenakan jaket kulit warna cokelat, punya wajah sedikit garang memakai tindik ditelinga sebelah kanan.
"Ternyata loe kesini juga". Rega melakukan salam unik beradu jotos gaya anak karate yang biasa dipraktekkan dikelompoknya.
"Loe sama siapa?", tanya temannya.
"Kenalin ini cewek gue, namanya kira", sahut rega. Kira maju selangkah disisi rega.
"Kira kenalin ini arga temen karate gue"
Arga menyodorkan tangan berjabat tangan, Kira membalas uluran tangan arga.
Senyuman arga membuat kira merasa tak nyaman seolah ada sesuatu dibalik senyum teman rega itu. Kira buru-buru melepaskan tangannya dari arga.
"Boleh permisi bentar", berpose sedikit malu-malu kira menunjuk kesuatu tempat.
"Mau kemana?", tanya rega melihat gelagat kira kikuk. "Gue harus ke toilet sebentar" tambah kira pelan. Rega menganggukkan kepala pelan. Arga terus menatap kepergian kira. "Cewek loe manis juga", komen arga. Rega tersenyum bangga memukul Pundak arga.
"Karin dikemanain?", arga bertanya lagi. Rega berisyarat menutup mulut. "Jangan tanyakan itu bila ada kira, sembunyikan itu dari dia", pinta rega malas.
"kenapa? Jadi loe udah putus atau selingkuh nih", cetus arga penasaran.
"Gue udah putus kok dari Karin, hanya saja gue gak mau bahas mantan gue depan cewek gue yang sekarang"
Arga manggut-manggut menerima alasan rega dan tak mau mengoreksi terlebih jauh hubungan rumit percintaan rega.
Kira berputar-putar mencari sebuah toilet, beberapa menit berlalu belum juga ditemukan. Kira meringis tak tahan menahan diri ingin buang air kecil.
"Maaf…boleh tanya toiletnya sebelah mana?"
Kira berupaya bertanya pada seorang cowok berjaket hitam yang membelakanginya. Tak tau harus bertanya pada siapa, spontan hanya pemuda itu yang dijumpainya.
"Ya… ada yang bisa gue bantu?", posisi pemuda itu berbalik badan. Wajah maskulin yang tak asing dimata kira. "Kak… semmy?", Kira terbengong.
Penampilannya masih sama seperti yang pernah kulihat dulu. Postur tubuh tinggi mengenakan jaket hitam bergambar elang dibelakang punggungnya. Jaket yang dikenakannya seakan sudah melekat ditubuhnya untuk waktu yang lama. Auranya benar-benar menawan bila dilihat dari dekat. Kira agak malu terkesan menahan ingin buang air kecil.
"Kenapa?", tanya semmy melihat tingkah konyol kira.
"Boleh tau toilet sebelah mana?", tanyaku tanpa basa-basi.
Semmy bergegas memberitahukan arah menuju toilet cewek, letaknya lumayan agak jauh. "Makasih kak sem…" kira cepat berlari sambil berteriak terima kasih. Semmy agak kebingungan gadis yang baru dilihatnya bisa mengenal namanya.
Kira bergegas masuk ketoilet melampiaskan apa yang sedaritadi ditahannya, disela-sela kelegaan kira kebayang wajah semmy, tak menyangka dirinya bakal ketemu lagi dengan teman kakaknya itu.
"Wah…lega sekali", pekikku saat diluar pintu toilet.
"Sudah selesai?"
Suara seseorang muncul mengagetkan kira dari samping. "Astaga… Ngapain kakak disini?"
Semmy mengeluarkan senyum ramah seperti biasanya.
"Karna sedikit cemas gue ikutin loe, siapa tau loe nyasar"
Kira bertingkah konyol tertawa salting. "intruksi dari kakak benar-benar akurat kok"
"Sepertinya gue gak kenal loe", ujar semmy memandang wajah kira agak lama. Kira agak grogi. "Loe kenal gue?"
Kira mengangguk pelan. "Kita pernah ketemu diarena balap liar", jawabku.
Semmy mengerutkan dahi, mengingat-ngingat dan akhirnya pikirannya mulai terbuka. "Ooh…loe yang waktu itu? Loe adik reisa?", tebak semmy. kira mengangguk lagi.
"Kenalin aku kira", berbahasa sangat sopan kira memperkenalkan diri menyodorkan tangan terlebih dulu. Semmy tersenyum membalas uluran tangan kira. Bila saja tak ada rega dalam hidup kira, mungkin dirinya akan jatuh hati pada cowok yang ada didepannya sekarang.
kira sedikit melamun terpikat pesona semmy. "terus sedang apa loe disini?", selidik semmy.
Kira terpaku tak menjawab pertanyaan semmy. "Hey…loe gak apa-apa?", semmy merasa kira bersikap linglung dihadapannya. "Kira?" tangan kanan semmy mencoba menyentuh Pundak kira menyadarkan gadis itu yang melamun.
"Ah…iya kak sem", kira merespon sentuhan semmy." Kenapa? Apa yang kakak tanyakan tadi"
"Loe ngapain disini?"
"Ah…itu…aku kesini sebenarnya…
Kira terlalu gagap ingin mengutarakan jawaban pertanyaan semmy.
belum sempat meneruskan kalimatnya, suara seseorang memotong dengan lantang memanggil nama kira. "Kira…"