Beberapa hari berlalu. Tidak terasa hubungan mereka kini sudah berjalan hampir empat bulan lamanya.
Hari itu adalah hari ulang tahun Yolanda. Namun tidak seperti dengan pasangan yang lain, di hari itu Bara justru mengirimkan sebuah pesan singkat kepada sang kekasih yang berisi sebuah permintaan maaf bahwa dia tidak bisa menepati janji untuk membawa kekasihnya itu makan malam romantis di sebuah cafe yang telah dia idam-idamkan cukup lama, karena pada hari itu Bara mendadak merasakan badannya begitu dingin dan menggigil.
Bara menyunggingkan senyum saat mendapati balasan pesan dari Yolanda yang terlihat begitu cemas dan sangat mengkhawatirkan dirinya. Bahkan kekasihnya itu tidak henti-hentinya mengirimkan pesan untuk sekedar mengingatkan Bara agar segera meminum obatnya. Lihatlah, kekasihnya bahkan tampak begitu perhatian dan menyayangi dirinya, lalu mana mungkin selama ini Yolanda mengkhianati Bara?
Bara semakin menyunggingkan senyum kala memikirkan hal itu. Untung saja dia tidak pernah percaya dengan ucapan setiap orang yang berusaha memisahkan dirinya dengan Yolanda, berkat kegigihannya itu akhirnya kini hubungan mereka dapat berjalan cukup lama. Dan Bara berharap bahwa hubungan dirinya dengan Yolanda dapat berlangsung lebih lama lagi, bahkan mungkin dapat mencapai pernikahan dan berakhir hanya maut yang memisahkan mereka.
Bara berjalan menuju nakas yang berada tepat di samping ranjang tidurnya, lalu pria itu meraih sebuah kotak beludru berwarna putih yang telah dia siapkan cukup lama. Bara membuka isi kotak itu, menampakkan sebuah cincin berlian yang tersemat indah di dalam sana.
Di hari ulang tahun kekasihnya itu, Bara berpikir untuk memberikan sebuah cincin kepada Yolanda sebagai bentuk keseriusan Bara terhadap gadis itu. Ini bukan lamaran resmi, namun dengan cincin itu Bara ingin menunjukkan kepada Yolanda bahwa saat ini dialah satu-satunya wanita yang berada di dalam hati Bara. Dan Bara berharap, dengan cincin itu pula Yolanda dapat semakin menjaga cintanya.
TING!
Bunyi ponsel membuyarkan lamunan indah Bara. Segera pria itu menutup kembali kotak cincin di tangannya, lalu Bara mulai meraih ponselnya.
My Love : Sayang, sedang apa?
Membaca pesan itu membuat Bara kembali mengembangkan senyumnya. Padahal baru tadi dia mengabaikan pesan dari Yolanda, namun wanita itu sudah mengiriminya pesan kembali. Segera Bara mengetikkan balasan untuk kekasihnya itu agar tidak semakin merasa khawatir.
Bara : Sedang tiduran saja, maaf ya, karena aku mendadak sakit, kita jadi tidak bisa berkunjung ke restoran yang kau inginkan.
Setelah mengirimkan pesan itu, tidak butuh waktu lama dering ponsel kembali terdengar.
My Love : Tidak masalah, sayang ... Oh iya, apakah kau sudah makan?
My Love : Sudah meminum obat?
Lihatlah, Yolanda bahkan seperhatian itu dan terlihat sangat mencemaskan dirinya. Lalu orang-orang di luar sana masih dengan pendiriannya yang selalu ingin menghasut Bara dengan cerita bahwa Yolanda hanya menjadikan dirinya sebagai seorang simpanan? Maka tentu saja Bara hanya akan membalas pernyataan itu dengan gelak tawa. 'Benar kan, mereka hanya iri denganku!' Lagi-lagi kalimat itulah yang terbesit dalam otak Bara.
Bara : Sudah, sayangku.
My Love : Syukurlah jika begitu.
My Love : Oh iya, sayang ... bolehkah aku meminta tolong kepadamu?
My Love : Uang bulananku telah habis, Sayang.
Sejenak Bara mengernyitkan keningnya ketika membaca pesan itu. Bara paham apa yang dimaksud Yolanda, namun dia bingung kenapa lagi-lagi kekasihnya itu meminta uang kepadanya.
