"Mengapa tadi kamera ditunjukkan ke arahku?" tanya Felix pada Erlangga.
"Karena pemilik Laboratorium meminta untuk melihat wajah kau terlebih dahulu," ujar Erlangga.
"Lalu setelah melihat?" tanya Felix lagi.
"Ya, tidak apa-apa. Kita bisa membawamu ke sana," ujar Erlangga yang masih sabar dengan pertanyaan Felix.
"Sudah, tidak perlu dipikirkan. Kita segera pergi dari sini saja."
Erlangga sudah siap dengan tas ranselnya. Kali ini penuh buku-buku kuno yang berhasil dia pinjam di perpustakaan kota. Tentunya hasilnya akan lebih maksimal kali ini.
Setidaknya itu yang dia harapkan.
"Kau anak aneh yang baru kali ini aku jumpa. Tapi semoga saja kita bisa berteman lama."
Felix berharap demikian, karena dia sudah nyaman untuk berteman dengan Erlangga yang penuh dengan ilmu dan perasaan positif.
"Astaga, selama tidak ada pengkhianatan, aku tidak akan membuang teman. Kau bisa pegang dengan hal itu."