Tidak pernah ada waktu dimana aku tidak dapat menjawab sebuah pertanyaan. Musim favorit ? Musim gugur. Makanan terlezat ? Angel hair rasa truffle. Binatang terlucu ? Kucing Persia. Tetapi, untuk pertama kali di hidupku aku tidak dapat memilih sesuatu hal yang simpel.
Tanpa direncanakan, mataku terpaku melihat tiga karya seni di depanku, masing - masing dengan karakteristiknya yang unik. Bagaimana orang yang sama mendesain gaun - gaun ini, aku tidak dapat membayangkan.
"Kalau kamu tidak dapat memilih, bagaimana jika kamu mencobanya ?"
Cassius berkata dengan semangat yang tidak dapat terluputkan, matanya berbinar - binar seperti bintang jatuh di dalamnya. Seberapa besar dia ingin melihatku memakainya sebenarnya ?
Mendengarkan nasehat Cassius, aku pertama mencoba gaun yang paling sederhana. Sebuah mermaid dress dengan belahan yang terlihat seperti kelopak bunga dari bawah pinggang kerah.
Kebetulan, bordir di ujung dress memiliki warna yang sama dengan mataku. Abu - abu seperti asap setelah kebakaran hutan. Aku selalu membenci warna mataku. Tetapi, cara Cassius menggunakannya dengan benang membuatnya seperti sungai mengalir, tidak seperti kematian di mataku- ia hidup.
Bagaimana kami bisa melihat hal yang begitu berbeda?
Kurasa aku tidak pernah tampak seperti itu di hadapnya, pada pertemuan pertama, aku dipenuhi api balas dendam. Pada pertemuan kedua, badai di dalamku meledak. Pada pertemuan ketiga, hanya ada penerimaan.
Tetapi, bordir ini dipenuhi vitalitas- seperti kembang api yang tidak akan memudar.
Apa yang membuatnya berpikir aku memiliki jiwa seperti itu?
"Bagaimana menurutmu?" Cassius menodongku yang sedang terpukau. Di hadapan pertanyaan seperti itu, aku menahan diriku dari bertanya "kenapa," dan melanjutkan ke pertanyaan kedua yang menjelajahi hatiku.
"Kapan kamu mulai merancang gaun ini…?"
Jawaban yang aku dengar cukup untuk membuat mataku terbuka lebar seakan bisa dimasuki piring. Sebuah hal yang tidak realistik. Dan kutahu ia pasti bergurau lagi.
"Sejak awal pertemuan kita."
Tetapi, sebagian dalam diriku tidak dapat menahan diri dan berharap. Kuharap aku salah mendengar keinginan yang melapisi suaraku. Yang mengancam untuk kabur dari diriku dan meraih cahaya itu.
"Dari awal itu ?"
Entah kenapa, setiap kali aku bersama Cassius kurasakan diriku dipulihkan. Seakan aku telah menjadi diriku yang kuinginkan. Diri yang tidak berada.
"Dari awal itu."
Merasa puas, aku melepaskan gaun itu dengan sedikit penyesalan. Selanjutnya mencoba gaun trumpet dengan bawah yang menyerupai ombak - ombak dengan rumbai - rumbai assimetris. Highlight dari gaun tersebut merupakan gradasi warna dari putih ke abu - abu muda terus sedikit tua.
Dari semua gaun yang disediakan. Aku merasa ini adalah yang paling cocok denganku. Pertentangan diri di dalamku. Permukaan yang tidak pernah berakhir. Untuk sebentar aku merasa penasaran dengan alasan Cassius terinspirasi oleh lautan.
"Apa yang kamu pikirkan saat membuat gaun ini?"
Di hadapan pertanyaan seperti itu, Cassius hanya menjawab secara ambigu.
"Aura unik kamu. Ingatan yang berlalu. Matamu."
Terdapat banyak sekali hal yang ingin kutanyakan saat kalimat itu mencapai telingaku Aura seperti apa yang kumiliki. Ingatan seperti apa yang tertera di benaknya. Mata seperti apa yang direfleksikan oleh retinanya.
Sebelum kuketahui, kuingin mengetahui orang seperti apa yang Cassius cinta sesungguhnya.
Dan apakah perempuan itu adalah aku-
Dalam arti sebenarnya.
"Bukankah aku lebih seperti sebuah bayangan ?
Kasat mata. Dingin. Tidak salah aku seperti sebuah lautan. Di lubuk, permukaan terdalam. Dimana cahaya tidak dapat menembus. Mungkin itu adalah hal yang dia liat. Mungkin itu adalah hal yang kuingin dia lihat.
