Chereads / Percikan Juni Ternyata Mimpi Belaka / Chapter 10 - Chapter 10- kekuasaan yang menelan

Chapter 10 - Chapter 10- kekuasaan yang menelan

Teriakan tupai; suara kaca pecah; piano nada tinggi di fortissimo. Kurasa tidak ada yang merusak kuping separah Susana. Bahkan, deskripsi itu terlalu indah untuk dia- yang sedang meneriaki karyawan malang didepannya.

"Kubilang gaun yang membuatku terlihat cantik! Kenapa aku terlihat seperti balon ?!"

Dalam sendirinya, tidak ada yang salah dengan gaun A line yang dipakai Susana dengan bordir halus mereplikasi bunga bermekaran dan belahan yang berada di ambang aman dan seksi. Hanya saja tubuh Susana kurang cocok dengan model baju itu.

"Nyonya, model gaun memang begitu, daripada itu, kami membiarkan kamu masuk karena kamu Bearkat hanya sebentar, orang yang menyewa tempat ini sudah datang, tolong segera keluar."

Dalam mobil sepertinya Cassius berkata sesuatu hal tentang itu, tetapi aku terlalu mengantuk untuk sadar. Pertanyaanya, kenapa Susana bisa di tempat ini?

"Berisik! Bukanya udah aku bilang aku mengenal orang yang menyewa tempat ini ?!"

Mendengar itu, hatiku beku. Pacar 7 tahun sudah direbut. Sekarang suamiku juga ? Jika Cassius beneran memiliki hubungan dengan Susana aku akan pergi. Aku berpikir, namun anehnya aku tidak merasa khawatir.

Tatapan seakan ia akan mati jika tidak mencintaiku; perilaku yang hanya memikirkanku. Bahkan jika dunia runtuh, aku tidak akan percaya bahwa Cassius akan menghianatiku. Sebegitu dalam kesannya di jiwaku. Dan, sekali lagi aku menyadari, hatiku dalam bahaya.

Di saat itu, Susana akhirnya menginsafi, kedua tanganya menyilang di depan pinggangnya untuk menyembunyikan penampilannya. Sebuah ekspresi marah dan malu menyelubungi wajahnya.

"Liat siapa disini ! Ternyata kamu tidak tau malu juga. Udah dicampakkan masih saja memaksa pernikahan."

Awalnya aku khawatir, jika Susana berlaga dekat. Apakah hatiku akan lunak. Apakah aku akan memaafkannya. Sekarang ia sudah melepaskan semua topengnya. Dan jembatan diantara kami terbakar.

Tidak ada lagi perasaan kecuali kebencian untuk perempuan di depanku ini.

Tanpa memberikan aku ruang untuk berbicara, perempuan itu melanjutkan sambil menunjuk dadaku, "Jason hanya memainkanmu. Dari awal cinta sejatinya itu aku."

Dengan gerakan tangan berlebihan, ia menunjukan jari manisnya kepadaku. Cincin yang kubilang kusuka ke Jason, tergantung di jari manisnya. Kenapa dia membelikan Susana model itu ? Itu bahkan bukan tipenya.

"Dengar, dua minggu lagi kita akan menikah, datang kalau kamu mau, di hotel [the paradox], tanggal 26 augustus."

Dalam sekejap, hatiku terasa dililit duri - duri, tetapi mawar yang tumbuh disitu sudah layu- dan kuinjak saat menyaksikan selingkuh mereka. Untuk alasan apa, aku terus membiarkan ini menyiksaku. Mawar dengan duri bertambah indah. Duri tanpa mawar adalah sampah.!

Mengganti topik pembicaraan supaya perasaan aku bisa tenang, aku fokus ke bualan Susana. Sesuatu hal yang kuharap palsu.

"Sejak kapan aku membiarkan kamu memakai tempat ini bersamaku ? Tahukah perbuatan kamu masuk tanpa izin itu pelanggaran kebijakan toko ini."

"Eliana whyte ! Apa yang kamu bicarakan. Jika kita ini bukan kenalan apa kami ?"

"Musuh. Orang asing. Beda spesies. Kenapa aku harus mengenal babi yang hanya berteriak ?"

Kupastikan untuk berbicara dalam nada termalas aku, seperti membicarakan sandwich yang aku makan pada kemarin hari, seperti membicarakan serangga yang tidak sengaja aku injak. Dengan nada tidak penting, dengan nada menyatakan fakta.

"Kamu-l

Aku tahu apapun yang kulakukan tidak akan menghapus noda diantara kami.

Tetapi, Susana yang kukenal sudah mati pada saat aku menangkapnya bersama Jason.

Ia hanyalah hantu dari dunia yang ingin kutinggalkan.

Lintah mental yang akan kukebas.

Sebelum aku bisa menendang Susana dari toko itu, Cassius menyusulku, perkataannya masih dirancang untuk kepentinganku.

"Kudengar kerusuhan dari depan, apakah kamu baik - baik saja ?"

Mata Cassius mendarat ke tubuhku, berpindah dari atas kepala sampai bawah kaki, seperti mengecek goresan di barang tersayangnya, sebelum ia tenang melihat aku aman. Baru setelah melakukan hal tersebut, Cassius menyadari keberadaan Susana.

