Chereads / Percikan Juni Ternyata Mimpi Belaka / Chapter 4 - Chapter 4- kepedihan terdalam

Chapter 4 - Chapter 4- kepedihan terdalam

______

"Kamu telah menderita Eli."

Seperti perban perkataan Vienna menahanku dari berdarah. Aku tidak menyadari betapa kuingin membicarakan ini dengan seseorang sampai ku mengutarakannya. Tetapi batu yang menindih hatiku hanya setengah terangkat. Setengahnya lagi, aku tidak tahu apakah akan bisa terangkat di keseluruhan hidupku.

"Kalau aku tahu kamu terlibat dengan orang berengsek seperti itu, aku akan menjodohkanmu dengan orang lebih baik dari awal."

Kuyakin Vienna mengatakan itu dengan intensi baik. Tetapi, hal itu hanya menambah awan di langitku. Sampai beberapa hari yang lalu, Jason pun terlihat sempurna di mataku. Meskipun, aku memilih pria lain, cerita ini akan terlulang.

"Aku sudah capek dengan cinta, Vienna."

Sebagai ganti keluhanku, Vienna hanya menggelengkan kepalanya seperti penambang yang kecewa tidak menemukan permata di dalam batu yang ia pilih. Tetap saja, ia mempunyai cukup daya tahan diri untuk tidak memaksaku.

"Jadi apa yang akan kamu lakukan ? Mau aku cari preman buat hajar dia?" Vienna bercanda, dengan nada setengah serius sambil mempermainkan pena hitam dengan ornamen Emas di tangannya. Gerakan itu jelas - jelas tidak berbahaya tetapi terasa seperti nafas angin Desember melewati punggungku.

Jujur saja, ada sebagian dari diriku yang ingin melakukan hal itu. Memanggil orang untuk menghajar dia sampai babar beluk dan membuatnya berlutut meminta maaf di kakiku. Memohonku kembali. Tetapi luka jasmani itu sementara. Dan aku tidak ingin melihat orang dipukuli seperti Aspen.

"Tidak usah. Kita menjebak dia membeli saham dan membuatnya turun. Seperti yang dia lakukan kepada aku."

Jadi pada akhirnya aku memakai metode ini agar ia tahu rasanya di php. Akan tetapi apakah ini cara yang terbaik untuk balas dendam ? Setelah melihat kenyataan, ia akan tertawa, menangis dan putus asa. Sehabis itu apa yang akan terjadi? Uang dari gaji dan perusahaan dia akan menutupinya. Susana akan menghiburnya.

Dan aku ?

Aku akan terlupakan seperti sebutir pasir yang tertiup badai.

Sebenarnya apa cara untuk meninggalkan bekas mental yang lama? Sampai ia mengingat aku. Sampai ia dihantui oleh sosokku. Sampai aku memenuhi kepalanya. Memperhatikan mukaku, Vienna meluruskan kerutan di dahiku dengan sedih.

"Kamu masih belum melupakan dia ?"

Melihat itu, aku berusaha memakai kata ambigu untuk mengelak, "aku…. Hanya merasa metode ini terlalu lembut." Rangkaian kata itu masih dapat dipercaya, tapi aku khawatir nada pedih yang kupakai untuk berbicara menguak keadaan hatiku.

"Katakan yang sejujurnya Eli, kita kan teman dekat. Sejak kapan kita menyembunyikan hal seperti ini. Jangan - jangan pria itu mendahului status aku sebagai teman kamu ?"

Untuk sebentar aku berpikir. Selain dari temanku di Los Angeles, Vienna adalah orang yang memperlakukan aku dengan baik. Di satu sisi, ada kekhawatiran aku akan terlihat bengis. Di sisi yang lain, aku tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari Vienna. Pada akhirnya ku putuskan untuk menangkap pedang yang jatuh dari udara, tidak peduli itu bilah atau gagang.

"Aku tidak ingin dilupakan Vienna. Bagaimana cara cara mengatakannya. Aku ingin Jason melihat bayanganku kemanapun kemanapun ia pergi. Aku ingin menjadi matahari yang ia tidak bisa hidup tanpa. Sehingga saat ada bintang ia mengingatku. Sehingga saat dunia redup ia mengingatku. Dan menyesalinya."

