Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 8 - TALI IKATAN

Chapter 8 - TALI IKATAN

Belum sempat Liana menjawab pertanyaan dari temannya itu, Bara yang mendengar nama Vella disebut sontak menghentikan aktivitasnya.

"Apa? Vella tidak tidur bersama kalian?" sergah Bara seraya bangkit dari duduknya.

Pria itu memandang wajah temannya satu per satu, seperti tengah mengabsen mereka. Sejenak Bara tertegun, kenapa sedari tadi dia tidak menyadari bahwa yang belum hadir di sana hanyalah Liana, dan juga Vella?

Sementara itu, melihat wajah panik Bara karena mengetahui tidak adanya Vella di sana membuat Liana tanpa sadar memegangi dadanya. Entah mengapa, ada sebuah rasa sakit yang seolah menghujam. Seperti sembilu melesat cepat dan seketika menusuk jantung tepat sasaran.

Liana termenung dengan tatapan nanar. Tidakkah Bara ingin melihat ke arahnya walau sekali saja? Tidakkah pria itu mengingat kejadian semalam walau hanya sepintas di pikiran?

Lagi pula sewaktu Bara bangun dari tidur, seharusnya pria itu sadar dengan apa yang telah dia lakukan kepadanya mengingat posisi Bara dan dirinya yang tentu masih sama-sama dalam keadaan tanpa busana. Tetapi, kenapa Bara malah bersikap seolah dia tidak peduli? Bahkan pria itu terlihat sama sekali tidak ada niat untuk mendekati dan membahas semua yang telah terjadi.

Memikirkan itu tanpa sadar Liana semakin mengeratkan pegangan di dadanya seiring dengan begitu besar rasa sakit yang dia rasakan.

"Hm ... bahkan sedari pagi aku belum melihat Vella sama sekali," ucap teman sekamar Vella.

"Sama, aku juga belum melihatnya pagi ini," imbuh teman Vella yang lain.

"Lalu, kira-kira di mana dia?" semua gadis itu tampak berpikir.

"Memangnya, Vella benar tidak tidur denganmu, Li?" tanya gadis berambut sebahu kepada Liana yang masih setia berdiri tidak jauh dari dirinya. Gadis itu benar-benar takut jika suara dengkuran yang tidak sengaja dia keluarkan membuat semua teman-temannya kabur dan pada akhirnya memilih untuk tidur sendirian di kamar lain yang masih kosong.

"Eh?" Liana yang sedari tadi melamun seketika terperanjat saat menyadari namanya dipanggil. "Emm ... tidak, aku ... tidur sendiri," jawab Liana dengan sedikit terbata.

Mendengar itu Bara hanya menghela napas kasar seraya memutar bola matanya jengah, karena informasi yang diberikan Liana sama sekali tidak membuatnya terbantu. "Kalau begitu kita cari Vella sekarang juga!" titah pria itu menggema hampir ke seluruh penjuru ruangan.

"Sebentar, sedikit lagi!" seru beberapa teman pria Bara yang justru masih saja berfokus pada sebuah layar kotak besar di depan mereka.

"Aghh! Kenapa kau merebutnya? Padahal sebentar lagi aku hampir menang!" teriak salah seorang dari mereka saat stick game yang berada di tangan tiba-tiba direbut begitu saja oleh Bara.

"Aku tidak mau tau, pokoknya kita harus segera menemukan Vella!" Bara kembali mengeluarkan titahnya. "Jangan ada yang melakukan aktivitas lain, selain mencari Vella!" imbuh pria itu.

"Oh astaga, aku baru saja ingin memakan tuna yang terlihat nikmat ini," rutuk salah satu di antara mereka.

Akhirnya Bara, Liana dan para temannya yang lain saling berpencar mencari keberadaan Vella. Dari memeriksa setiap ruangan yang ada hingga mencari di sekeliling taman yang ada pada villa tersebut. Namun, setelah sekian lama mencari, mereka sama sekali tidak menemukan sosok Vella di sana.

"Bagaimana jika kita mencarinya di kebun teh? Siapa tau Vella ada di situ," ucap beberapa teman yang lain memberi saran. Akhirnya mereka pun memperlebar pencarian Vella hingga ke bukit dan kebun teh yang ada di sekitar villa tersebut, juga ke beberapa rumah pemukiman warga.

Dengan berjalan sedikit tertatih, Liana akhirnya memilih untuk turut mencari sahabatnya bahkan tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Liana terus berjalan dengan berusaha menghiraukan segala rasa nyeri yang terasa di tubuhnya. Mengetahui pencarian yang sudah cukup lama dilakukan namun sahabatnya tak kunjung ditemui, membuat Liana turut merasa khawatir karena bagaimana pun sebagai seorang sahabat keselamatan dan keamanan Vella juga menjadi tanggung jawabnya.

Liana terus berjalan dengan sesekali berteriak memanggil nama sahabatnya itu. Begitu pula dengan apa yang teman-teman lainnya lakukan. Terdengar suara mereka yang saling bersautan memanggil nama Vella.

Liana terus berjalan menyusuri deretan pohon teh yang membentang luas di sekelilingnya. Hingga tanpa sadar dirinya menabrak seseorang yang tengah berjongkok tepat di kelokan tempatnya akan berputar arah.

"Eh!" pekik Liana saat dirinya hampir terhuyung dan jatuh karena terlalu terkejut dengan keberadaan seseorang yang tengah berjongkok tepat di depannya tersebut.

