Edit : ada koreksi di paragraf kedua terakhir PJTMB dari rumah menjadi rumah kedua.
Chapter ini lebih ke latar belakang
_______
Mimpi masa lalu :
Ruangan yang dingin. Kelembaban di udara. Dan bau kayu yang tua. Tempat yang sudah lama tidak kulihat. Dari jauh kudengar suara sepatu hak berbenturan dengan lantai marmer mendekat seperti utusan maut kepadaku.
"Berisik Eliana ! Beruntung aku hanya mengurung kamu di dalam lemari ini. Kalau kamu tetap mengganggu pekerjaan aku, nanti aku kirim ke sekolah berasrama."
Meskipun sudah terbiasa dengan teriakan ibu, ketakutan terus bangkit di hatiku. Sejak kecil hubungan kami terpaksa. Ibu adalah orang yang sangat berambisi dan terobsesi dengan pekerjaannya. Tetapi ayah bersikeras bahwa ibu harus menjagaku tanpa menggunakan suster seperti keluarga lainnya.
Maka dari itu mereka berkompromi sehingga ia boleh bekerja dari rumah selama menjagaku. Hanya saja, keberadaanku pada dasarnya "mengganggu" konsentrasi dia. Sehingga aku dan lemari ini menjadi teman terbaik.
Menyahutinya hanya akan membuat situasi lebih parah. Hukuman paling ringan untuk itu adalah dikurung dalam jangka waktu yang lebih lama. Sementara hukuman yang lebih parah adalah tidak diberi makanan atau dipukul dengan sabuk.
Menggigit bibirku agar aku tidak mengucapkan hal yang tidak boleh diucapkan, aku mengatakan hal yang ia ingin dengar. "Aku mengerti ibu."
"Baguslah kamu mengerti. Setidaknya kamu masih tahu diri,"
ibu mengolokku, bahkan tanpa melihat, aku bisa membayangkan cara ia mengangkat dagunya ke atas,
"Andaikan kamu laki-laki, kamu masih ada gunanya. Membesarkanmu ? Buat apa aku membuang waktu untuk bidak yang akan dikendalikan orang lain ?"
Suara hak ibu berbunyi lagi dan menjauh hingga menghilang. Ku tidak tahu kenapa aku bermimpi tentang kejadian ini lagi. Sejak kecil aku sering lucid dreaming - kondisi dimana aku dapat berpikir jernih dalam suatu mimpi. Sebuah hal yang sudah tidak kujumpai sejak ku berpacaran dengan Jason.
Saat aku masih berpikir tentang cara keluar dari mimpi ini. Kudengar pintu terbuka diikuti suara jatuh tongkat yang dipakai untuk menganjal lemari itu. Ku telah melihat adegan ini terlalu sering untuk tidak tahu apa yang akan terjadi sesudah ini.
Terbukanya pintu ruangan sempit ini. Pemandangan ranjang ukuran queen dengan selimut abu - abu dan Aspen saudara tiriku yang 5 tahun lebih muda daripada aku. Payungku di tempat menyesakkan ini. Dia adalah satu - satunya alasan aku belum terkubur di bawah permukaan.
Alasan aku bisa bernapas.
" Bukankah aku udah berkata berhenti membantuku nanti ibu lebih marah lagi."
Di hadapan teguran prihatinku, Aspen hanya terus memandangiku tanpa berkata apapun. Dari dulu ia adalah anak pendiam, tapi aku sendiri tahu betapa baik hatinya. Maka dari itu aku merasa lebih kasihan setiap kali aku melihat dia dan perilaku kejam ibu kepadanya.
"Ibu memukuli kamu lagi ?" Jariku menyusuri memar di muka imutnya yang mengingatkanku akan racoon. Pada umumnya, seharusnya tidak ada yang hatinya sekeras besi untuk melukai anak lugu seperti ini. Namun, dia adalah anak selingkuhan ayah dan lelaki yang mengancam tempatku sebagai pewaris- kedua hal yang tidak dapat ditoleransi ibu.
"….."
"Sini kakak obati kamu." Ku berbicara selagi mengambil obat di laci meja, mengoleskannya dengan gerakan cepat supaya selesai sebelum ibu kembali dari ruang kerjanya.
'Tik tok tik tok.' Melihat jam mendekati jam 6, aku bertambah cemas. Dengan segera kembali masuk ke dalam lemari agar tidak ketahuan. "Aspen, turuti perkataanku. Taruh kembali tongkat itu diantara lemari dan balik ke sayap kamar kamu. Kalau ada yang bertanya siapa yang mengobati kamu bilang ayah meninggalkan obat untuk kamu OK?"
