Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 14 - LAMA MENUNGGU

Chapter 14 - LAMA MENUNGGU

Gadis bernama Yolanda itu sontak mengerutkan keningnya, diikuti oleh beberapa siswa siswi yang mulai saling menyenggol tubuh teman-temannya agar memfokuskan pandangan mereka ke arah Bara.

"Ingin bicara apa?" tanya Yolanda dengan suara yang terdengar begitu merdu di telinga Bara. Membuat pria itu untuk kesekian kali harus bersusah payah menelah ludahnya.

"Wah, si cupu itu kenapa?" bisik beberapa murid yang berada di kantin itu.

"Hei, lihat si cupu itu!" seru sebagian dari mereka yang kini sudah menghentikan aktivitasnya dan memakukan pandangannya terhadap Bara dan Yolanda.

Suasana di kantin pun seketika hening. Bahkan Bara dapat merasakan degup jantungnya semakin menggila karena tatapan orang-orang yang tertuju kepadanya.

Bara melirik ke arah meja teman-temannya sekilas, lalu dia dapati mereka melebarkan senyum seraya memberi dukungan berupa gerakan tangan.

Bara kembali memfokuskan pandangannya ke arah Yolanda. "Emm, aku ... aku mencintaimu, Yolanda. Maukah kau menjadi pacarku?" ucap Bara begitu gugup, bahkan tubuhnya serasa ingin tumbang saat itu juga jika dia tidak benar-benar menahan kakinya agar tetap berdiri tegak karena seluruh tubuhnya sudah terasa gemetar.

"Apa??" pekik seluruh murid yang berada di sana saat mendengar pernyataan yang Bara lontarkan.

"Apakah si cupu itu baru saja menyatakan cintanya kepada primadona di sekolah ini?" ungkap beberapa siswa yang mencoba memastikan pendengarannya.

"Wah ... berani sekali dia!" ujar beberapa murid yang lain seraya membelalakkan mata seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja Bara lakukan.

"Aku yakin Yolanda pasti akan menolaknya!" bisik beberapa dari mereka, namun hal itu tidak luput dari indra pendengaran Bara.

"Tidak hanya kau saja, bahkan aku yakin seluruh murid yang berada di sini juga pasti berpikiran yang sama denganmu. Yang tampan saja belum tentu diterima oleh Yolanda, apalagi makhluk cupu seperti dia," timpal beberapa murid lainnya. Sejenak Bara menundukkan pandangannya. Kemudian pria itu tersenyum tipis. Jangankan mereka, bahkan dari awal pun Bara sudah yakin jika dirinya pasti ditolak oleh Yolanda.

Kemudian Bara mulai merutuki dirinya sendiri. Kenapa tadi dia mau melaksanakan hukuman dari temannya? Dan kedua, hukuman itu sebenarnya hanya menginginkan Bara untuk mengungkapkan kata cinta kepada Yolanda, bukan malah bertanya apakah wanita itu mau menjadi pacarnya!

Bara memejamkan matanya sejenak untuk mengembalikan kekuatannya kembali. 'Hei, bukankah diremehkan dan direndahkan sudah menjadi hal yang biasa untukmu?' bincangnya kepada diri sendiri. Akhirnya Bara membuka mata dan kembali mengarahkan pandangannya kepada Yolanda. "Aku tidak akan memaksamu jika memang kau--"

"Ya, aku mau," ucap Yolanda memotong perkataan Bara.

Mendengar hal itu sontak Bara melebarkan matanya. Bukan hanya dirinya, bahkan semua orang yang mendengar jawaban dari Yolanda sontak turut membuka lebar mulutnya dan membelalakkan mata mereka, seolah bola mata itu siap untuk menggelinding keluar saking terkejutnya.

"A-- apa?" ucap Bara dengan begitu terbata. Bagaimana pun dia masih tidak dapat mencerna semua yang terjadi sekarang ini. Apakah dia sedang bermimpi? Bara berulang kali mengerjapkan matanya.

