Jadi dengan begitu tanding pertama kami dimulai. Aku berdiri di lapangan selatan sementara Cassius di utara. Dari serve pertama terlihat dia masih menahan diri, terkendali- sebuah hal yang memicu semangat di diriku untuk membuatnya bermain serius.
Tanpa merencanakannya, aku bergerak mengejar bola itu dan memukulnya dengan gerakan forehand yang tadi. Pertukaran itu terjadi berapa kali, sampai Cassius mengganti sisi ke lapangan kanan dan aku mengganti genggaman ke backhand yang bahkan aku tidak tahu kapan aku pelajari.
"….."
Shock menyambar tubuhku seperti petir, Jika bukan karena bola yang berbalik kepadaku dengan cepat, aku akan memelototi tanganku yang bergerak dengan sendirinya.
Keringat membanjiri aku, tetapi aku merasa bebas dan lepas. Adrenaline di darahku. Seperti aku burung yang kembali terbang di udara. Yang menemukan cara menggunakan sayapnya untuk pertama kali.
Sebelum aku tahu, bola yang kukirim berhasil mendarat pas di depan garis backline di ujung kiri, seperdetik lebih cepat dari kejaran Cassius.
"..."
Aku- berhasil ?
Masih tercengang, aku melihat kedepan, hanya untuk melihat tatapan memanjakan di mata Cassius, "Sudah kubilang Tenis seru kan?"
"Sekarang, poinnya 15-0, aku akan bermain serius sekarang."
Setelah itu, intensitas pukulan dan kecepatan setiap bola bertambah secara gradual. Hampir tidak bisa menyesuaikan, aku merasa seperti mengikuti Craig course tenis dalam puluhan menit. Tak disadari sekitar 20 menit telah berlalu, dan nilai permainan 6 points melawan 5.
Di situ, aku mulai fokus ke strategi. Secara skala kekuatan, aku kalah dari Cassius, maka aku harus bergerak dengan kecepatan tinggi dan radikalisasi gerakan. Mengarahkan bola ke semua bagian lapangan, aku mengikuti satu pola untuk tiba - tiba mengubahnya.
Dan di saat itu, bolanya berhenti berbalik.
Nilai 7-5. Aku menang babak ini!
Karena terlalu senang, aku mengangkat raketku ke langit dan berteriak. Berputar sedikit dalam pamer. Aku tidak menyembunyikan tawaku- sesuatu hal yang kusesali selanjutnya.
"Hahaha, Cassius, bagaimana kamu bisa kalah dari seseorang 7 tahun lebih muda darimu ?"
Interaksi antara orang selalu terasa seperti berusaha memegang seseorang di bawah lautan tanpa memecahkan balon udara mereka. Satu salah langkah dan mereka akan tenggelam. Tetapi untuk sesuatu alasan, aku tidak takut bercanda dengan Cassius.
"Bukankah kamu dengar, semakin tinggi kedudukannya, semakin dashyat jatuhnya?"
Sesuatu hal yang diterima Cassius secara baik. Menerima tantangan di kalimatnya, kami lanjut ke babak kedua setelah istirahat 5 menit. Pertarungan sengit diantara kami.
Tetapi, kemampuan kami setara. Dan tanpa handicap dari Cassius, nilai kami saling mengejar sesama lain. Pertandingan kedua akhirnya berakhir di 6-6. Sayangnya, di pertandingan ketiga, staminaku habis karena jarang berolahraga, dan aku kalah dengan nilai 4-6.
"Gimana perasaan stress sudah menghilang kan ?"
Cassius bergerak untuk memelukku, hanya saja tidak seperti biasanya aku menghindar- sadar akan bagaimana tidak harum aku pasti sekarang melihat betapa basahnya bajuku.
"Nanti. Aku ga mau keringatmu menempel."
"Oh Eli, itu adalah sebuah eventualitas." Cassius memberikan kedipan mata. Bergerak ke arah kamar mandi tanpa mempedulikan merah yang mulai mengambil ahli pipiku.
'Pria insensitif.'
_____________
Semua hal terlihat terang seperti pelangi dan sinar matahari, sampai saat pancuran air mengguyur tubuhku dan adegan hari itu mengulang di kepalaku seperti rekaman rusak.
'Kenapa mereka harus melakukannya sambil mandi sekarang aku selalu teringat olehnya.'
Aku buru - buru selesai mencuci diri, menutupi diriku dengan handuk, dan keluar ke area ganti baju. Selagi mengganti baju, pandanganku fokus ke tatoo kupu - kupu dan bunga di dadaku yang bahkan aku tidak tahu kapan aku mendapatinya. Dari atas perutku sampai dadaku.