Namun dengan sigap orang itu berdiri dan menangkap tubuh Liana sehingga menyelamatkan wanita itu, yang jika saja dia tidak menahan tubuh Liana maka mungkin saja wanita itu akan terjatuh dan mendapatkan banyak luka mengingat jalanan di kebun teh itu penuh dengan bebatuan terjal.

*****

Bara terus berjalan seraya tidak henti-hentinya berteriak menyebut nama Vella mengabaikan tenggorokannya yang sudah benar-benar terasa kering. Baginya, kehilangan suara pun akan dia lakukan jika itu dapat membuatnya segera bertemu dengan Vella.

Bara mengusap wajahnya gusar kala mengingat pencarian yang telah cukup lama mereka lakukan namun sepertinya belum ada satu orang pun dari temannya yang bisa menemukan keberadaan kekasihnya itu.

Di mana gadis itu? Bara menghembuskan napas lelah seraya berkacak pinggang, lalu pria itu kembali menelusuri sekelilingnya dengan tatapan mata yang begitu tajam.

Hingga akhirnya dering ponsel terdengar begitu nyaring di telinga membuyarkan fokus pria bernetra biru tersebut.

Bara segera merogoh saku celananya, dan tanpa menilik nama yang tertera di layar, pria itu dengan cepat menerima panggilan yang masuk di sana. "Ya?" sapa Bara dengan suara yang sudah begitu serak namun justru menambah kesan sensual terhadap dirinya.

"....."

"Aku memintamu memberikan kabar jika sudah menemukan dia, Gio! Jika kau belum menemukan Vella, kenapa harus menelepon? Buang-buang waktu saja!" decak Bara dengan begitu sebal pada sang penelepon di seberang sana. Lalu tanpa menunggu jawaban dari si penelepon itu, Bara segera mematikan sambungannya dan kembali memasukkan benda pipih di dalam genggamannya ke dalam saku celana, berbarengan dengan pandangannya yang mengarah ke bawah memperhatikan tali sepatu bagian kanannya yang terlihat hampir berpisah satu sama lain.

Hal itu sontak mengingatkan Bara tentang bagaimana hubungannya dengan Vella sekarang, "Tidak, kalian tidak boleh berpisah," ucap Bara kemudian berjongkok untuk mengikat kencang sepasang tali sepatu yang terlihat hampir saling melepaskan itu.

Setelah dirasa cukup, Bara kembali menatap kedua tali sepatunya secara bergantian. Lalu, tanpa sadar pria itu mengembangkan senyum kecil di wajahnya. Pikiran Bara semakin berkelana, teringat betapa setiap hari dia harus berusaha semakin mengencangkan ikatannya terhadap Vella. Memang, terkadang hal itu terasa sangat melelahkan. Namun Bara tidak peduli, jika memang itu satu-satunya cara untuk membuat Vella selalu berada di sampingnya, maka sampai mati pun Bara akan tetap melakukannya.

Bahkan hanya dengan mengingat wajah manis gadis itu berhasil membuat semangat Bara kembali berkobar. Pria itu menumpukan jari jemarinya pada salah satu lutut lalu bersiap untuk bangkit, sebelum akhirnya seseorang memekik keras dan terlihat menghuyungkan badan ke arahnya, membuat Bara dengan sigap berdiri lalu menahan tubuh itu.

"Ba-- Bara?" pekik Liana terkejut kala mengetahui sosok siapa yang sedang menangkap tubuhnya.

"Selain kaki, mata juga harus difungsikan saat berjalan," ujar Bara dengan begitu ketus seraya melepas rengkuhannya pada tubuh Liana, lalu pria itu melangkah pergi begitu saja melewati Liana yang masih berdiri dan mematung di tempatnya.

'Bara menyelamatkanku? Apakah itu artinya Bara masih peduli denganku? Tetapi, mengapa pria itu berkata ketus? Padahal sebelumnya Bara tidak pernah seperti itu. Dia selalu tampak tersenyum dan ramah.' Liana memicingkan matanya.

Jujur saja, sepanjang pencarian Vella hari ini, pikiran Liana masih tidak bisa melupakan tentang apa yang telah dirinya dan Bara perbuat semalaman. Meskipun memang dia juga merasa panik saat mengetahui sahabatnya mendadak menghilang, namun rasa cemas akan Bara yang seolah tidak peduli dengan kegiatan mereka semalam jauh menghantui diri Liana.

Tanpa sadar Liana menggigit bibirnya pelan. Lalu dia menoleh ke arah Bara yang kini semakin berjalan menjauhi dirinya. 'Ini tidak bisa dibiarkan!' Liana menggenggam erat jemarinya.

Liana akan berusaha maklum jika Bara memang tidak sadar dengan apa yang telah pria itu perbuat pada tubuhnya semalam. Namun, Liana akan berusaha keras untuk membuat Bara mengingat setiap detik indah yang telah mereka lewati bersama.

Ya, Liana bahkan sudah sampai di titik ini hingga merelakan semua yang dia punya untuk Bara. Lalu sekarang, pria itu dengan mudah pergi dari tanggung jawab dan malah seenaknya memikirkan wanita lain? Rasanya Liana tidak bisa terus-terusan membiarkan hal itu terjadi.

"Aku harus kembali berjuang," putus Liana yang masih setia menatap lekat ke arah punggung Bara.