Chereads / Sheilah : The Secret of a golden ras / Chapter 3 - Chapter 3 : Luminous

Chapter 3 - Chapter 3 : Luminous

Sheilah tertahan di perpustakaan. Dia tidak bisa keluar sebab pintu ruangan yang tidak terbuka, sepertinya ada yang menguncinya dari luar. Ditambah lagi muncul di hadapannya orang aneh yang sedari tadi terus saja meracau.

"Kamu tidak mau menjawabnya, hehh? Gawat, bisa bahaya, loh," ujarnya.

Sheilah tetap bungkam dan tidak menjawab kata-katanya. Sebenarnya sedari tadi dia menelan rasa takut agar tetap tenang dan bisa berpikir menemukan jalan keluar. Dengan memanfaatkan peniti yang selalu dibawanya, Sheilah berusaha membuka pintu perpustakaan yang terkunci.

"Kamu harusnya jawab, dong! Jawab! Ah, tidak seru ... tidak seru ...,"gerutunya.

"Nomor lima, apa yang kamu lakukan disini?"

Seseorang yang lain muncul dari belakang orang aneh tadi yang dipanggil sebagai nomor lima. Dia juga sama-sama mengenakan jubah putih aneh dengan topeng yang menutupi wajahnya. Sheilah menahan napas, kini dua orang tidak dikenalnya berdiri di hadapannya yang ia tidak tahu apakah mereka ini sebenarnya kawan atau lawan.

"Aku menangkap tikus yang tersesat barusan. Lihat, imut kan?" Orang yang dipanggil nomor lima ini berkata dengan riang. Tangannya mengarah ke arah Sheilah seakan menunjukkan dialah tikusnya.

Temannya menatap dalam ke arah Sheilah, seketika ia mengeluarkan aura yang berat lagi mencekam. "Jangan bercanda, Nomor Lima! Hanya ketua yang bisa membuka dimensi ini. Lagipula tidak ada manusia yang bisa bertahan di sini tanpa mengenakan 'itu'."

Meski Sheilah tidak bisa melihat wajah si nomor lima, tetapi ia tahu kalau orang tersebut ketakutan. Perhatian Sheilah kini beralih kepada temannya. Jika yang sebelumnya dipanggil nomor lima, dengan menelisik auranya pasti panggilan temannya ini adalah pangkat bilangan yang lebih tinggi.

"Aku adalah si nomor tiga." Orang yang memiliki aura lebih besar tadi mengenalkan dirinya. Walau terhalang topeng, Sheilah masih bisa merasakan tatapan yang mengintimidasi.

"Apakah kamu manusia?" tanyanya kepada Sheilah.

"Siapa kalian sebenarnya?" Alih-alih menjawab, Sheilah justru bertanya balik. Pupil matanya bergetar saat bersirobok dengan topeng si nomor tiga. Namun, dia tidak bisa lagi memalingkan wajah. Ia harus menghadapinya.

"Luminous. Kami adalah penjaga keseimbangan dunia. Kami memastikan poros dimensi menuntun dunia kepada jalan yang seharusnya. Kami mengunci dimensi masa lalu dan membersihkan dimensi masa depan agar tetap berjalan sebagaimana mestinya," jelasnya.

Sheilah tidak paham dengan perkataan si nomor ketiga. Ah, nilai akademiknya selalu pas-pasan, sekadar cukup untuk bisa naik kelas. Jadi maksudnya, mereka ini adalah penyihir atau pendeta yang menyeimbangkan dimensi, ya?

"Sekarang giliranku yang bertanya. Siapa kamu sebenarnya?"

"A- aku ... manusia. Namaku Shei ... Sheilah," jawab Sheilah terbata-bata. Kepalanya merasa pening. Dia merasakan pandangannya berputar-putar seakan melihat ruangan yang berputar. Ah, bisa jadi sebaliknya, justru ruangan ini yang berputar sehingga matanya pusing melihatnya.

"Tidak ada manusia yang berada di dimensi ini. Jawab dengan jujur! Siapa kamu sebenarnya?" bentaknya.

"Aku bilang ... ugh, manusia ...." Sheilah jatuh terduduk sambil memegangi kepalanya yang berputar hebat. Dia memaksa matanya tetap terbuka mengawasi si nomor tiga dan nomor lima.

Si nomor lima terlihat gelisah. Nampak rasa cemas tergambarkan oleh gestur tubuhnya yang bergerak kesana-kemari.

