"Kau sudah selesai? Lebih baik kita sudahi pertemuan ini. Aku pikir, tak ada yang perlu dibicarakan lagi." Tegas Irfan.
"Fan, kamu masih marah?"
"Hentikan. Tak usah bertanya lagi. Kamu yang membuat keputusan kita menjauh kan? Mari, kita coba mulai sekarang ini."
"Aku akan meminta Ibu untuk segera kembali ke rumah biasa. Agar bisa memudahkan keputusanmu menjauh dari diriku."
"Bukankah itu rencana bagus, Dinda?"
Baru saja Dinda akan menjawabnya, Irfan masih mencecarnya dengan berbagai tanya. Pertanyaan dan pernyataan. Melebur dalam makna marah dan kecewa.
"Benar bukan? Itu akan lebih mensukseskan keinginanmu menjauh dariku bukan?"
"Meski aku belum bisa mengerti tentang alasanmu itu. Bahkan setelah aku mengatakan keinginan menikahimu, kau masih saja kekeh dengan keputusanmu. Bukankah itu aneh?"
"Tidak. Tidak perlu kau tanya lagi apakah aku marah? Apakah aku kecewa?"
"Apakah pertanyaan itu pantas dikatakan untuk orang yang sengaja kau buat kecewa, Nda?"