"Sebenarnya aku ayah anak kamu."
Sangria di mulutku bertambah manis atas plot development ini, akhirnya film [Bahkan green tea dapat menemukan cinta], mencapai klimaksnya. Hebat juga, Qin Mengyao, menyatakan kebenaran sebelum episode ke 8.
Sekarang pertanyaannya bagaimana Jia dayu akan merespons pernyataan tersebut. Aku sedang menanti-nantikan adegan selanjutnya, saat tiba - tiba TV di depanku menjadi gelap. Dan gelas diambil dari tanganku.
"Sudah jam 11 malam, waktunya tidur."
Aku mendongak keatas untuk melihat Cassius yang tadinya pergi mengambil kopi membawa teh Chamomile, ekspresinya mengatakan bahwa ini tidak dapat dinegosiasi.
"Cassius- lanjutkan filmnya. Ini waktu genting. Aku harus melihat reaksi Qin Mengyao !"
Di saat itu aku sudah minum 4 gelas sangria, jadi kepalaku lumayan berat. Karena aku termasuk peminum kelas berat, aku mencampur Brandy kedalam Sangrianya.
Untuk melupakan konversi terakhir aku dengan temanku. Keraguan seperti piranha di bawah jembatan yang aku jalani. Arti pernikahan ini terhadap pertemanan kami.
Tulangku berteriak kepadaku untuk pulang. Kemana aku seharusnya berada. Tetapi hatiku, mataku berkata ini tempatnya. Rai adalah sarang yang harus kutinggalkan.
Jika tidak aku akan menjadi terlalu nyaman-
Dan melupakan cara tidak memiliki ekspektasi akan orang.
Sementara Cassius - Cassius akan terus membuatku tetap di atas permukaan es tipis. Dan kedinginannya tidak akan berhenti. Karena meskipun dia mencintaiku.
Cinta itu tidak mungkin ditujukan kepadaku saja.
Meskipun, aku mencari keselamatan dari pandangannnya itu.
'Lebih baik dikecewakan oleh orang yang tidak kamu percayai.'
Maka kucampur minumannya meskipun itu berarti menyembunyikan sesuatu dari Cassius yang pasti menentang aku mabuk-mabukan satu hari sebelum pernikahan.
"Ayo Eli. Besok kamu harus bangun pagi."
"Tidak mau ~"
Cassius menaruh gelas dan remote TV di tempat yang terlalu tinggi untukku. Kesenjangan tinggi. Dunia yang menyedihkan. Meskipun tahu, aku tidak bisa mencapainya, aku terus menjinjit, melompat - lompat mencoba mengambilnya.
"Hati - hati Eli-"
Seperti diberi tanda, ketika Cassius mengatakan itu, kakiku yang memakai slipper bulu, kepleset dan aku hampir jatuh ke lantai. Untungnya, sebelum hal itu terjadi tangan Cassius merangkulku, satu tangan di belakang pundakku dan satu di tembok.
Sebelum kusadari , aku terjepit diantara rak buku dan Cassius. Apakah ini yang mereka sebut kabedon? Dalam kelopak mataku yang terasa ingin menutup, kuperhatikan fitur Cassius.
Ini pertama kali kusadari bulu mata Cassius sebegitu lentik. Seperti penjaga yang bertugas mencegah orang dari tenggelam di hijau matanya. Sebelum kujatuh, pandanganku berubah ke arah yang lebih merangsang pikiran.
Bibir yang lembab.
"Ah beneran, menyiksaku."
Cassius menyingkapkan perasanku seperti ulat di dalam perutku. Ia melihat ke atas untuk sebentar, dan dalam detik berikutnya kumerasa ia akan menciumku. Dengan setiap milimeter yang menghilang diantara kami, hatiku berdetak lebih kencang.
Untuk seketika aku berpikir akan menjadi orang pertama yang mati karena debaran ini.
Aku menutup mataku agar momennya cepat berlalu. Tetapi, bukan mendarat di bibirku, ciuman Cassius sampai ke mataku. Dimana aku bisa merasakan kelembutan bibirnya. Dan arus listrik yang menyengat kulitku.