"Tidak ! Kak Eliana akan ku lindungi." Untuk pertama kalinya ia berbicara.
'Kamu saja tidak bisa melindungi diri sendiri siapa yang akan melindungi ? Justru aku yang akan melindungi kamu.'
"Sudah turuti perkataan aku atau aku tidak akan berbicara dengan kamu lagi."
Dunia kembali gelap dan waktu berlalu seperti itu.
Hingga aku terbangun.
_________
"Haaah," aku terengga menarik nafas seperti orang hiperventilasi, meskipun itu hanyalah mimpi, ku tetap merasa terganggu. Hatiku berdebar - debar bagaikan merpati berusaha keluar dari situ. Hanya setelah beberapa menit berlalu, baru aku menyadari bahwa aku banjir oleh keringat dingin.
Selagi aku mandi membersihkan diri, aku memikirkan balik situasi rumit keluarga aku. Pada saat aku beranjak umur 13 tahun, ibuku memutuskan untuk mengatur tunangan dengan seseorang dari keluarganya agar ia bisa mengendalikan penerus perusahaan kami.
Sesuatu kondisi yang Kuterima sampai suatu hari di umur ke 14, Aspen mengalami kecelakaan dan hampir mati. Dalang dari insiden itu tidak pernah ditemukan, tetapi pada malam hari kutidak-sengaja mendengar percakapan ibu menegur suruhannya yang tidak kompeten.
Di saat itu, di bawah kekejaman bulan Purnama yang membuatku melihat kekejian di mukanya, ku memutuskan untuk kabur sehingga Aspen menjadi satu - satunya pewaris keluarga itu dan dilindungi lebih baik. Seorang anak yang dibuat oleh katun. Yang durinya menusuk diri sendiri. Bagaimana aku bisa membuatnya menderita ?
Untungnya, uang sakuku lumayan besar, sehingga aku bisa menabung di akun tersembunyi secara perlahan. Rencanaku untuk kabur terlaksanakan begitu aku lulus SMA. Di masa sekarang aku hidup bersama teman baikku di New York dan bersekolah memakai beasiswa disana.
Di mata orang kami mungkin hanyalah teman- tetapi ia adalah rumahku yang tetap berdiri di badai terbesar hidupku.
Hanya dia yang mengetahui identitas asliku.
Jason tidak mengetahui aku datang dari keluarga ternama.
Bahkan Susana hanya berpikir sepatu sialan itu adalah sesuatu yang kubeli dengan gaji yang kutabung untuk waktu lama.
Aku bertemu Jason yang kebetulan mengambil mata kuliah yang sama, pada tahun kedua pertama kuliahku. Apakah karena kita keseringan ditugaskan bersama atau cara dia secara rahasia mempedulikan. Akhirnya kami berpacaran setelah aku mengaku suka kepadanya di tahun ketiga kuliah kami.
Sekarang sudah 10 tahun sejak pertemuan kami.
Sebenarnya aku tahu hubungan kami tidak akan lancar sejak di tahun ke 3 hubungan kami dimana ia pindah ke kota ini untuk membantu perusahaan ayahnya yang sedang bermasalah. Hanya saja aku tidak menduga ia akan berselingkuh dengan Susana- rekan dan juga sainganku untuk waktu yang lama sebagai sesama penulis.
Pada tahun ini, kupikir ia akan melamarku. Tetapi yang kudapatkan adalah patah hati dan pedang yang terhunus. Pria yang kucintai adalah buaya. Teman kedua terbaikku adalah ular. Dan aku adalah badut yang tidak tahu ia menari.
Pertanyaanya adalah bagaimana aku dapat membalas dendam. Salah satu keuntungan yang datang dari menjadi penulis ternama adalah mudahnya membentuk koneksi dengan pembaca. Tentunya aku tidak memakai nama asli, dan aku tidak pernah muncul di publik tanpa memakai masker atau kaca mata hitam secara bergantian.
Setelah mempublikasi buku ketiga aku, "Atlantisku.", aku ditemukan oleh penerbitku dengan Vienna Klein, salah satu orang ternama dalam pialang saham. Pertemuan kami seperti magnet utara bertemu magnet selatan, perbedaan kami justru mengikat kami. Dan karena kedekatan itu, akhirnya aku tertarik belajar saham. Dan dia mengajariku
Seingatku, bermain saham adalah salah satu hobi Jason.
Mungkin aku perlu mengunjungi Vienna.
Kupikirkan cara untuk melampiaskan amarah ini sambil keluar dari hotel.
Tanpa mengetahui sesuatu buruk akan menimpa aku hari itu.
__________
Author Note :
Maaf, pria misterius tidak muncul chapter ini