Chereads / Sheilah : The Secret of a golden ras / Chapter 7 - Chapter 7 : Dalam Genggaman

Chapter 7 - Chapter 7 : Dalam Genggaman

Sejak keluar dari gerbang sekolah, Sheilah merasa perhatian orang-orang tertuju padanya. Gadis ini sudah mengecek berkali-kali seragamnya siapa tahu ada yang sobek gara-gara pertarungan. Namun, hasilnya nihil, apa yang dikenakannya saat ini masih baik-baik saja.

Satu dua pemuda mendekati Sheilah dan mengajaknya berkenalan. Awalnya dia menolak, tetapi karena diimingi-imingi janji akan ditraktirkan makanan, akhirnya gadis ini luluh juga.

Dan disinilah sekarang Sheilah berada, kedai dessert yang terkenal seantero kota. Dia menyendok ke mulutnya kue coklat dengan potongan besar sampai mulutnya pun belepotan coklat.

"Makannya jangan seperti itu, nanti bakal hilang cantiknya," celetuk si pemuda seraya ingin mengelap pipi Sheilah.

Sebelum tangannya sampai ke pipi Sheilah, tanpa sadar gadis ini langsung menyambar sapu tangan itu dan mengelap sendiri mulutnya.

"Khamu herhathian huhaa ...." Sheilah memujinya dengan mulut penuh coklat. Dia asik mengunyahnya sambil mengeluarkan bunyi yang mengusik para pengunjung lain, membuat dua pemuda di hadapannya merasa malu.

"Bang ... kita salah sasaran. Gadis ini memang cantik, tapi kelakuannya minus," bisik pemuda ke temannya.

"Terus bagaimana ini? Orang ini juga menguras uang kita," balas teman si pemuda itu sambil berbisik-bisik.

"Sudahlah, daripada kita terus duduk disini dan menahan malu. Mending kabur aja," balasnya.

"Tanpa dibayar, Bang? Kita sudah janji, loh."

"Udah, tenang aja. Yuk, buruan kabur!"

Akhirnya pemuda pertama meminta izin ke Sheilah untuk pergi ke toilet. Berselang kemudian, temannya yang satunya menyusul juga ke kamar belakang. Sheilah yang lugu tentu tidak menyadari kebulusan dua pemuda ini sampai sejam sudah berlalu dan mereka berdua pun tidak kembali.

Sheilah merasa gelisah, berkali-kali dia melihat ke arah bilik kecil itu. Di sisi lain ia khawatir jika dua pemuda itu ada masalah, tetapi gadis ini tidak bisa pergi begitu saja karena makanannya belum dibayar.

Seorang pelayan yang mendekati Sheilah sukses membuatnya terkejut. Pelayan ini tersenyum dan mengulurkan kepadanya bill berisi tagihan.

"Tiga ... tiga ribu gian!" peranjat Sheilah. Matanya bergetar hebat, rasanya dia mau menangis saat ini juga. Ah, pesanan ini semua bukanlah dari keinginannya, tetapi inisiatif dua pemuda tadi.

Sheilah menarik kecil lengan si pelayan. "Anu ... apa aku boleh bertemu dengan Bibi D?" tanyanya hati-hati.

Si pelayan berpikir sejenak siapa yang dimaksud 'Bibi D' ini. "Maksud Anda pemilik kedai?" tanyanya kembali.

Cepat-cepat Sheilah mengangguk. Melihat ini si pelayan ini pun tersenyum. "Beliau kebetulan sedang berada di sini. Biar saya antarkan menuju kantor beliau," ramahnya.

Sheilah pun mengikuti pelayan ini dengan menunduk malu. Ah, mulai sekarang dia akan tanamkan dalam sanubari "jangan pernah percaya dengan orang, apalagi pemuda kegatelan". Sesampainya di depan ruangan pemilik kedai, tanpa ketuk dahulu tanpa salam Sheilah langsung masuk dan berlari berhambur ke bibi D.

"Huaa ... Bibi! Anakmu yang cantik ini baru saja ditipu!" serunya menangis sambil memeluk wanita yang rambutnya disanggul itu.

Bibi D yang mendapat perlakuan ini tanpa ba-bi-bu langsung mendorong Sheilah menjauh. "Hey, jangan seenaknya meluk orang! Aku gak suka!"

"Tapi aku suka, Bi," timpal Sheilah tanpa dosa.

"Sudah sana jauh-jauh! Lagian bagaimana kamu bisa kena tipu padahal gak ada cantiknya– eh, tunggu ...."

Segera Bibi D menangkup kedua pipi Sheilah dan menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri seakan sedang memastikan sesuatu.

"Iya, ya. Kenapa kamu jadi cantik begini? Kamu Sheilah apa bukan?" tanya Bibi D.

Mendengar ini Sheilah langsung merenggut. "Aku Sheilah, Bi. Sheilah yang utangnya baru lunas satu," jelasnya.

Bibi D menatap Sheilah tak percaya. "Bohong! Kalau kamu benar Sheilah, sebutkan berapa total utangnya!"

"Empat ribu sembilan ratus gian. Yang lunas baru seratus gian," jawab Sheilah lancar.

Bibi D masih tidak percaya, merasa orang di depannya ini tengah mengakalinya. Ia pun lanjut bertanya, "Apa makanan kesukaannya?"

"Keik yang dilumuri coklat pahit dingin dengan toping buah strawberry yang asam."

"Asem! Tapi semua jawabanmu benar. Ah, aku tetap tidak percaya kamu ini Sheilah. Gadis kurang ajar yang kukenal itu bertubuh gemuk, kulitnya kasar dan kusam, ditambah rambutnya berantakan."

