Chereads / Revenge in Marriage / Chapter 9 - Kecelakaan

Chapter 9 - Kecelakaan

Aleena berdiri tepat sesuai instruksi dari Evano. Tidak jauh dari Aslan dan beberapa pengusaha lainnya yang tengah sibuk berbincang bersama. Evano menatap ke arah Aleena, sambil memastikan jika rencananya akan berhasil. Sementara Aleena berdiam diri, menunggu rencana selanjutnya yang akan Evano berikan kepadanya. Tapi, 5 menit berdiam diri tidak ada perintah apapun dari Evano. Hanya diam memegang nampan yang masih tersisa gelas yang belum diambil oleh tamu.

"Hanum, kenapa Aleena berdiam diri disana? Bukankah dia harusnya berjalan kesana kemari untuk memberikan minuman?" bisik Faraya.

"Entahlah, dia sedikit aneh hari ini. Tiba-tiba pergi ke belakang, tiba-tiba membawakan minuman untuk tamu, tiba-tiba berdiam diri seperti patung disana," jawab Hanum yang tak mengerti juga dengan Aleena.

Hanum kembali sibuk merapikan makanan yang sedikit berantakan di piring. Sementara Faraya masih menatap ke arah Aleena. Seketika, Faraya melihat ke arah atas tepat di atas Aleena berdiri. Sebuah lampu sorot tengah bergoyang seperti hendak terjatuh.

"Hanum, lihatlah," ucap Faraya.

Tak ada jawaban dari Hanum. Faraya pun mengalihkan pandangannya dari Aleena dan hendak melihat ke arah Hanum.

"Hanum." Sayangnya, Hanum sudah beranjak menjauhi Faraya disaat sedari tadi Faraya tengah asyik menatap ke arah Aleena.

'Itu orang tidak sopan sekali, kan saya belum selesai berbicara,' batin Faraya.

"Aleena awas!" teriak seseorang lelaki yang merupakan suara Ardan.

Bruk!

Sebuah lampu sorot besar kini menimpa Aleena yang berdiri tepat di bawah lampu tersebut. Sayangnya, Ardan telat berteriak hingga lampur itu tidak bisa terelakkan oleh Aleena.

Mata Aleena meredup seketika. Nampan berisi gelas langsung ambruk ke bawah beriringan dengan tubuh Aleena yang juga ambruk. Seisi ruangan langsung panik. Begitupun dengan Aslan yang terlihat panik. Posisi Aslan yang begitu dekat dengan Aleena membuat Aslan lebih dahulu sampai ke tubuh Aleena.

"Siapkan kamar dan panggilkan dokter!" Perintah Aslan.

Pameran memang diadakan di sebuah aula hotel, jadi dengan cepat Aslan bisa memesan kamar. Kini, tubuh Aleena mengeluarkan darah.

"Saya akan membawanya ke kamar hotel saya," ujar Aslan kepada Ardan.

Aslan mengerti jika Ardan saat ini pasti sangat khawatir karena pelayannya kini tengah terluka.

Ardan mengangguk perlahan seolah mengerti dengan instruksi yang diberikan oleh Aslan. Kini, tubuh kekar Aslan mengangkat tubuh milik Aleena.

Semua orang yang berada disana terasa panik, hanya satu orang yang tersenyum sinis dengan kejadian ini. Ya, dia adalah Evano. Semua rencana berjalan dengan lancar. Evano sengaja membuat Aleena terluka. Acara ini adalah acara milik Aslan, jika ada sesuatu yang terjadi, Aslan pasti merasa bersalah apalagi menyebabkan korban.

'Bagus, rencana berhasil. Aslan pun terlihat panik, ini bisa jadi sesuatu hal yang membuat mereka menjadi dekat,' batin Evano.

Tubuh Aleena kini sudah masuk ke dalam kamar. Beruntungnya, Dokter tidak jauh dari hotel, hingga 15 menit menunggu kini Dokter Kevan sudah berada di kamar Aleena. Dokter Kevan adalah dokter muda yang sekaligus dokter keluarga Aslan. Umurnya tak beda jauh dari Aslan, mereka berdua juga berteman dengan sangat baik.

Semua alat tempur kedokteran sudah dikeluarkan. Dengan gerak cepat, Dokter Kevan memeriksa semua, hingga membersihkan luka di tangan Aleena yang diduga dari pecahan gelas yang sedang dipegang oleh Aleena. 1 jam berlalu, Dokter Kevan sudah menyelesaikan pemeriksaannya.