"Mengapa dimensi ini bergerak kacau? Apa aku yang menggerakkannya dengan skillku? Mungkinkah skillku bocor sampai dimensi ini kugerakkan tanpa kusadari? Tidak ... tidak mungkin ...," racau si nomor lima.

"Apa yang kamu lakukan, Nomor Lima?" tanya si nomor tiga.

"Tidak! Tidak! Bukan aku! Aku tahu ini skillku, tapi aku tidak memakainya sama sekali!" balas si nomor lima.

"Sudah kuduga. Awalnya aku selalu menyangkalnya karena auranya yang lemah sama seperti manusia. Namun ternyata aku salah. Melihat kekacauan ini, sudah pasti ini karena ulah ras emas," ujar si nomor tiga sambil menatap Sheilah.

"Ras Emas? Dia?!" si nomor lima menunjuk ke arah Sheilah dengan nada tidak percaya, "Ras yang selalu memangsa sesamanya sampai hanya satu yang bisa hidup di dunia? Tapi ... bukan saat ini masih ada ras emas yang berkuasa?"

"Simpan dulu pertanyaanmu itu. Kita harus membunuhnya sekarang selagi dia belum sempurna," titah si nomor tiga.

Sebelum si nomor tiga dan nomor lima bergerak untuk membunuhnya, Sheilah berdiri tegak. Sejak tadi dia mendengar sesuatu yang terus berbicara di dalam kepalanya.

"Lapor ... skil pasif telah diaktifkan. Mengambil alih skill lawan yang setara menjadi skill Anda ... Lapor! Skill lawan 'labirin dream' telah diambil alih; memungkinkan merekontruksi ulang ruang dengan menukarkan energi supranatural yang setimpal. Apa Anda ingin mengaktifkan?" terang suara tadi dalam kepala Sheilah.

Sheilah mengangguk. Suara tadi hening sejenak, sejurus kemudian kembali bersuara, "Skill labirin dream dalam proses. Silakan masukkan kata sandi yang sesuai."

"Kata sandi?" tanya Sheilah. Dia melihat ke arah si nomor lima, seketika dia ingat pertanyaan anehnya ketika pertama kali bertemu.

*Flashback On*

"Selamat pagi, selamat siang, selamat malam. Kamu harus milih satunya hihihiii," tanya orang si nomor lima berulang kali.

*Flashback off*

"Hoo ... jadi begitu," ucap Sheilah seakan tidak peduli dengan dua orang di depannya yang tengah bersiap membunuhnya.

Sheilah pun berkata dengan lantang, "Kalian ingin membunuhku, kan? Kupastikan kalian tidak akan berhasil hahaaa ... karena aku yang akan berhasil keluar dari sini hidup-hidup. Oh, aku harus menyapa kalian dulu, ya. Hihii, selamat pagi!"

"Kata sandi sudah dimasukkan. Mengaktifkan skill labirin dream ..." suara ini memenuhi kepala Sheilah beriringan dengan ruang dimensi yang mulai bergerak, memisahkan mereka bertiga dari ruangan sialan itu.

"Tunggu ... Tidak! Hentikan!" Si nomor tiga berteriak.

Ruangan disini terus berubah hingga akhirnya menjadi labirin cermin. Sheilah tidak tahu apa yang terjadi ini adalah sesuatu yang baik atau buruk. Namun, setidaknya saat ini dia bisa bernapas lega.

"Ugh ... rasanya isi perutku mau keluar semua ...," gumam Sheilah sambil menutup mulutnya agar tidak benaran muntah. Dia menyandarkan punggungnya ke dinding. Sekarang tangannya gemetar dan kakinya juga terasa lemas. Dia menatap pantulan dirinya yang pucat pada dinding cermin.

Berlalu beberapa saat, Sheilah mendengar lagi dalam kepalanya suara yang sama dengan sebelumnya. "Lapor! Skill labirin dream telah diaktifkan sepenuhnya. Kini target mulai bergerak menuju Anda dengan kecepatan tinggi."

"Oh, begitu? Ya, ya ... meski aku gak tahu kamu siapa tapi terimakasih sudah menyelamatkan aku- Hahh? Apa?! Kamu tadi bilang apa? Target?"

"Iya. Apa Anda ingin melihat pergerakan target?"

