Hari itu, Bara melemparkan dirinya begitu saja di atas ranjang berukuran king size miliknya. Tadi, selepas pulang sekolah Bara menyempatkan diri untuk sejenak berkumpul dengan teman-temannya di sebuah kedai yang terletak tidak jauh dari sekolah mereka. Namun siapa sangka jika hal itu justru membuat mood Bara menjadi berantakan.
Bara terus menggelengkan kepalanya pelan setiap mengingat tuduhan yang teman-temannya layangkan kepada kekasih barunya. "Mereka hanya iri denganku," lagi-lagi kalimat pembelaan itu dengan lancar meluncur keluar dari mulut Bara.
Bara akui kekasihnya memang sangat cantik. Soal body pun tidak perlu diragukan lagi. Kekasihnya itu termasuk primadona di sekolah mereka karena memang di mata pria, gadis itu memiliki dua hal yang menunjang sekaligus, yaitu wajah cantik dan juga tubuh yang terlihat begitu indah dan seksi.
Jujur saja, awalnya Bara bahkan sama sekali tidak tertarik dengan gadis itu meskipun dia merupakan gadis incaran semua lelaki di sekolahnya.
Bukan karena Bara tidak normal, tentu saja Bara normal. Namun, Bara menyadari dengan tampilannya yang begitu cupu saat itu tidak mungkin dia akan mendapatkan wanita secantik dan sesempurna Yolanda. Bara jelas tau diri dan dia bahkan selalu berusaha menekan rasanya untuk Yolanda walau hanya sebatas perasaan mengagumi. Hingga sebuah tantangan dari teman-temannya seolah mengubah semua pemikiran di dalam diri Bara.
"Hahaha! Bara lagi!" seru teman-teman Bara saat sebuah pucuk botol yang sempat mereka putar berhenti tepat di depannya.
"Sepertinya botol itu memang suka denganmu, Bar!" ujar temannya yang lain mengingat sedari tadi memang botol itu lebih sering berhenti tepat di depan Bara.
"Oke, jadi kau ingin memilih apa? 'Truth' or 'Dare' ?" tanya salah seorang teman yang duduk tepat di sisi kanan Bara, namun belum sempat pria itu memberikan jawaban, salah seorang temannya yang lain lagi-lagi terlebih dahulu mengeluarkan suaranya.
"Ah, kau bahkan sedari tadi selalu memilih 'Truth'. Aku rasa lebih baik kali ini kau memilih 'Dare' saja, Bar!" ucap temannya itu memberikan saran.
"Hei, bagaimana bisa begitu?" sanggah Bara dengan begitu cepat.
"Betul juga, lagi pula aku sudah tidak memiliki ide untuk bertanya padamu," sahut temannya yang lain tanpa mengindahkan sanggahan dari Bara.
"Sama, aku juga. Lagi pula aku rasa rahasia Bara sudah kita ketahui semua, iya kan?" timpal teman Bara lainnya.
"Hahaha! Berarti kau memang sudah tidak ada pilihan yang lain, Bar!"
Sejenak Bara menghela napas panjang. "Baiklah kalau begitu, apa tantangannya? Jangan yang aneh-aneh, ya!" ujar Bara tampak pasrah.
"Kau tau siapa gadis yang duduk di sana?" tanya salah seorang teman Bara seraya menunjuk ke arah salah satu meja yang berada di kantin itu, meja yang terletak tidak jauh dari tempat mereka. Saat ini mereka memang sedang menghabiskan waktu istirahat dengan makan dan sedikit melakukan permainan supaya tidak begitu merasa bosan.
Bara mengikuti arah yang ditunjuk oleh jari temannya itu, lalu untuk sesaat dia meraih gelasnya. "Hmm ... semua orang yang bersekolah di sini juga sudah pasti mengenalnya, Ramond," jawab Bara, lalu mulai menyeruput lemon tea miliknya.
"Bagus jika kau tau," balas pria yang diketahui bernama Ramond itu. "Sekarang aku ingin kau berjalan mendekati Yolanda dan menyatakan cinta kepadanya," lanjutnya yang justru segera mendapat pelototan tajam dari Bara.
"Apa?! Apa kau gila? Aku tidak mau!" tolak Bara segera.
"Hei, kau kalah, jadi kau sama sekali tidak ada pilihan untuk menolaknya!" sergah teman Bara yang lain.