"Anne," Ia memanggil karyawan yang tadi berbicara denganku, mengambil kata - kata dari mulutku "bukankah aku sudah reservasi tempat ini.. Kenapa masih ada orang lain disini?"

Aku menyeringai. Seperti dugaanku, Susana berbohong demi mendapatkan baju tepat waktu, siapa tahu balas dendamku datang secepat ini ? Apa alasan yang akan Susana berikan kepada Bride's Choice? Tanpa mengetahuinya, aku tertarik.

Untuk sementara.

Sampai aku memperhatikan cara Susana memandangi Cassius. Terpana. Keserakahan di muka Susana seperti ia tidak pernah melihat laki - laki. Mata yang membesar. Pipi seperti bunga sakura. Bibir yang merekah . Dalam seketika, kutahu, Susana telah jatuh cinta dengan Cassius. Atau setidaknya matanya telah.

Sebagian dari diriku merasa kasihan untuk Jason. Seharusnya kumerasa senang jika Susana mengejar Cassius dan meninggalkan pria berandalan itu sendirian. Namun, yang kurasa hanyalah kekesalan. Mungkin di suatu waktu, aku sudah mulai menganggap Cassius milikku.

Orang berkata kebalikan dari cinta bukan benci, tetapi pengabaian. Seharusnya, semua perasaanku terhadap pasangan penghianat itu menghilang ke angkasa. Tetapi kepedihan ini terlalu dalam, terlalu mengiris dan mencekik, aku perlu melampiaskannya, "Cassius, kamu mengenal perempuan ini ?"

Sayangnya, Cassius tidak mengerti sinyalku. Dan hanya mengatakan omong kosong untuk menenangkan "iri hatiku".

"Tidak ada perempuan di mataku selain kamu Eli."

"Maksudku perempuan ini."

Alisku naik dalam kekesalan. Kenapa dia tidak menangkap maksudku. Yang kuinginkan adalah untuk dia mengusir Susana dari toko itu. Dari hadapanku. Dari hidupku.

"Dan maksudku, kamu bisa tenang aku tidak akan pernah memulai hubungan dengan perempuan lain."

Omong kosong. Masakah dari semua orang yang masuk kedalam hidupnya, tidak satupun teman perempuan yang mendebarkan hatinya ? Tidak ada satupun rekan kerja yang menghapus keletihannya. Aku paling benci kepada orang yang berbohong- tetapi untuk sebuah alasan kupingku menjilat setiap perkataan itu.

Seakan - akan aku menginginkannya.

"Jadi apakah kamu mengenal orang ini?"

Aku bertanya kembali, lebih tegas dalam penyampaiannya. Semoga, kali ini jawabannya jelas.

"Tidak, kecuali kamu menginginkannya."

Memutuskan itu cukup untuk menjadi senjataku, aku mengolok Susana kembali, "Kamu dengar itu ? Tidak ada yang kenal kamu disini."

Siapa tau rasa takut di muka mungil Susana akan sebegitu lezat ? Dia selalu bertingkah seperti itu- seakan - akan dia adalah kelinci yang butuh perlindungan. Hanya saja dari semua orang disini tidak ada yang memeliharanya.

Satu - satunya takdirnya jika ia tetap disini adalah-

Dimakan.

Tangan menunjuk ke arah keluar, ku berkata, menikmati rasa setiap huruf, "Anne, seret orang ini keluar."

"Eliana whyte! "

Susana protes sekali lagi. Hanya membuat mood buruk saja.

"Aku tersanjung begitu suka kamu dengan namaku. Tetapi, suaramu kurang indah untuk mengejanya. Tidak ada bonus untukmu."

Akhirnya menjaga kebijakan mereka, karyawan [Bride's Choice], menarik Susana secara paksa.. 2 orang di setiap sisi, satu untuk mendorong. Pembuat onar itu menghilang dan ketenangan kembali.

Dan ketenangan itu akan diam.

Jika bukan karena fakta mataku tiba - tiba gelap.

"Apakah kamu sudah cukup bersenang - senang Eliana ? Jika bukan karena aku tahu kamu perlu melampiaskan emosimu, aku akan menutup matamu seperti ini. Sehingga kamu tidak usah memandang kotoran seperti itu."

'Melampiaskan emosi ?'

Sejak awal, aneh kalau tempat profesional seperti ini membiarkan Susana masuk begitu saja.

"Kamu merencanakan ini ?"

"Untukmu, agar dia bisa merasakan perasaan diusir dari tempat yang seharusnya milik dia. Untukku, agar dia bisa melihat kamu bersama orang yang lebih baik."

Dalam kegelapan, aku bisa merasakan rambutku terangkat dan menyentuh sesuatu. Belaian perlahan yang menjadi satu - satunya perubahan di situasi itu.

"Hanya perlu untuk seseorang menyebutkan tempat ini didepannya. Dan voucher seharga $2,500. Dan dia datang seperti semut ke gula."

"Apakah kamu senang ?"

Tidak- aku tidak ingin mendengar mereka melanjutkan hidup mereka tanpa aku.

Tidak ingin melihat cincin di tangannya.

Tetapi sosok Susana diseret keluar, dan aku tidak bisa menahan diri dari tersenyum.

Orang seperti apa yang telah aku menjadi.

"..."

"Ayo, permainannya sudah cukup. Mari kita fokus ke urusan lebih penting. Gaun pernikahan kamu."