Apa yang akan kamu lakukan jika orang yang kamu nikahi ternyata memiliki seorang putera yang hampir dapat disebut remaja ?
Opsi A : panik dan bertanya
Opsi B : Pura - pura tahu
Opsi C : kabur
Tiga pilihan terbit di kepalaku seperti lampu yang usang- semua terlihat tidak cemerlang. Jadi aku memutuskan untuk menggabungkan ide - ide tersebut.
Hanya untuk gagal total.
Apa boleh buat- aku pembohong yang tidak lihai-
Seperti darah di atas salju. Terungkap dan canggung.
"Maaf Cassius, aku sangat sibuk akhir - akhir ini, aku lupa kamu pernah menceritakan ini kepadaku ?"
Dan aku menyesal begitu mengatakannya. Sibuk apaan- untuk beberapa hari ini aku seharian di rumah. Tersebut lagi- Cassius yang mengatur semua rencana pernikahan.
Untungnya, panik tidak memenuhi ruangan. Hanya aku saja yang mulai keringat dingin. Cassius hanya memiliki ekspresi menganggap kejadian ini lucu. Sementara anak kecil itu yang seperti patung es memasang muka poker.
"Kamu tidak membaca dokumen yang kukirim ?"
Sebelum aku dapat menjawabnya, suara yang tajam seperti kaca mendominasi udara, menyayat hatiku untuk suatu alasan.
"Anggap saja aku tidak ada. Biasanya aku juga berada di asrama sekolah."
'Asrama sekolah ?'
"Dengar, Eli, keluarga dia itu penuh oleh hal yang kamu benci."
Perkataan Rai kembali menghantui kepalaku. Jadi ini yang dimaksudnya? Trauma masa kecilku saat ibu diam - diam mengirimku ke asrama untuk 3 tahun dan hanya membolehkanku kembali saat ada acara penting sampai ketahuan.
Tetapi, jika hanya ini alasannya, kenapa Rai melarangku dengan keras dari menjalankan pernikahan ini ?
Pikiranku diselak. Sayatan hati mendalam.
"Jangan khawatir Eli, ini kehendak anak ini sendiri untuk sekolah disana."
Jelas - jelas anak ini belum cukup dewasa, belum mencapai berapa belasan, pengalaman seperti apa yang ia lalui untuk mencapai ke pilihan itu ?
Kupikir kembali ke ruangan hampa itu, instruktur yang galak. Dan dalam sekejap, aku memiliki keinginan besar untuk membawa anak itu pulang. Ke tempat dimana dia seharusnya berada.
"Tidak, Cassius, Feivel akan tinggal bersama kita mulai sekarang. Batalkan tinggalnya di asrama."
Pernyataan ini berjalan tanpa perlawanan yang kuduga akan datang. Seperti ia sudah mengharapkan akhir ini. Seperti ia sendiri menginginkan Feivel kembali.
"… kalau itu yang kamu inginkan. Tapi, sekolah Feivel berada di luar negeri. Jika anak ini kembali, dia harus pindah sekolah."
Untuk seketika, aku ragu. Feivel pasti juga mempunyai teman - teman disana. Apakah aku mempunyai hak untuk merampas itu? Dengan kepribadian seperti ini, apakah aku mempunyai kemampuan untuk membuatnya bahagia?
Sebuah badai menyerbu pikiranku. Tetapi, sebelum aku bisa menentukan apa yang benar. Feivel sudah menyelesaikan dilema itu.
"Baiklah, kalau wanita itu menginginkannya aku akan kembali."
Dan dengan begitu, reuni pertama kita sebagai keluarga berakhir, sosok Feivel pergi terlihat begitu kesepian, dia seperti serigala yang terlepas dari kawanannya. Sendirian. Dan hampa.
"Feivel, beraninya kamu menyebut mamamu wanita itu?!"
"Mama sudah meninggal di mataku saat dia meninggalkan aku."
Jadi dia ditinggalkan oleh wanita yang melahirkannya?
Aku tak bisa menemukan hati untuk membenci anak ini.
Jika sebuah orang datang ke dalam hidupku tanpa diundang, aku pun akan menolaknya.
Malahan, kebencian untuk orang yang meninggalkan Feivel meningkat.
Dengan alasan apa dia mencampakan anak yang begitu rentan sampai ia berubah menjadi batu dan es? Tanpa satu pun emosi di wajahnya? Seharusnya Feivel berada di puncak kebahagiaannya. Seharusnya ia dipenuhi oleh sinar matahari dan pelangi. Sebagaimana anak Cassius seharusnya berlaku.
"Maaf Eliana, dia sedikit sensitif mengenai sosok seorang Ibu."
Cassius menundukan kepalanya, membangkitkan keinginan untuk mengelus rambutnya yang lembut.
Tetapi, delusi itu terpecahkan dalam sekejap.
Jika Cassius sungguh adalah orang yang kupikir dia adalah. Jika dia dipenuhi cinta dan kehangatan. Kenapa Feivel bisa menjadi seperti itu ?
Untuk pertama kalinya, aku mulai meragukan perilaku Cassius.