Entah apa yang terjadi, Sheilah dapat melihat melalui matanya dua orang tadi : si nomor tiga dan nomor lima tengah melaju menuju ke tempatnya berada. Dengan adanya pemetaan dalam pikiran, nampak dua orang tersebut memotong jalur labirin dengan menghancurkan dinding-dindingnya.

"Gawat! Harusnya aku tidak bisa ditemukan dengan mudah 'kan?" tanya Sheilah panik.

"Jawab, posisi Anda ditemukan berkat teknik unique lawan : pertahanan binatang buas. Juga karena posisi labirin yang memang sudah mengarah kepada Anda," jawab suara tersebut dalam kepala Sheilah.

"Karena posisi labirin yang sudah mengarah kepadaku? Mungkinkah perbedaan kata sandinya berdampak pada perubahan labirin?" pikir Sheilah.

"Benar."

"Kalau begitu, aku tinggal merubah kata sandinya lagi-"

"Tidak bisa," potong suara itu dalam kepala Sheilah, "karena energi Anda yang lemah, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengisian ulang energi hingga skill ini bisa diaktifkan kembali adalah setahun tiga puluh lima hari."

"Se ... setahun?! Aku keburu mati sebelum bisa mengaktifkan skill!"

"Benar," sahut si suara, "berdasarkan situasi saat ini, peluang kematian Anda telah meningkat tajam menjadi sembilah puluh persen."

Mendengar ini, seketika rasa hampa dan putus asa memenuhi benak Sheilah. Kepalanya menengadah ke atas. Ia menutup matanya dengan tangannya dan mulai tertawa-tawa sumbang.

"Haha ... tidak peduli apa pun yang kulakukan, akhirnya aku tetap mati juga. Tapi aku juga tidak masalah sih jika memang mati, toh aku sudah puas dengan hidupku sekarang. Aku punya sahabat yang hebat, Wynter. Ah, Arick sedih gak ya kalau aku menghilang? 'kan aku tahu aib-aibnya. Oh, aku harusnya membayar utangku dulu kepada Bibi D. Si kucing belang yang suka mencuri barang-barangku itu, Owl ... dia bakal mengingatku gak ya?"

Sheilah terus mengigau. Air mata sedari tadi sudah membanjiri wajahnya. Tempatnya berada saat ini mulai bergetar. Dari sini sudah terdengar suara debuman dinding-dinding yang dihancurkan.

"Apa ini akhir hidupku, ya? Apakah benar-benar tidak ada lagi yang bisa aku lakukan? Meski hanya peluang sepuluh persen .... Ah, satu persen pun tetap kulakukan. Aku tidak mau mati disini ... hiks, aku ingin tetap hidup," isak Sheilah.

"Jika memang ada kesempatan meski hanya satu persen untuk hidup, tolong beritahu aku. Jawablah ... jawablah wahai suara yang selalu berbicara di kepalaku!"

Lengang sesaat. Suara itu akhirnya kembali berbicara dalam kepala Sheilah, "Ditemukan peluang untuk menyerang balik musuh dan mempertahankan nyawa Anda. Namun, ada resiko yang harus ditanggung. Mengobservasinya terlebih dahulu disarankan sebelum pengesahan-"

"Tidak! Lakukan apa pun asal hidupku selamat," potong Sheilah.

"Dimengerti. Menyiapkan summon soul dalam beberapa saat. Harap selalu mengingat nama Anda saat ritual dijalankan."

Sementara itu, dua orang yang memburu Sheilah berhasil menjebol dinding kaca labirin tempat Sheilah berada, membuat serpihan-serpihan kaca berhamburan kemana-mana. Si nomor tiga dan si nomor lima memasuki ruangan dengan aura yang sangat berat dan mencekam. Sheilah hanya mampu melihat mereka yang jubah putihnya yang berkibar-kibar dengan topeng ukiran satu mata tertutup menutupi wajah.

"Dasar cecunguk! Awalnya aku ingin mengakhirimu dengan damai tanpa rasa sakit. Tapi karena kamu memberontak dan membuat ulah, akan kusiksa kau dan kucabik-cabik sampai hancur," teriak si nomor tiga.

Sheilah menanggapinya dengan seringai, berujar, "Lakukan apa pun yang kalian mau."

Si suara berbicara dalam kepala Sheilah, "Summon soul mulai diaktifkan. Tolong, jangan lupakan siapa Anda."