Sementara itu, Yolanda yang melihat wajah terkejut Bara dan beberapa temannya hanya mengembangkan senyum lebar sembari berjalan mendekati Bara. "Ya, aku mau menjadi pacarmu," ulangnya seakan semakin mempertegas jawaban, lalu Yolanda mencium pipi Bara dan pergi begitu saja dari sana.

Sontak suasana di kantin tersebut kembali ramai dengan kejadian yang baru saja terjadi. "Apakah Yolanda baru saja menciumnya?" pekik beberapa murid yang ada di dalam kantin itu.

"Oh, ya ampun ... aku tidak menyangka jika selera primadona di sekolah ini begitu rendahan!" ucap mereka mengutarakan rasa tidak percayanya.

"Tolong ... tolong katakan ini tidak benar! Oh apakah mata Yolanda begitu rabun sehingga lebih memilih pria cupu itu dibandingkan dengan beberapa pria tampan yang menyatakan cinta kepadanya berhari-hari yang lalu?" teriak beberapa gadis lain sembari mengipas wajahnya dengan menggunakan jari jemarinya sendiri setelah dia melihat apa yang baru saja Yolanda lakukan pada pria yang terkenal cupu di sekolah mereka itu.

Tidak kalah dengan murid-murid wanita, para murid pria yang ada di sana pun turut ribut dan mengutarakan pendapatnya masing-masing. Namun semua keributan itu sama sekali tidak diindahkan oleh Bara yang justru masih bergeming di tempatnya.

'Apakah baru saja Yolanda menciumku?' lagi-lagi pertanyaan itu berputar di dalam kepala Bara. Jujur saja, seumur hidup dia belum pernah berpacaran atau pun dekat dengan seorang wanita. Dan sekarang, sang primadona di sekolahnya menerima ungkapan cintanya begitu saja sembari mencium pipinya?

Seandainya Bara tengah berada di rumah, tentu saja hal yang dia lakukan sekarang adalah menjatuhkan diri di kasur, lalu berguling-guling dan berteriak mengungkapkan rasa bahagianya. Namun ini adalah sekolah, jangankan untuk berteriak dan berguling, bahkan melangkahkan kakinya saja Bara merasa tidak mampu saking tubuhnya mendadak berubah seperti jelly.

Detik itu juga, Bara percaya dengan sebuah kalimat 'Tidak ada yang tidak mungkin, jika memang Tuhan menghendaki.' seperti yang pernah diucapkan oleh teman-temannya beberapa menit yang lalu, saat dirinya benar-benar merasa takut untuk menjalankan tantangan tersebut bahkan berkali-kali menolak dengan dalih ucapannya tidak akan mungkin diterima.

Namun pada kenyataannya, hal yang menurutnya akan berakhir memalukan, justru berakhir begitu membahagiakan. Dan Bara merasa menyesal karena tadi sempat merutuki teman-temannya.

Di dalam kelas, Bara benar-benar tidak dapat fokus pada belajarnya. Pikirannya masih terus mengingat kejadian di kantin beberapa saat yang lalu. Bara berpikir, mungkin saja Yolanda mau menerima cintanya hanya karena merasa kasihan dan ingin melindungi dirinya agar tidak mendapat cibiran juga rasa malu.

Jika memang benar seperti itu, Bara tidak keberatan untuk menahan rasanya agar percaya diri yang dia miliki kali ini tidak semakin bertambah besar. Beberapa kali Bara meyakinkan dirinya untuk tidak berharap lebih. Bagaimana pun Yolanda dan dirinya sangatlah berbeda, melihat dari segi penampilan saja mana mungkin Yolanda benar-benar menerima dirinya dengan begitu mudah.

Namun, jika mengingat kembali perlakuan Yolanda kepadanya, Bara patut mengucapkan syukur. Betapa sempurnanya gadis itu. Dia cantik dan manis, memiliki tubuh yang begitu indah, dan juga hati yang tidak kalah menawan.