Tetapi, dia masih menungguku berbicara, dan di hadapan mata itu, aku sama sekali tidak berdaya. Jadi, aku menahan kecurigaanku dan memaksa keluar, "tidak apa - apa."
______________
Pesta pernikahan berlanjut di sebuah hotel yang namanya tidak lagi kuingat. Peringatan Rai dan keadaan Feivel menggerogoti kemampuan berpikirku. Aku tidak mengetahui bagaimanaku memberi pidato mulai pesta dan bersosialisasi dengan orang.
Kesesakan di dadaku meningkat dan kuyakin itu bukan karena gaun pengantin ini.
"Dan begitu bagaimana E & C berkolaborasi dengan perusahaan obat - obatan Altheamed. Anu, Mrs, Eliana kulitmu memucat, apakah kamu baik - baik saja ?"
Secara instinktif, tanganku menyentuh kupingku. Mengetahui menyembunyikannya bukan lagi opsi, aku pamit dari mrs. Francis. Tidak baik jika beredar rumor kalau aku sakit.
"Sepertinya kelelahan dari mengadakan pernikahan mengejarku. Aku izin pamit ya mrs Francis."
"Tentu saja, jangan sungkan untuk datang ke Altheamed jika memerlukan pengobatan."
Bukan di area makanan. Bukan di area menari. Bukan di area panggung. Kucari dimana - mana tetapi sosok dia tidak disitu. Akhirnya aku berjalan menuju balkoni dan menemukan rambut putih itu yang menyala dibawah sinar bulan.
"Rai ! Akhirnya ketemu juga."
Pria itu menengok ke arahku, mematikan rokok yang tadinya terjebak di mulutnya. Satu-satunya kebiasaan yang tidak kusuka darinya. Dulu dengan susah payah kita memberhentikannya, kenapa dia mulai lagi ?"
Aku menjepit hidungku tanpa mempedulikan jati diriku. Sesuatu seperti itu, sudah lama menghilang diantara kami.
"El, kamu tidak bersama suamimu?" Rai menyender ke area balkoni, posisinya membuat wajahnya terlihat lebih gelap, dan entah kenapa sedih meskipun seringai terpasang di bibirnya.
Tanpa basa basi, aku memotong langsung ke inti pembicaraan. Rasa penasaran telah membunuhku seratus kali. Dan kunci jawabannya berada tepat didepanku. Jika bukan karena ku masih memiliki akal, aku akan mendorong Rai ke ujung agar dia membocorkannya.
"Aku perlu jawaban. Beritahu aku semua yang kamu ketahui mengenai hubungan Cassius dan Feivel Dawson."
"Oh El, bukankah kamu mengetahui bertanya ke pria lain mengenai suamimu merupakan hal yang jahat?"
Rai berkata secara perlahan, menekan pada namaku, seperti Selo yang nadanya ditarik panjang. Tetapi, aku tidak berada dalam suasana untuk menikmatinya.
"Berhenti bermain - main. Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan dariku?" Tanganku dua - duanya memegang kerahnya, perbedaan tinggi membuatku menatap kedalam matanya yang semerah darah.
Tetap saja, mulut Rai tertutup rata. Kedua tangannya, melepaskan genggaman yang kumiliki padanya dengan gampang. Hanya omong kosong keluar darinya.
"Itu kalimatku El. Ini adalah malam pernikahanmu. Kembali ke sisi Cassius. Orang akan salah paham jika melihat kamu sekarang. Jangan bermain dengan api, kamu akan terbakar."
Tanpa ragu, aku menginjak kakinya, menggali lebih dalam saat kulihat kurangnya perubahan di raut wajahnya. Lihat saja akan ku tarik seringai itu.
"Ego kamu sungguh tinggi sekali. Kamu pikir kamu adalah api? Oh temanku, kamu perlu psikiatris."
Rai memutarku, sehingga aku menghadap ke pintu menuju ruang pesta.
"Aku tidak pernah berkata api itu aku toh El. Ini peringatan terakhirku, karena kamu sudah masuk ketengah badai diam di situ, itu area paling aman untukmu."
"Kamu ketakutan berlebihan. Terbakar ? Aku akan memadamkan api itu. Tercabik ? Aku akan membunuh angin itu. Perkataan kamu hanya berlaku kepada ngengat. Apa yang sudah remuk, tidak bisa dihancurkan lagi. Kamu mengetahui itu, Rai."
Kurasakan sesuatu jatuh dekat leherku, sebuah bisikan yang hampir terlalu rendah untuk didengar menghampiri telingaku.
"Ini bukan titik terendahmu El. Jika kamu mencarinya, kehancuran itu akan membuatmu tidak dapat hidup lagi. Jangan membangunkan harimau tidur."
Sebelum panas yang membanjiri telingaku mereda, Rai sudah berjalan kedalam, meninggalkanku hanya dengan angin yang meredam teriak dalam hatiku.
'Harimau apanya ! Sungguh kucing berpikir ia hebat.'
Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan ? Cassius Dawso, Feivel dan Rai.