Bara menajamkan pandangannya. "Tetapi yang benar saja? Mana mungkin dia mau menerima kalimat cintaku?" terang pria itu mengutarakan rasa khawatirnya.
"Katakan saja, mau dia menerimanya atau tidak, yang penting kau sudah melaksanakan hukumanmu," timpal temannya yang lain.
Bara kembali bergeming, jika dia melakukan hukuman dari teman-temannya kali ini, itu artinya dia tengah mempermalukan dirinya sendiri. Lagi pula, bagaimana mungkin pria cupu dan berkacamata seperti dirinya menyatakan cinta kepada seorang Yolanda yang notabene merupakan gadis paling dipuja-puja di sekolahnya?
Bahkan selama ini sudah banyak pria tampan yang mendekati Yolanda dan berakhir ditolak oleh gadis itu. Lalu, apa kabar dengan nasib dirinya nanti?
"Ayolah, Bar. Waktu istirahat sudah hampir berakhir," ucap temannya membuat Bara kembali ke alam sadar.
"Ya, kau jangan terlalu lama mengulur waktumu, atau hukumanmu bisa bertambah lagi," terang teman Bara yang lain.
Dalam hati Bara kembali merutuk, lalu dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu istirahat tinggal tiga menit lagi, namun suasana di kantin tersebut masih cukup ramai.
Bara melirik ke arah gadis yang menjadi tujuan teman-temannya tersebut. Yolanda terlihat sedang mengobrol dan bercanda dengan temannya yang lain, kebetulan gadis itu duduk di sisi berhadapan dengannya, jadi Bara dapat melihat gadis itu dengan leluasa tanpa harus repot-repot untuk menoleh.
'Oh, haruskah aku melakukannya?' dalam hati Bara mulai menimbang kembali perihal tantangan itu, lalu desakan dari teman-temannya yang sudah merasa tidak sabar kembali mengganggu indra pendengaran Bara.
"Baiklah, baiklah ... aku akan melakukannya! Dan setelahnya aku berjanji tidak akan lagi memainkan permainan sialan ini!" rutuk Bara kemudian segera bangkit dari duduknya karena terlalu jengah mendengarkan celoteh dari keempat temannya itu.
Dengan langkah begitu ragu, Bara mulai berjalan mendekat ke arah meja Yolanda. "Ha-- hallo," sapa Bara untuk pertama kali kepada gadis itu dan kedua temannya yang lain karena Bara tidak tahu harus memulai dengan kalimat apa. Bahkan seketika tubuhnya terasa gemetar kala berdekatan dengan gadis-gadis itu.
"Ya?" jawab para gadis di depan Bara sembari mengarahkan pandangan mereka pada pria berkaca mata tersebut. Tentu saja mereka sangat mengenal siapa Bara. Pasalnya di sekolah itu hanya dirinya lah murid yang mengenakan kacamata dan berpenampilan cupu.
Jujur saja, setelah sekian lama, ini pertama kalinya untuk Bara menyapa wanita kembali setelah dulu dia pernah merasakan terluka akibat ditolak oleh teman satu kelasnya.
"Lihatlah dahulu penampilanmu, baru kau menyatakan cintamu untukku!" Setidaknya Bara masih ingat dengan jelas kalimat terakhir wanita itu untuknya.
Dan saat ini, dirinya harus kembali berbenah untuk menerima penolakan yang kedua. Meskipun saat ini dia akan mengutarakan kalimat cinta tanpa adanya rasa, namun tetap saja hal itu membuatnya gugup, karena selain akan terluka dengan kalimat sumpah serapah yang penuh hina, dirinya juga pasti akan menjadi bahan tertawaan semua murid selama berhari-hari. Dan itu semua dia dapatkan karena tantangan bodoh dari teman-temannya.
Sesaat, Bara mulai berpikir. Sebenarnya mereka itu benar-benar menganggapnya teman, atau tidak? Mengapa mereka tega sekali memberikan hukuman seperti ini?
Lagi - lagi yang bisa Bara lakukan hanyalah menghembuskan panasnya gusar. "Yolanda, a-- aku ... aku ingin berbicara kepadamu sebentar," ucap Bara pada akhirnya, menarik semua perhatian murid-murid yang ada di sana.