Keesokan harinya, sama halnya seperti hari-hari biasanya. Bekerja layaknya seorang pelayan yang melayani beberapa pengunjung yang datang. Beberapa catatan pemesanan makanan sudah menulis rapi di atas kertas, setelah itu pelayan akan mengantarkannya kepada chef yang akan menyiapkan semuanya. Ya, membosankan memang, bekerja tiap hari hanya seperti itu siklusnya. Tapi, hanya dengan pekerjaan itu Aleena dan teman-temannya bisa hidup di rumah kontrakan.
"Ada acara pameran minggu depan, kemungkinan ada 3 sampai 4 pelayan yang akan saya kerahkan kesana untuk membantu persiapan. Dalam acara tersebut ada 200 tamu undangan," ucap Ardan kepada kepala chef.
"Kita masak di sana atau bagaimana, Bos?"
"Kita masak di restoran dan nanti akan dibawa ke tempat pameran tersebut, karena disana tidak ada tempat masak."
"Baiklah, saya akan menyiapkan makanan untuk 200 orang yang ada disana."
"Ya, silahkan persiapkan, jangan lupa untuk membuatkan makanan yang sangat nyaman. Ini salah satu ajang promosi kita ke pengusaha lain agar tertarik untuk memakai jasa restoran kita."
"Baik, Bos. Saya akan membuat makanan yang lezat."
"Baguslah, laksanakan!"
Chef itu langsung beranjak pergi meninggalkan Ardan setelah perbincangan untuk pameran minggu depan. Memang tidak terlalu besar acara tersebut, namun acara itu adalah acara yang akan didatangi oleh beberapa pengusaha sukses, oleh karena itu, Ardan tidak ingin restorannya dikatakan buruk oleh beberapa pengusaha.
Semua perbincangan Ardan dan chef, didengar oleh Aleena yang tidak berada jauh dari sumber pembicaraan itu. Aleena melihat Ardan seorang diri, hanya melihat ke arah ponselnya yang tampak sibuk. Aleena memutuskan untuk mendekati Ardan, tentu saja ini untuk membujuk Ardan agar menugaskan Aleena untuk ke pameran.
"Pak Ardan," sapa Aleena.
"Ya? Ada apa?" Ardan langsung mematikan ponselnya dan menatap ke arah sumber suara yang memanggilnya itu.
"Aleena? Ada masalah?" tanya Ardan lagi.
"Tidak, Pak. Maaf, tadi saya mendengar anda mengatakan jika ada pameran yang memakai restoran kita untuk makanan mereka."
"Ya, seperti yang kau dengar. Mereka meminta restoran kita untuk menyediakan makanan untuk mereka minggu depan."
'Tuan Evano cepat juga melangkahnya. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana dia melakukan semuanya dengan rancangan yang sehalus mungkin,' batin Aleena.
"Benarkah? Lalu, pelayannya juga kesana? Bolehkah saya meminta agar salah satu pelayan yang ditugaskan di sana adalah saya?"
Ardan tampak terdiam mendengar permintaan Aleena. Ardan tentu saja mau melibatkan Aleena, apalagi Aleena merupakan salah satu pelayan yang rajin. Akan tetapi, karena keteledoran Aleena beberapa hari yang lalu, membuat Ardan sedikit waspada. Kinerja Aleena seperti menurun akhir-akhir ini, Ardan pun tidak tahu penyebabnya. Oleh karena itu, Ardan agak sedikit berat untuk membiarkan Aleena yang bertugas.
"Aleena, maaf, tapi— maksud saya tidak bermaksud meremehkan kerjaan kamu. Saya tahu kamu adalah pelayan yang baik dan juga rajin, namun saya melihat kejadian kemarin. Itu bisa merusak reputasi restoran kita. Saya hanya tidak mau restoran kita dianggap tidak profesional."
Aleena terdiam, apa yang dikatakan oleh Ardan memang ada benarnya. Aleena juga menyadari jika apa yang dilakukannya kemarin adalah suatu kesalahan yang fatal bagi seorang pelayan.
"Maaf soal kemarin, Pak." Aleena menundukkan kepalanya, menyadari jika apa yang dilakukannya waktu itu memang adalah sebuah kesalahan fatal.
"Saya tidak mempermasalahkan lagi, Aleena. Saya mengerti setiap manusia memiliki titik melakukan kesalahan."