Bukannya Bara merasa keberatan, hanya saja dua hari yang lalu dia bahkan baru men-transfer sejumlah uang ke rekening Yolanda dengan nominal yang tidak sedikit. Selain itu, lima hari sebelumnya Bara pun juga sudah melakukan hal yang sama, dengan nominal yang tidak sedikit pula. Lalu sekarang kekasihnya itu sudah meminta uang lagi?
Sesaat, ingatan tentang teman-teman yang selalu bilang jika dia hanya dimanfaatkan oleh Yolanda seolah menggema di dalam ruang pikirannya. Baru saja dia merasa percaya diri jika para temannya itu hanya merasa iri, namun lagi-lagi Yolanda justru kembali mematahkannya.
Bara menatap lama layar ponselnya, lalu pria itu memberanikan diri mengetik sesuatu di sana.
Bara : Bukankah kemarin aku baru saja mengirim uang kepadamu?
Lalu tidak butuh waktu lama, Bara menerima balasan dari pesannya tadi.
My Love : Tentu saja sudah habis.
Bara kembali mengernyit, untuk ukuran anak sekolah, sebenarnya bagaimana cara Yolanda menghabiskan uang sampai bisa habis dengan begitu cepat? Padahal di luar uang transferan itu, Bara terkadang masih harus membelikan berbagai macam kebutuhan Yolanda seperti paket skincare, perawatan salon dan juga benda-benda atau aksesoris yang sama sekali tidak termasuk dalam hitungan uang yang selalu dia transfer itu.
Begitu pula dengan rumah kontrakan yang ditinggali oleh Yolanda saat ini, hal itu tidak luput dari biaya lain-lain yang sekarang menjadi tanggung jawab Bara. Padahal Yolanda juga masih mendapatkan jatah bulanan dari orang tuanya.
Ya, Yolanda dan orang tuanya memang hidup berjauhan, gadis itu memilih sekolah di luar kota dengan alasan ingin mandiri. Dahulu, Yolanda tinggal di sebuah kos yang satu kamarnya dihuni oleh dua orang. Dia, dan seorang temannya. Yolanda memang sengaja menghuni kamar itu dengan teman yang sama-sama dari perantauan untuk lebih menghemat biaya pembayaran sewa kamar tersebut.
Namun, ada peristiwa di mana saat itu Yolanda menangis di pelukan Bara dan berkata bahwa dia tengah berdebat dengan temannya itu. Hingga akhirnya Yolanda merengek dan meminta tolong kepada Bara untuk membantunya mencari tempat kos yang lain.
Cukup lama mereka mengitari kota untuk menemukan kos yang sesuai dengan keinginan Yolanda, namun pada akhirnya wanita itu justru memutuskan untuk menyewa sebuah rumah yang terletak sedikit menjorok di tengah kebun dan sepi penghuni. Meskipun begitu, Yolanda mengatakan bahwa dia akan nyaman tinggal di sana.
Tentu saja Bara tidak menyetujui hal itu. Pria itu terlalu memikirkan keamanan Yolanda karena lingkungan di sekitar rumah yang begitu sepi. Namun, rengekan Yolanda benar-benar melemahkan pendirian Bara. Hingga akhirnya pria itu setuju dan memutuskan untuk menemui sang pemilik rumah.
Saat itu, Yolanda begitu tampak sedih kala mengetahui berapa jumlah biaya sewa rumah tersebut, selain harus dibayar selama per tahun, biaya yang ditawarkan pun terbilang mahal apalagi untuk ukuran seorang pelajar, seperti Yolanda.
Sampai akhirnya Bara merasa tidak tega dan berkata akan membayar semua biaya sewa itu untuk sang kekasih. Bara masih ingat kejadian saat itu, di mana dia dan Yolanda baru saja melewati anniversary satu bulan mereka. Membuat Bara berpikir mungkin hal itu bisa dianggap sebagai hadiah untuknya kepada Yolanda.
Bara kembali terhelak saat kembali mendengar dering pesan yang lagi-lagi masuk ke ponselnya.
My Love : Sayang?
Bara mengehela napas sejenak, lalu mulai mengetikkan sebuah pesan di sana. Yolanda memang seperti itu, sesekali dia bisa menge-bom ponsel Bara dengan puluhan hingga ratusan pesan jika sudah menyangkut tentang uang.
Bara : Sudah habis? Tetapi, ini baru dua hari sayang. Bahkan beberapa hari yang lalu aku baru saja mengirimkan uang untukmu. Bagaimana bisa kau menghabiskan uang secepat itu?
My Love : Jadi kau tidak mau mengirimiku uang lagi?