Chereads / MEGA LUKA / Chapter 4 - Mati Rasa

Chapter 4 - Mati Rasa

Pelan sekali Janu mengangkat tubuh Elena jadi setara dengan penglihatannya. Ia menatap nanar kelopak mata anaknya yang sudah berbuntal-buntal gembul buah dari menangis.

"Bapak?!" Sahut Elena lembut.

Sekarang Elena sudah merasa sangat dekat dengan bapaknya hingga harapannya keluar dari tempat haram itu mulai memuncak. Ia sudah merasa, bahwa kebebasannya sudah di depan mata, berbinar bahagia.

Namun sesaat detik itu juga matahari berubah petir yang sangat menggelegar.

Brught!

Janu Danuarta melempar tubuh anaknya yang sedang hamil di atas ranjang dengan kekuatan penuh. Elena terkejut dan pandangannya berubah total.

"SUDAH! Terima saja takdir kamu. Lagian kamu sudah terlanjur jadi wanita penghibur, apa yang mau kamu cari di luaran sana, semua sudah tersedia di sini. Jangan buat ulah lagi sama Mami!" Cerocos Janu yang tak pernah di bayangkan sebelumnya oleh Elena.

Elena banyak berharap Bapak Janu akan menolongnya keluar dari lingkar hitam itu, tapi pikirannya sangat berolak belakang dengan kenyataan yang ada. Padahal dia sudah menganggap Janu sebagai ayah kandungnya sendiri, tapi kelakuan Janu lebih parah dari perkiraannya.

"Hiks! Hiks! hiks! Bapak?!"

"Jangan banyak omong!"

"Pak? Apa Bapak tidak kasihan dengan bayi yang ada di dalam kandunganku?"

"Bapak tidak peduli!" Decaknya parah. "Lagi pula, gak akan ada yang mau menerima anak ini jika dia lahir nanti. Gugurkan saja!" Lanjut pintanya dengan nada tinggi yang membuat suara itu terus terngiang di telinga Elena.

Langit yang cerah, seketika berubah kelabu. Hujan lebat di sertai angin kencang bertiup masuk kedalam celah jendela kamar itu. Dua bodyguard yang menyaksikan drama antara seorang ayah dan anak itu pun ikut terkekeh dengan dua tangan kekarnya di lipat di atas dada mereka. Begitu juga Mami. Matanya berbinar bahagia, karena lagi-lagi kemenangan sudah ada di genggaman tangannya.

Tak ada lagi derita yang paling menyedihkan selain hari itu. Elena mati rasa, hanya bisa pasrah dengan kenyataan.

Ketika semua di rasa selesai, Janu di damping para rengrengan Mami untuk keluar dari kamar.

Janu memang bertingkah sangat tegas satu jam yang lalu, tapi saat kamar sudah di tinggalkannya, Janu di kuliti oleh banyak perasaan menyesal. Tapi apa boleh buat, tidak ada lagi pilihan lain selain membuat Elena tetap di bawah kekuasaan Mami.

Pertama, kalau saja Elena keluar dari pekerjaannya, tak akan ada lagi penghidupan layak untuknya dan anaknya nanti, pikir Janu. Terus ia mengingat ancaman Mami sebelumnya sebelum masuk kedalam kamar bau apek itu.

"Kamu pilih saja! Mau anakmu kembali, tapi bayar semua ganti rugi sebesar 30 juta rupiah, atau bujuk Elena tetap bekerja di sini, maka dia akan hidup senang?" Tawaran Mami beberapa jam sebelumnya.

Setelah di pikir beberapa saat oleh Janu, memang nasi sudah jadi bubur. Tak akan ada lagi pelangi untuk anaknya jika harus keluar dari tempat itu. Janu memang sempat gelap mata, tapi kini dia sudah berubah. Naluri orang tuanya sudah menonjol, tapi hanya tinggal menunggu waktu saja untuk kembali seutuhnya.

Di waktu yang bersamaan, Verrel datang dengan pandangan penuh tanda tanya melirik dengan ekor matanya ke arah Janu saat berpapasan.

'Aku yakin dia ayah dari Elena.' Desisnya dengan wajah penuh empati.

"Saaayaang!" Panggil Mami manja melubarkan pandangannya.