"Bukan… kamu lebih seperti lautan di bulan Juni. Sebuah tempat untuk bernafas di tengah desakan matahari."
Jika menemukan sisi diriku yang tidak kuketahui- atau memberi nama kembali ke sisiku itu adalah sebuah permainan, aku telah kalah. Kusembunyikan sedikit kemerahan yang menjalar ke kupingku, terburu buru aku berlari ke fitting room dan mencoba gaun yang ketiga.
Berkebalikan dengan gaun yang kedua, gaun yang ketiga adalah yang paling kurasa tidak cocok denganku. Tentunya, desainnya sangat indah. Gaun of shoulder yang mereka di pinggang kebawah, dengan bulu - bulu angsa dan belahan di tengah. Siapapun yang memakainya akan terlihat seperti malaikat.
Untuk seketika aku berpikir- apakah aku boleh memakainya.
"gaun yang didesain secara spesifik oleh sir Cassius akan jauh lebih-"
Benar, gaun ini dirancang untukku. Jika bukan aku yang memakainya- siapa yang akan.
Menguatkan hatiku, aku mengenakan pakaian itu, secara hati - hati untuk tidak merusak bulu - bulu yang terlihat seperti bertebaran. Saat melihat ke kaca, ku tercengang, bagaimana aku bisa terlihat begitu beda ?
Seperti ada halo diatas, bahkan mataku yang terkesan dingin dengan ujung yang naik ke atas terlihat lebih lembut. Dalam sekejap aku mengalami perombakan, gadis yang tulus, gadis yang tidak dialiri darah, untuk sementara aku merasa seperti Cassius. Bagaikan kami adalah bintang - bintang yang jatuh ke dunia.
"Dari semua desain yang ada, mengapa kamu memilih tema ini?"
"Karena kamu seperti anugerah yang turun dari surga pada saat itu."
Bukan. Bahkan jika aku memiliki sayap- aku lebih seperti burung mati. Yang telah diburu, dan berlumuran darah. Tidak anggun, tidak lugu. Saat kita pertama bertemu hanyalah beberapa menit. Bisakah aku mengingatkan kesan seperti itu.
Tidak - bolehkah aku meninggalkan kesan seperti itu..?
Setelah itu, aku menanggalkan gaun itu, kembali ke sundress aku yang terlihat polos saat dibandingkan, tetapi aku menemukan kenyamanan di familiaritas didalamnya. Aku tetap terlihat aku. Tanpa filter. Tanpa bayangan imajinasi orang di dalamnya.
"Jadi apakah kamu sudah menentukan?"
Aku memejamkan mata, sebagian dari diriku sangat tergoda untuk memakai gaun yang terakhir. Seakan - akan aku sungguh adalah makhluk polos seperti malaikat yang terpeleset kedalam dunia ini. Atau gaun pertama, dimana ilusi kehidupan menyala.
Tetapi, hal yang paling mewakilkan keberadaan aku adalah ombak - ombak itu. Abu - abu yang semakin gelap semakin kamu mengenalnya. Maka dari itu, aku memilih gaun yang kedua. Lautan yang dalam. Kegelapan yang tersembunyi.
"Iya, gaun yang kedua."
Habis, memutuskan, aku akhirnya kepikiran untuk menanyakan sebuah hal yang menganjal pikiranku, "Cassius, sejak kapan kamu merancang baju ini? Bagaimana bisa kamu selesai membuatnya dalam waktu secepat ini ?"
Setiap dari pakaian tersebut terlihat seperti dibuat dengan teliti, tidak ada satupun detail yang salah didalamnya. Bisa dibilang sempurna. Bahkan ukurannya pas, seakan - akan hanya dibuat untukku.
"Itu adalah sebuah rahasia."
"Klausa kedua bilang kamu tidak dapat berbohong."
"Jika aku mengatakan, aku sudah mempersiapkan diri untuk menikahimu sejak lama apakah kamu akan percaya ?"
Mungkin, gagasan dan bahkan gaun itu sendirinya dirancang untuk orang lain. Tempat yang akhirnya kuisikan. Cinta yang kurebut.
Entah kenapa, aku merasa seperti itu.
Tetapi, sesungguhnya, pelukan yang terlalu cocok seperti khusus untukku.
Kenapa aku tidak bisa meragukannya.
'Aku harus mengingat Cassius hanyalah sebuah alat.'
"Cassius, bolehkah kita memajukan tanggal pernikahan ke 26 Juni ?"
Apa yang aku lakukan ku tidak mengeri. Kecemburuan ini sebenarnya ditujukan ke siapa. Mengapa aku hanya melukai kedua dari kami ?
"Tentu saja."