Tidak ada ingatan atau indikasi apapun mengenai alasan dibaliknya, sampai suatu hari aku menginterogasi Aspen- adikku mengenainya dan ia membocorkan bahwa aku terlibat di sebuah kecelakaan dan ini cara menyembunyikan luka operasi.
Memakai kembali turtleneck berwarna ungu dan celana panjang putih, aku keluar dari kamar mandi hanya untuk diserang dari belakang dengan pelukan. Wangi white musk memenuhi hidungku.
Aku terasa hangat. Dan kurasa itu bukan dari cologne saja.
"Tepat waktu, ikut aku, sesuatu hal menarik akan terjadi."
Cassius menarik tanganku ke depan, dimana orang harus scan kartu membership untuk masuk, ke suatu tempat yang tertutup dari sisi luar. Sebagian dari diriku heran, tetapi aku memutuskan untuk memercayai Cassius.
"3 menit lagi."
Tidak lama setelah itu, sosok yang kukenal turun dari mobil abu - abu. Rambut strawberry blond yang dicatok untuk memiliki bentuk drill. Mata cokelat yang terlihat seperti madu tua. Kulit seperti warna cappuccino.
Susana Pie!
Akhirnya, aku mengerti maksud Cassius.
Ini adalah panggung pertunjukan yang diatur olehnya untuk menyegarkan aku.
Susana yang berjalan bersama temannya terlihat sangat percaya diri. Aku hampir merasa kasihan mengetahui apa yang akan menimpanya. Sesuatu perasaan yang memudar saat ia membanggakan cincin berlian di tangannya.
Menurut rencana Susana, malam ini seharusnya menjadi tempat dia membual mengenai pernikahannya. Tetapi apa boleh buat, orang di sebelahku sangat protective. Di level mengerikan.
"Hah, kok tidak bisa?!"
Susana berteriak kecil saat kartu membershipnya ditolak di tempat masuk. Jarinya menaruh kartu itu beberapa kali. Akhirnya ia meledak karena ditolak dan memanggil Manager ke depan.
"Service macam apa ini ? Aku telah mengikuti program membership untuk bertahun - tahun. Akan kubuat viral masalah ini."
Dibandingkan dengan ekspektasiku, manajer [Susilo Fitness] tidak terlihat takut sama sekali. Wajahnya memandang ke depan, punggungnya tegak. Hanya mengambil surat pemberitahuan pelanggaran membership.
"Karena pelanggaran salah satu dari klausa membership, kamu Susana Pie telah dilarang menjadi member di sport center ini."
"Apakah ini hidden prank Camera ? Hahaha lucu sekali sekarang hentikan ini."
Keputusasaan membuat Susana menyangkal kebenaran. Dalam pikirannya tidak mungkin ia dikeluarkan dari gym ini. Dia selalu berlaku sewenangnya, jadi bisa dibayangkan perasaan dia sekarang seseorang membatasi kekuasaanya.
"Nona, ini sesuatu yang serius. Mulai saat ini, membershipmu di semua cabang Susilo's fitness akan dibatalkan."
"Ini tidak rasional ! Katakan, peraturan apa yang aku langgar?"
Di saat itu, aku memandang Cassius, aku sebenarnya penasaran akan alasan yang ia pakai untuk mengusir Susana. Jawaban yang keluar pada waktu bersamaan.
"Klausa 26. Menyerang member lain. Dilegalisasi tiga hari yang lalu."
"Jadi kasus seperti ini juga bisa dianggap serangan ?" Aku terbahak seperti orang yang tidak pernah tertawa.
"Aku tidak pernah melakukan hal itu ?!"
"Buktinya sudah dikumpulkan ke eksekutif. Tolong keluar."
Susana tetap membela dirinya tidak mengetahui bahwa pernikahan yang ia begitu banggakan akhirnya akan menjadi keruntuhannya.
Oh Susana, kau selalu menganggap dirimu lebih tinggi kedudukannya daripada orang lain.
Bagaimana rasanya, sesuatu hal milikmu tiba - tiba direbut oleh orang lain.
Rasa bersalah menusuk tulang rusukku, dan semangatku untuk balas dendam sudah diredam oleh kasih Cassius.
Tetapi, kurasa aku akan melakukannya lagi jika situasi ini terulang.
Mulai sekarang aku memutuskan untuk menamai Cassius Doctor Cas di kontakku.
Karena ia mendiagnosis penyakitku dan selalu menemukan jalan keluar.