"Jangan takut. Aku tidak akan melakukan sesuatu saat kamu mabuk."
Dia berkata tetapi aku sudah tidak dapat memahami kata - kata Cassis.
"Kita akan melanjutkan ini saat kamu bangun," Cassius mengusap tempat yang baru saja dia cium dengan jempolnya secara perlahan, seperti menghapus jejaknya. "… jika kamu mau."
"…."
Tidak mengetahui cara merespon ke perkataan itu, aku hanya diam. Kenapa nuansa ruangan itu terasa panas. Seperti udara berhenti mengalir. Seperti dunia terbalik. Dan kami berdua satu - satunya yang terkekang oleh gravitasi.
Sepertinya aku minum kebanyakan alkohol.
"Sekarang, waktunya tidur Eli."
Cassius mengangkatku dari lantai, menggendongku sampai kamar dan menaruhku di atas ranjang. Sewaktu, kepalaku menyentuh bantal, aku langsung tertidur. Hanya untuk mendengarnya berkata, "Selamat malam."
___________
Pada pagi hari, aku terbangun dengan ingatanku terfragmentasi. Cassius merusak waktuku menonton drama China dan- astaga dia menciumku. Bagaimana aku akan menghadapinya sekarang.
Perlu semua kekuatanku untuk duduk diam, tanpa memberi tanda aku mengingat apa yang terjadi saat aku berpapasan dengan Cassius. Untungnya, dia tidak mengungkitnya.
Pokoknya, persiapan pernikahan berjalan dengan sempurna. Sampai aku mengingat bahwa sang pengantin harus berjalan bersama dengan ayahnya.
'Jangan - jangan Cassius memanggil ayah kesini ?'
Dengan hati berat aku pergi ke Venue pernikahan, setengah jam sebelum waktu pemberkatan. Berpikir aku akan melatih janji yang akan kuucapkan di sana. Hanya untuk melihat sosok yang kukenal.
Rambut putih yang mencolok dari orang di sekitarnya. Kacamata berwarna gelap yang tidak pernah ditinggalkannya saat matahari bersinar terang. Aura yang dingin namun kokoh.
'Jadi ternyata dia datang.'
Teman terdekatku.
Rai Schubert.
"Kulihat kamu masih menggonggong palsu saja, Rai."
Kubercanda, mengolok fakta kalau dia datang meskipun menentang pernikahan ini. Dalam sekejap Rai menemukanku, berjalan ke arahku. Meskipun kondisi lahiriah dia yang membuatnya sedikit berbeda dari orang lain, Rai memiliki penglihatan sempurna.
"Dan kamu masih tidak bisa mendengar peringatanku El."
Kami berdua berlagak serius untuk sebentar hanya untuk saling memeluk dan tertawa. Setelah sekian lama aku tidak melihatnya, sepertinya Rai bertambah kurus. Kekhawatiran mengisiku. Bagaimana dia akan hidup tanpa aku mengingatkannya untuk makan ?
Saat kami berpisah, tangan Rai masih ada di udara. Kupikir dia masih ingin mengungkapkan kerinduannya, sampai dia meninju pundakku dengan ringan.
"Kamu yakin calon suamimu tidak akan membunuhku melihat ini ?"
Rai memastikan, ada sesuatu hal yang lucu dengan cara dia membicarakannya. Entah itu suaranya yang sengaja direndahkan, atau cara alisnya mengkerut seperti memakan sesuatu yang asam. Membuatku kembali tertawa tergelegak.
"Kalau dia tipe orang yang membatasiku, lebih baik aku tidak menikah denganya."
Keceriaan memudar dari wajah Rai.
"Benar juga, kamu selalu bisa menangani hubunganmu dengan baik."
Tiba - tiba, dia memegang tanganku, suaranya lebih kecil dibandingkan biasanya. Kami hampir tidak pernah berpegangan tangan, karena dia tahu aku tidak suka kontak tubuh terlalu lama. Jadi, aku sedikit terkejut.
"El, aku tahu kamu tidak suka dengan ketidaksetujuanku mengenai pernikahanmu, tetapi aku bukanlah teman baikmu jika tidak memperingatimu."