Bantahan rasa penghinaan dari Bibi D ini ampuh membuat Sheilah tersenyum masam. Gadis itu pun menarik kursi kosong di dekatnya, lalu duduk manis di sana.

"Hey, Bibiku yang kudoakan setiap hari panjang umur ... bukalah matamu lebar-lebar! Yang lagi duduk disini adalah Sheilah yang sudah menemanimu dari titik nol. Sheilah yang tambun, kulitnya bagai kadal, dan rambutnya selalu awut-awutan," terang gadis ini tanpa malu sambil menunjuk dirinya sendiri.

Bibi D jengah melihat kelakuan anak ini. Ia memanggil salah satu karyawan dan memintanya agar diambilkan cermin besar yang tersimpan di ruangan sebelah.

Setelah menunggu beberapa saat, karyawan tersebut datang dengan membawa cermin yang dimaksud. Bibi D ucapkan terima kasih kepadanya dan segera memosisikan cermin yang tingginya setara orang dewasa ini menghadap ke arah Sheilah.

"Silakan bercermin dulu, siapa tahu dapat pencerahan ...," tawar Bibi D yang terdengar sindiran di telinga Sheilah.

Gadis ini menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Beberapa saat dia masih saja tidak berasa sampai ketika melihat lebih teliti, ia pun sadar jika bentuk fisiknya berubah.

Segera Sheilah bangkit dari duduknya dan melesat meraih cermin besar itu. Matanya menatap pada sosoknya yang berada dalam cermin seakan tidak percaya dengan apa yang saat ini dilihatnya sekarang.

"Wah, gilak! Apa ini betulan aku? Tubuhku jadi ramping, langsing, dan kencang. Oh, Bibi! kulitku jadi bagus! Gak ada dakinya lagi!" seru Sheilah senang.

Wanita berumur ini geleng-geleng melihat kelakuan si gadis di depannya. Sementara itu, Sheilah tidak bisa berhenti memuji dirinya sendiri.

"Rambutku juga gak kasar. Potongannya rapi, pas sebahu. Apa ini mimpi ya hahahaaa ... Oh, kalau dipikir-pikir lagi, paras ini mirip sekali sama Lin ya?" ujarnya bertanya sendiri.

Rasa penasaran Bibi D tergelitik saat Sheilah menyebut nama itu. "Siapa Lin?" tanyanya.

Sheilah menatap lurus ke Bibi D, menjawab, "Lin anggota Luminous si nomor lima. Dia minta aku memakannya."

Seketika Bibi D tersedak oleh imajinasinya sendiri. Telinganya melebar mendengar penuturan anak ini. "Jangan melawak terus, Bocah. Aku tahu kamu ini memang tukang makan, tapi yang benar saja sampai makan orang juga. Sesat kamu!"

Sheilah tidak sakit hati mendengar ini. Malah sekarang dia benar-benar menatap dalam Bibi D, berujar tanpa beban, "Oh iya, Bi. Kata mereka, aku ini ras emas, loh. Aku bisa memakai lautan memori untuk memakamkan mereka."

"Hahh? Apalagi (lautan memori)?" Setelah mengucapkan itu, Bibi D langsung menutup mulutnya. Dia pun berpikir dan bergumam, "Kenapa aku tidak bisa melafalkan kata itu?"

Wanita ini pun beralih ke Sheilah, berniat memintanya untuk melafalkan kembali kata-kata itu. Namun, apa yang dia lihat saat ini membuatnya syok dan langsung berteriak memperingati gadis itu.

"Sheilah! Menjauh dari cermin itu! Sekarang!"

Nihil. Jangankan menjauh, bahkan Sheilah nampak tidak mendengar peringatannya. Mata anak itu terpaku melihat satu titik seolah-olah lagi terhipnotis. Dari dalam cermin, terjulur tangan-tangan hitam yang meraih kerah lehernya dan menariknya hendak memasukkannya ke dalam sana.

Sekali lagi Bibi D berteriak, tetapi Sheilah tidak sadar juga. Kini separuh wajahnya sudah masuk cermin. Jika Bibi D memilih berlari menariknya tentu tidak akan sempat karena jaraknya tidak dekat dengan anak itu dan sudah pasti tangan hitam yang lebih dari satu tersebut akan cepat-cepat memasukkannya ke dalam sana. Oleh karena itu, Bibi D menarik tusuk konde yang menyanggul rambutnya, menyalurkan energinya ke benda itu dan langsung melemparnya sekuat tenaga ke arah cermin.

"SHEILAH! SADARLAH!!"

Tepat disaat ujung tusuk konde itu menghantam cermin, seketika terjadi banyak pecahan kaca seakan kaca sebesar dinding yang pecah. Bibi D melesat menangkap Sheilah yang terjatuh tak sadarkan diri. Dia tidak menghiraukan beberapa serpihan kaca yang masuk menusuk kakinya. Lantai pun lambat laun mulai kotor oleh darah yang merembes dari luka itu.

Wanita ini yang rambutnya sudah mulai beruban melihat ke cermin yang sudah tidak utuh. Dia sempat menyaksikan tangan hitam itu menghalau lemparan tusuk konde, tetapi energinya dalam benda itu jauh lebih kuat sehingga tangan itu pun kalah dan menghilang tepat cermin itu pecah.

Setelah itu, perhatian Bibi D teralih ke arah gadis yang masih pingsan ini. Ia menatap dalam Sheilah, berucap lirih, "Hey, Bocah, apa yang sebenarnya sudah kamu perbuat?"