Satu kecupan langsung terlontar di pipi Verrel yang terkadang suka mengelak. Tapi hati Mami saja yang sudah di butakan oleh Verrel. Hingga tak pernah memandang ada kepalsuan di wajah Verrel selama ia jadi pengikutnya.

"Eh, iya! Ini pesananmu!" Jawabnya gagah.

Verrel emang lelaki dingin dengan seribu pesona. Mami yang bertitel ratu malam pun tunduk dengan kecakapan yang di miliki Verrel.

"Terimakasih ya sayang!" Manjanya semakin merajalela. "Kalian jangan pada diam saja! Ayo pindahkan si Elena ke kamar depan!" Dalam waktu bersamaan mimik wajah Mami berubah saat menyuruh para budaknya dengan ketus.

"Jangan lupa dandani dia sampai cantik! Karena tamu malam ini akan sangat istimewa." Mami tersenyum hingga matanya tersorong kedua pipi memiliki tatapan liar dan nakal.

"Baik, laksanakan!" Tubuh tegap kedua bodyguard sigap dengan semua titah dari Mami.

***

Di tempat lain.

Di sebuah perkantoran pencakar langit, Tuan muda Rizki Nazar masih duduk di kursi kejayaannya. Kursi eksekutif material kulit premium desain elegant memberi wibawa pada penggunanya.

Lelaki berkulit putih itu masih ongkang kaki di hari yang sudah petang. Matahari pun bersembunyi tak nampak lagi. Saat para karyawan dan karyawati sudah mulai sepi, kini waktunya ia merebahkan diri. Kursi empuk itu menopang punggungnya, lalu Rizki melemaskan leher dan bahunya setelah seharian duduk di depan Pc dan komputer selama bekerja.

Tangannya melipat 90 derajat di atas sandaran tangan, dan matanya menyawang ke atas langit-langit kantor yang bersih terawat.

'Semoga rencanaku bisa berjalan dengan sempurna." Bisiknya pelan, sambil berpikir panjang.

Memang pekerjaannya adalah seorang aktor. Tapi di sela-sela waktu shootingnya, Ia masih bisa menyempatkan diri kerja di kantor Papinya yang sudah sesakitan.

Terpaksa ia harus bekerja, karena hanya dia satu-satunya pewaris tunggal yang paham alur pekerjaan di kantor Papinya.

Di balik wajahnya yang kusut lelah, ia melirik ke arah handphonenya.

Setelah bosan, ia di terus ditagih yang itu-itu saja oleh Papi dan Miminya, kini otaknya lelah berpikir.

"Mas, kenapa belum pulang?" Sebuah chat masuk kedalam massage-nya.

Tatapannya kosong melihat isi handphone dengan wallpaper potret sang istri yang membuyarkan pikirannya. Semua ingatannya kacau saat mendengar diagnosis dari dokter yang masih terngiang jelas di telinga bahwa dirinya mandul menggiringnya untuk melakukan kelicikan.

"Sayang, aku lembur malam ini. Kamu jangan nunggu aku ya! Makan malam dan tidur saja duluan!" balasnya di dalam inbox.

"Baik Mas. Istirahat sejenak kalau lelah ya Mas! Hati-hati di kantor!"

Tanpa ada balasan basa-basi lainnya, Rizki menarik jas hitam yang bersender di kursi kejayaannya. Lalu bergegas keluar dari kantor memanaskan mobilnya di tengah basement yang sudah lenglang.

Cekittttt! Brummmm, Bruummm!

Ia tak punya pilihan lain selain pergi untuk bertemu dengan pesanannya, melon kiriman Mami di hotel berbintang lima yang sudah di plan sebelumnya.

"Aku tidak mau menunggu lama, siapkan wanita itu! Aku sedang dalam perjalanan pergi ke hotel sekarang!" Sebuah pesan di kirim selancar pada Mami.

Dengan girangnya, akhirnya whatsapp yang di nanti Mami seusai senja itu datang juga. Mami menyiapkan Elena di sertakan beberapa pendamping agar tidak terjadi masalah yang sama seperti hari sebelumnya.

"Baik Bos! Aku tunggu di kamar 033, tepat pukul 09.00." Balas Mami singkat tapi maknanya sangat jelas.

Mami mengirim pesan itu, agar pelanggan menyiapkan uang di muka tepat pada waktu yang sudah di tentukan dan sesisanya biasanya di bayar setelah service usai di tunaikan.