"Bagaimana?" tanya Aslan saat melihat Dokter Kevan sudah menunjukkan penyelesaian pemeriksaannya.

"Kenapa bisa terjadi? Apa anda tidak mempersiapkan semuanya dengan matang, Tuan Aslan?" tanya Dokter Kevan yang sudah mendengar kejadiannya seperti apa.

"Saya tidak tahu kenapa semuanya bisa terjadi, Dokter Kevan. Yang pasti, semua sudah saya katakan agar tidak ada kesalahan sama sekali. Tapi, ternyata lampu itu jatuh."

"Anda harus lebih teliti lagi dalam melaksanakan sebuah kegiatan, Tuan. Apalagi kegiatan yang sangat besar seperti ini yang melibatkan beberapa pengusaha sukses."

"Ya, saya akan belajar dari pengalaman dan lebih hati-hati jika melaksanakan suatu kegiatan."

"Baguslah, itu lebih baik, Tuan. Untungnya, lampu itu mengenai bahu Nona ini. Jika mengenai kepalanya, mungkin urusannya akan lebih bahaya lagi karena berhubungan dengan kinerja otak. Soal berdarah, sepertinya ini terkena pecahan gelas, saya tadi melihat pecahan itu masih tertancap di kulitnya. Tapi, tenang saja, semuanya sudah saya bersihkan. Tapi, bahunya sedikit memar. Kita akan lakukan rontgen besok. Jadi, saya harap anda bisa mengantarkan Nona ini ke rumah sakit besok hari untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Lalu, kenapa dia belum juga sadar?"

"Dia hanya pingsan biasa. Sebentar lagi akan bangun juga. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."

Aslan masih menatap ke arah Aleena. Wajahnya memang sangat cantik, terlebih lagi cantiknya bukan karena make up yang tebal, namun memang cantiknya natural.

"Baiklah, terima kasih Dokter Kevan. Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dengan wanita ini."

"Baguslah. Jika seperti itu, saya permisi dahulu, Tuan Aslan."

"Silahkan."

Dokter Kevan langsung beranjak pergi meninggalkan Aslan dan Aleena. Aslan menatap wajah Aleena, wajah yang tentu saja dia masih ingat. Wanita yang sudah membasahi jas milik Aslan beberapa hari yang lalu.

'Kau lagi kau lagi. Kenapa senang sekali mencari masalah dengan saya? Kemarin, kamu sudah membasahi jas saya, sekarang kamu tertimpa lampu. Besok, apa lagi?' batin Aslan sambil menghela nafasnya perlahan.

"Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya Sekretaris Leo.

Sekretaris Leo adalah sekretaris pribadi Aslan. Semua kehidupan Aslan tak lepas dari campur tangan Sekretaris Leo.

"Tidak, Sekretaris Leo. Besok, atur jadwal untuk memeriksakan wanita ini ke rumah sakit."

"Anda yang akan mengantarkannya?"

"Ya. Siapa lagi?"

"Anda bisa menyuruh saya saja untuk mengantarkan Nona ini."

"Tidak masalah. Dia seperti ini karena acara saya, saya harus tanggung jawab hingga dia sembuh."

"Baiklah, Tuan Aslan. Saya akan mengatur semuanya."

"Baguslah. Dan bagaimana di lokasi kejadian tadi?"

"Semuanya sudah dibersihkan. Semua tamu juga sudah menikmati acaranya kembali."

"Baguslah, kontrol semuanya tetap aman."

"Siap laksanakan, Tuan Aslan."

"Kau boleh pergi, saya akan menunggu sampai dia bangun, nanti saya akan menyusul ke luar," ucap Aslan.

Sekretaris Leo pergi meninggalkan ruangan kamar. Hanya meninggalkan Aslan dan Aleena berduaan. Aleena yang awalnya hanya berdiam diri, kini perlahan sedikit bergerak. Kerutan di dahinya tergambar dengan jelas. Ya, Aslan memahami, mungkin ada rasa sakit yang Aleena rasakan saat ini.

Mata yang tertutup kini perlahan terbuka. Memperlihatkan tubuh besar yang berdiri di samping tubuh Aleena.

'Hah? Saya dimana? Lalu kenapa saya di dalam kamar? Berdua dengan Tuan Aslan?' batin Aleena sambil melihat sekeliling yang benar saja itu adalah sebuah kamar di hotel.

"Tuan Aslan," ucap Aleena.

"Aw sakit." Aleena meringis kesakitan.

"Jangan berdiri dulu, tenanglah. Saya tidak akan macam-macam denganmu," ujar Aslan.

"Saya dimana?"