Bara menghela napasnya. Setelah pulang sekolah nanti dia akan mengucapkan terima kasih kepada Yolanda karena sudah mau menyelamatkannya dari rasa malu.

Bel terakhir telah berbunyi. Seluruh siswa segera memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas. Begitu pula dengan Bara dan teman-temannya yang lain.

"Setelah ini apa yang ingin kau lakukan?" tanya teman yang duduk satu meja dengan Bara setelah selesai membereskan buku-buku miliknya.

"Aku ingin menemui Yolanda," terang Bara yang juga telah selesai dengan kegiatannya lalu mulai menutup tas miliknya kembali.

"Woah ... apakah kau ingin melakukan kencan pertamamu?" tanya teman satu mejanya itu.

"Bukan seperti itu," sanggah Bara secepatnya. Dia tidak ingin teman-temannya yang lain mendengar percakapan mereka dan berakhir dengan kehebohan.

"Ayo!" ajak teman Bara yang lain sembari beranjak dari bangku mereka. Sejenak, Bara menganggukkan kepala dan mulai memindahkan tas berwarna abu-abu di pangkuannya ke atas pundak.

"Ada apa?" tanya teman Bara yang lain saat melihat teman sebangku pria itu sedari tadi terus meledek sahabatnya.

"Dia ingin melakukan kencan pertamanya bersama dengan Yolanda," bisik pria itu memberitahu teman-temannya yang lain.

Sontak Bara menyenggol keras perut temannya itu hingga dia meng-aduh. Namun belum sempat Bara menyanggah perkataan temannya, beberapa dari mereka sudah kembali bersuara dan menunjukkan kehebohannya. Hal yang sedari tadi Bara hindari.

"Wah!! Benarkah itu?"

"Tidak, bukan begitu!" sanggah Bara cepat.

"Ah, jujur saja! Wah ... aku jadi iri denganmu, kau begitu beruntung karena mendapatkan Yolanda dengan begitu mudah," ucap teman-teman Bara menggoda sembari melangkahkan kaki keluar dari kelas.

Mendengar itu sontak Bara kembali menimbang niatnya untuk mengucapkan terima kasih kepada Yolanda. 'Apa sebaiknya tidak jadi saja?' ujar Bara dalam hati. Entah mengapa, Bara mendadak takut jika nanti dirinya mendekati Yolanda dan justru akan semakin mengusik ketenangan gadis itu.

Dia tidak ingin kehadirannya di dekat Yolanda justru membuat semakin aneh berita tentang mereka. Bara bahkan masih mengingat dengan jelas ucapan setiap siswa yang berada di kantin tadi. Bagaimana mereka mengatakan bahwa Yolanda memiliki selera yang begitu buruk padahal gadis itu merupakan primadona di sekolah mereka.

Bara terus berusaha memantapkan hatinya. Ya, lebih baik dia menyimpan rasa terima kasih itu sendiri dan mulai melupakan apa yang terjadi di kantin siang tadi. Lagi pula, sejal awal pun dia tidak yakin jika Yolanda benar-benar menerima kalimat cintanya.

Bara melangkahkan kakinya dengan begitu mantap seiring dengan hatinya yang kian berpendiri teguh. Hari ini dia tidak jadi menemui Yolanda, atau pun mengungkit ucapan terima dan ciuman dari gadis itu. Lalu, di hari-hari selanjutnya pun dia akan bersikap seperti biasa, layaknya pemuda cupu yang sama sekali tidak memiliki dambaan hati.

"Yolanda?" pekik teman-teman Bara yang seketika menghentikan langkah kaki mereka, saat mereka berhasil keluar dari kelas dan mendapati Yolanda ternyata sudah duduk di sebuah bangku panjang yang berada tidak jauh dari pintu kelas itu.

"Wah, ada apa kau kemari?" tanya salah satu dari mereka.

Sontak Yolanda bangkit dari duduknya, kemudian gadis itu mengalihkan pandangan ke arah Bara sembari mengembangkan sedikit senyum. "Hai, aku sudah lama menunggumu."