Sebenarnya aku mengharapkan ruangan untuk hening, atau Vienna untuk melihatku sebagai orang aneh. Namun, tidak ada reaksi lain, diluar berhentinya jari - jari temanku mempermainkan pena.

"Di kata lain… kamu ingin menjadi kepedihan terdalamnya?"

Apakah itu yang ku mau ? Aku Berpikir untuk sejenak dan mengangguk.

"Iya."

Tatapan berbahaya di matanya, bibirnya membicarakan solusi yang tidak dapat kulakukan. Mawar berbunga di telingaku.

"Kalau begitu, carilah sebuah pria yang tidak dapat disainginya. Tunjukan betapa berharga kamu sebenarnya dan kesempatan yang ia lewatkan."

_________________________

Percakapan kami terpotong disitu. Dan aku pun turun dengan jarum tertancap di kakiku. Setelah ini aku akan kembali ke kamar hotel yang kosong. Setelah ini hanya keheningan yang akan mendampingiku. Aku belum siap untuk itu. Tidak akan pernah bisa menyiapkan diriku untuk menerima isolasi ini.

Untuk mengurangi kesepian ini, aku sempat berpikir lebih baik menghabiskan waktu di tempat ramai seperti cafe atau mall. Akan tetapi, semua tempat itu pernah disebut oleh Jason. Dan bahkan jika aku pergi, aku merasa ku tetap akan merasa kosong.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke hotel. Mengendarai mobil Mercedez-bens yang baru aku sewa kemarin hari. Agar tidak berjumpa secara tidak sengaja dengan Jason, ku memutuskan untuk menyuruh mereka mengambil bmw tempo hari kembali.

Saat mengendarai mobil itu, hidungku berkerut. Aroma kulit di mobil ini lebih kuat daripada yang sebelumnya. Kalau saja aku tidak datang ke kota ini, aku tidak akan menderita dari hal seperti ini. Rasa benciku kepada Jason meningkat. Tetapi kenapa- kenapa terus aku mengingat senyuman canggung nan manisnya. Cara dia menyentuh bibirnya saat berbohong. Dan waktu kami bertukaran hadiah setiap natal ?

Seperti dicabik - cabik dari dalam oleh angin badai hatiku terasa sakit. Puting beliung pengkhianatan telah mencabut memori satu persatu dan mempersatukan yang tersisa untuk membuat karya yang membuatku terobsesi.

Kupikir tidak ada yang bisa membuat suasana hatiku menjadi lebih parah, tetapi aku dibuktikan salah. Saat sampai ke hotel, kumelihat kumpulan orang yang awalnya kukira penginap lainnya. Hingga aku menyadari gaya rambut pirang berantakan itu. Anting yang berbaris mendekorasi kupingnya.

Sepupu aku yang ibu ingin aku nikahi-

Ken.

Sebelum aku bisa kabur dari tempat itu, sepupuku yang biasa hanya pintar dalam berpesta dan menghabiskan uang, menangkap aku dengan matanya yang tajam.

"Kode 3. Jangan biarkan dia kabur!"

Ku mencoba untuk menyetir ke belakang, jauh dari mereka tetapi semua jalan dikepung oleh mereka. Jika aku menerobos, aku akan masuk pengadilan sebagai pembunuh Dan seperti burung yang terperangkap di jebakan, aku hanya bisa menunggu.

Tenang Eliana. Seharusnya kamu aman. Tidak ada yang bisa masuk ke mobil ini. Kecuali mereka membawa baji. Dalam kekhawatiran aku lupa bahwa sesuatu jika ditakuti akan menjadi kenyataan. Di sebelah kanan, seseorang menghampiri dengan baji dan membuka paksa pintu itu.

Seperti sehelai keras, aku ditarik secara paksa keluar dari mobil menuju Ken, yang tersenyum seperti orang gila. Kedua tangannya tersilang didepannya. Jaket kulit yang ia pakai di atas pundaknya menambahkan pesona mengerikannya.

Tiba - tiba, Ia memegang wajahku secara paksa, hampir meremukan tulangku. Amarah tercerminkan oleh suara keringnya.

"Akhirnya ku temukan kau Eliana."

___________