'Ya, saya paham itu. Tapi, saya pun harus menjadi perwakilan pelayan untuk menyiapkan makanan di pameran itu,' pikir Aleena.
"Pak, kali ini saja, saya harap anda bisa memberikan saya kesempatan lagi untuk pergi ke pameran itu menjadi perwakilan pelayan."
"Memang, sampai saat ini saya tidak tahu siapa pelayan yang akan saya utus pergi kesana, tapi, saya juga khawatir untuk menyuruh kamu, Aleena."
"Saya berjanji akan menjadi pelayan yang paling ramah, dan tidak melakukan kesalahan disana. Tapi, saya harap anda memberikan satu kali kesempatan agar saya bisa memperbaiki citra saya yang buruk kemarin di depan Tuan Aslan."
Ardan terdiam menatap ke arah Aleena. Seolah dirinya kembali berpikir dan mengingat percakapan dengan Aleena sedari tadi.
"Kau tahu dari mana jika Tuan Aslan ada disana?" tanya Ardan langsung.
Aleena tersentak. Tentu saja, Ardan tidak pernah menyebutkan nama Aslan selama percakapannya dengan chef yang tadi ataupun dengan Aleena.
'Hah? Aleena, kenapa kau bisa sebodoh ini? Bisa-bisanya kamu berbicara bablas begitu. Pak Ardan tidak pernah mengatakan nama Tuan Aslan yang ikut pada acara pameran itu,' batin Aleena.
"Aleena?"
"Oh, itu? Kan Pak Ardan bilang jika semua pengusaha akan ikut dalam pameran itu. Nah, sedangkan kita tahu bahwa Tuan Aslan adalah orang yang sangat terkenal, bahkan seluruh negeri ini sangat mengenal Tuan Aslan, jadi saya bisa menebak jika Tuan Aslan juga ikut dalam pameran itu. Benar, kan?" jelas Aleena.
"Ya, kau benar. Ada Tuan Aslan juga disana. Saya pikir tadi kamu sudah mengetahui siapa saja yang datang ke pameran."
"Ah, tidak. Saya hanya asal mengira saja tadi. Ternyata memang benar."
"Ya."
"Hm, lalu, bagaimana, Pak? Apa saya boleh ikut ke pameran itu?"
"Kau terlalu memaksakan diri, Aleena."
"Saya hanya ingin memiliki pengalaman bertemu dengan pengusaha sukses disana. Barangkali saya bisa sedikit belajar tentang usaha yang baik dan benar."
Ardan tertawa kecil mendengar ucapan Aleena. Entah kenapa, ucapan Aleena seolah menjadi sumber kebahagiaan bagi Ardan, ditambah kebaikan Aleena yang sering kali membuat hati lelaki manapun menginginkan Aleena menjadi pasangannya.
"Baiklah, saya akan mengutus kamu, Hanum dan Faraya untuk menyiapkan makanan di pameran minggu depan. Satu hal yang harus kamu ingat, Aleena. Jangan pernah mengecewakan saya tentang pekerjaan kamu kali ini. Anggap ini adalah sebuah beban tanggung jawab yang sangat besar, jadi, kamu jangan pernah melakukan kesalahan walau itu sangat kecil."
Aleena langsung memberikan senyuman kecil kepada Ardan. Beruntungnya Ardan adalah atasan yang sangat baik kepada Aleena, walaupun banyak yang mengatakan jika Ardan adalah orang yang sangat tegas dan cuek. Sekali bilang tidak, itu akan terus menjadi tidak. Sayangnya, Aleena tidak merasakan ketegasan dan kecuekan itu. Berdekatan dengan Aleena saja sudah membuat Ardan sangat bahagia, mana mungkin bisa cuek.
"Benarkah? Ya Tuhan, anda memang sangat baik, Pak. Tidak sia-sia saya memiliki atasan seperti Pak Ardan ini. Selain baik, anda juga sangat lembut."
"Saya tidak sebaik dan selembut itu, Aleena. Masih banyak kesalahan yang ada pada diri saya."
"Ya, seperti yang anda katakan tadi, jika manusia tidak ada yang sempurna, semua akan melakukan kesalahan jika memang dirinya telah lelah. Ya sudah, kalau seperti itu saya akan kembali bekerja, Pak. Terima kasih atas semuanya dan saya akan mengatakannya kepada Hanum dan Faraya."