"Rai, apa yang kamu bicarakan-"
Aku mencoba untuk melepaskan genggamannya, tetapi tidak berhasil.
"Pernahkah kamu mempertanyakan kenapa dia mencintaimu ? "
Tulang dadaku dibelah dan bayangan yang dikurung didalamnya ditarik keluar. Untuk sementara, itu saja yang dapat kulihat. Penuduhan. Dan konspirasi.
"Kebenaran di belakang ini hanya akan melukaimu, El."
Dan kasih sayangmu akan begitu ia berhenti.
"Kalau kamu mengetahuinya, mengapa kamu tidak memberitahukannya kepadaku?"
Frustrasiku bertambah. Sejak kapan ada rahasia diantara kami. Kami dulu begitu dekat. Begitu transparan. Sekarang, ada kerangka di bawah ranjangku, dan dia tidak mau memberitahuku apa itu.
Jika dia beneran peduli-
Jika kebenaran hanya akan melukaiku-
Bukankah ia akan memberitahuku supaya aku bisa memilih yang mana lebih tidak menyakitkan ?
"Kamu tidak bisa menyuruhku menusukmu dengan pisau yang kamu sendiri buang, El."
Kata - kata yang dia ucapkan hanya bertambah aneh. Seperti aku berjalan di labirin, langkah ke depan hanya terlihat seperti jalan kematian.
"Aku tidak mengerti. Kamu tidak bisa membuatku membatalkan pernikahan ini atas sesuatu yang bahkan kamu tidak bisa katakan kepadaku."
Genggaman di tangannya bertambah kuat.
Apakah itu rasa takut ? Kecemasan ? Atau usaha terakhir untuk menggenggam sesuatu yang dia anggap akan selalu bersamanya.
Aku tidak tahu.
"Percayalah kepadaku El, jika bukan karena pertemanan kita selama ini , aku sudah membeli dua ticket pesawat ke Swiss. Kita bisa kabur dari sini- kekuatan E & C terlalu besar di Amerika."
"Tidak bisa Rai. Aku bukanlah jongosmu. Kamu tidak bisa memerintahkanku untuk bertindak semaumu. Meskipun aku percaya kamu bermaksud baik, kamu tidak bisa merusak hubunganku dengan Cassius begitu saja."
Cassius yang mengeluarkanku dari sarang serigala. Yang selalu merencanakan yang terbaik untukku. Bagaimana aku bisa menyangsikannya hanya karena seseorang meragukannya. Bahkan jika dia adalah teman terdekatku, dan mungkin pernah menjadi sesuatu lebih dari itu, aku tidak akan meninggalkannya.
Karena ia memberikanmu pilihan saat tidak ada orang yang percaya atas keputusanku.
Karena dia satu - satunya yang melihatku dan memberiku tempat di dunianya tanpa batas.
Sesuatu hal yang tidak akan pernah terjadi dengan Jason.
Sesuatu hal yang mungkin tidak akan pernah terjadi dengan Rai.
Yang selalu menganggap ku terlalu rentan untuk melihat kegelapan dunianya.
"Jika kamu terus begini, Rai, lebih pertemanan kita putus sampai disini."
Sebenarnya, satu - satunya alasan aku bisa berkata seperti itu, adalah fakta bahwa pertemanan kami tidak bisa dihancurkan oleh hal segampang itu. Kutahu dia akan mengalah.
"….OK, kalau kamu begitu peduli padanya , aku tidak akan menghentikanmu. Tapi jangan biarkan dirimu terluka nanti."
"Dan…?"
Rai dan aku mempunyai prinsip pertemanan dimana seseorang harus mengabulkan permintaan yang lainnya jika dia berbuat salah.
"…"
Daripada bersama dengan orang yang disewa atau kerabat Cassius yang tidak kukenal, lebih baik Rai yang selalu bersamaku mengantarku.
"Dampingi aku di altar, Rai… Sebagai sahabat terbaikku."
Hatiku yang selalu berbohong memerintahkanku untuk melakukannya.
Hal ini.
Siapa yang tau alasan sebenarnya ?