Hari demi hari berlalu begitu saja. Hari ini tepat pameran itu dilaksanakan. Aleena, Hanum dan Faraya sudah dari jam 7 pagi berada di lokasi, lengkap dengan makanan yang satu demi persatu mereka tata di meja panjang tempat makanan berada.
Namun, sampai saat ini, Aleena masih belum menyiapkan rencana apa yang harus dilakukan olehnya pada pameran nanti. Beberapa kali Aleena terdiam memikirkan rencana yang bisa dilakukan oleh Aleena di pameran ini. Namun, sialnya, Aleena yang melihat para pengusaha terkenal mulai berdatangan, seketika nyalinya ciut.
"Hei, apa yang kau lakukan disini? Ayo cepat susun piring-piring itu disana," ucap Hanum sambil menyenggol lengan Aleena yang melamun.
"Eh, iya." Aleena langsung beranjak menuju ke tempat piring. Menyusun piring demi piring yang akan digunakan untuk para pengusaha untuk makan.
15 menit berlalu, Aleena sudah melihat Aslan yang masuk ke ruang pameran bersama beberapa orang pengusaha yang lainnya. Aleena menatap wajah Aslan yang tampannya tidak bisa diragukan lagi, sambil beberapa kali memikirkan rencana yang akan dia lakukan untuk mendekati Aslan. Tentu saja, Aleena harus memikirkan semuanya matang-matang, jangan sampai rencananya malah membuat Aleena dipecat oleh pekerjaannya.
'Saya tidak boleh melakukan rencana yang membahayakan pekerjaan saya, tidak, saya tidak ingin dipecat karena Tuan Aslan,' batin Aleena.
"Aleena, kau sedang apa disini?" Kali ini, melamunnya Aleena langsung tertangkap oleh Ardan.
"Saya sedang melihat para pengusaha sukses yang datang ke pameran ini, Pak," jawab Aleena.
"Saya mempekerjakan kamu disini bukan untuk menjadi penonton, tapi menyiapkan makanan dan melayani tamu yang ingin makan nantinya," ujar Ardan.
Wajah Ardan yang sedikit khawatir, tentu saja terlihat jelas oleh Aleena. Ya, jika Aleena di posisi Ardan juga pastinya Aleena akan melakukan hal yang sama. Khawatir jika karyawannya melakukan kesalahan di acara besar.
Ardan memang berada di acara pameran untuk memastikan jika penyajian makanan sudah sempurna sambil sedikit mempromosikan restorannya kepada beberapa pengusaha, begitulah cara berbisnis yang baik.
"Tenang saja, Pak. Saya akan melaksanakan kewajiban saya dengan baik, disini. Anda bisa tenang. Saya bekerja dengan sangat profesional," ujar Aleena sambil memperlihatkab senyumannya yang sangat manis itu.
"Baiklah. Keprofesionalan kalian dipertaruhkan disini. Jangan kecewakan saya!"
"Laksanakan, Pak!"
Aleena langsung beranjak menjauhi Ardan dan kembali bertugas sebagai mestinya seorang pelayan.
"Aleena, ikut saya!" bisik seseorang yang tiba-tiba ada di samping Aleena. Tentu saja, bisikan itu membuat Aleena sangat kaget karena Aleena pun tidak tahu darimana datangnya orang tersebut.
"Tuan Evano," ucap Aleena menyadari jika Evano yang mengajaknya pergi.
Kini Aleena mengikuti langkah Evano ke daerah sekitar toilet.
"Tuan, maafkan saya, saya bingung akan melakukan rencana apa nantinya. Sungguh, saya tidak ingin melibatkan pekerjaan saya. Saya takut dipecat."
"Kamu tenang saja, saya sudah menyiapkan semuanya. Kamu hanya mengikuti perintah saya saja."
"Rencana apa?"
"Kau tidak perlu tahu. Ikuti saja perintah saya. Nanti, saya akan meminta kamu berdiri tepat di dekat Aslan, nanti saya akan mengajaknya berbicara."
"Lalu?"
"Kau tunggu saja disana. Sesuatu sudah saya siapkan. Kau hanya menjalankannya. Kau mengerti?"
Aleena terdiam, bagaimana dirinya bisa mengerti jika rencananya saja Aleena tidak tahu, hanya berdiam diri di dekat Tuan Aslan, bukankah itu tidak ada gunanya?
"Jadi, saya hanya berdiri saja disana tanpa melakukan apapun?"
"Ya, tanpa melakukan apapun. Saat disana, kau bisa melihat sendiri rencana apa yang akan saya lakukan. Dan yang pasti, saya yakin jika Aslan akan merespon."
Lagi dan lagi Aleena hanya bisa mengangguk tanda memahami ucapan Evano kepadanya. Tidak ada pilihan, Aleena harus mengikuti perintah Evano dan memainkan perannya sebagaimana mestinya.
"Dan satu lagi, sudah saya katakan beberapa kali, bukan? Jangan takut jika pekerjaan kamu akan bermasalah. Saya akan tanggung jawab semuanya asal kamu melakukan semua perintah saya."
"Tapi, kemarin saja saya sudah dikasih peringatan dari Pak Ardan. Saya hanya takut kehilangan pekerjaan."
"Saya bisa membayar kamu berkali-kali lipat setiap bulan dari gaji kamu biasanya. Harusnya, itu sudah cukup menjadi pegangan kamu, bukan?"
Aleena menghela nafasnya perlahan. Lupa jika dia tengah berhadapan dengan seseorang yang memiliki kekayaan yang berlipat ganda.
"Ya, saya melupakan itu. Saya akan melaksanakan pekerjaan saya sesuai perintah anda. Tapi, sekarang saya harus kembali bekerja karena ada beberapa makanan yang harus saya persiapkan."
"Silahkan, bekerjalah sebagaimana orang yang profesional. Saya akan kembali ke pameran. Nanti saya akan memberikan aba-aba kepadamu."
"Baiklah."
Aleena dan Evano kini berpisah. Aleena kembali ke tempat makanan sedangkan Evano kembali ke tempat kumpulan para pengusaha yang tengah berbincang.
"Dari mana saja?" tanya Hanum langsung.
"Sakit perut. Kayanya saya kebanyakan makan sambal semalam," jawab asal Aleena.
"Jangan pergi tanpa pamit, tadi Pak Ardan mencarimu."
"Maaf, keburu sakit perut. Kalau bilang dulu nanti saya tidak bisa menahannya."
"Sudahlah, kembali bekerja. Acara akan segera dimulai."
Aleena kembali mempersiapkan makanan, begitupun dengan Hanum dan Faraya. Ardan menatap ketiga pelayannya dengan sangat lekat. Mereka melakukan semuanya dengan sangat hati-hati. Itu sudah membuat Ardan tersenyum tipis. Setidaknya pelayanan yang mereka berikan itu sudah cukup menjual restoran mereka kepada pengusaha.
Acara dimulai, beberapa pengusaha mulai mendekat dan mendengarkan MC berbicara. Selanjutnya adalah acara melihat karya seni yang sedang dipamerkan. Ini adalah pameran karya seni anak jalanan. Beberapa pengusaha memang sering mengadakan acara untuk membangkitkan anak jalanan untuk berkarya. Tentu saja, ini adalah acara perusahaan Aslan yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan terkenal lainnya.
Rangkaian acara sudah dilaksanakan, kini saatnya menikmati hidangan yang sudah disiapkan sebelumnya. Aleena, Hanum dan Faraya terlihat sangat sibuk sekali. Melayani beberapa pengusaha yang ingin makanannya diambil oleh pelayan. Sementara itu, Evano pun menatap lekat ke arah Aleena. Hingga tatapan mereka bertemu. Evano mengangkat tangannya sebatas dadanya. Sambil memperlihatkan kelima jarinya. Aleena menyadari jika Evano mengatakan jika Aleena harus berdiri di dekat Aslan, lima menit lagi.
Aleena mengangguk tanda mengerti.
Kini lima menit telah berlalu. Aleena yang ingin meninggalkan meja makanan, seolah berpikir kembali, apa yang harus dibawa oleh Aleena agar tidak terlihat mencurigakan saat dirinya mendekati Aslan.
"Hanum, saya mau antarkan minuman ke beberapa tamu, yah," ucap Aleena yang mendapatkan ide.
"Baiklah. Silahkan saja. Biar saya dan Faraya yang jaga disini."
"Baiklah."
Aleena mengambil beberapa gelas minuman di nampan yang dia pegang. Hanya dengan cara inilah Aleena bisa mendekati Aslan.
"Tuan, ingin minum? Kami memiliki minuman yang sangat segar," ucap Aleena menawarkan Evano terlebih dahulu.
"Terima kasih." Evano mengambil satu gelas minuman berwarna merah.
"Tuan, apa anda ingin juga?" tanya Aleena kepada Aslan.
"Tidak. Saya tidak haus," jawab Aslan tanpa melihat ke arah Aleena.
'Sombong sekali,' batin Aleena.