Chereads / Aku (Bukan) Kupu-kupu Malam / Chapter 2 - Benalu

Chapter 2 - Benalu

"Kamu melakukan pekerjaan yang tidak berguna dari pada Raline, jadi berhenti menyalahkan Raline terus menerus," jawab Farhan.

"Bela lagi anakmu itu, dia harus menghasilkan uang yang lebih banyak agar dia tidak menyusahkan kita terus," ucapan Sarah membuat emosi Farhan kembali memuncak.

"Besok aku akan mencari pekerjaan tambahan, Bu," ucap Raline.

"Bagus lah, seharusnya kau memang sadar diri." ucap Sarah.

"Tidak perlu Raline, Ayah masih mampu untuk membiayai kuliah kamu dan biaya kehidupan sehari-hari kita," ucap Farhan.

"Kau bilang mampu? Apa kau tidak pernah berpikir semua uang yang kau berikan selalu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhanku?" tanya Sarah dengan sengit.

"Uang yang aku berikan setiap bulannya cukup besar Sarah, kau yang tidak bisa bersyukur dan mengelola uang itu dengan baik!" jawab Farhan.

"Besar katamu? Cih nasibku benar-benar sial, dulu aku pikir saat menikah denganmu aku bisa hidup enak dan bergelimang harta karena kau anak seorang pengusaha kaya, tapi ternyata semuanya hanya bualan," ucap Sarah.

"Aku rela meninggalkan keluargaku untuk menikah denganmu, ternyata aku juga salah sudah melakukan ini!" ucap Farhan.

"Jika kau menyesali itu juga, maka biarkan aku membawa Raline agar dia bekerja seperti para wanita di sini!" ucapan Sarah membuat mata Farhan dan Raline membulat sempurna.

"Biarkan dia mencari uang lebih banyak untuk kita," ucap Sarah.

Braak

Farhan memukul meja makan dengan sangat kencang, dia sangat marah mendengar Sarah mengatakan hal itu lagi, ya ini bukan pertama kalinya Sarah mengatakan agar Raline bekerja seperti kebanyakan wanita yang tinggal di sana.

"Ayah jangan khawatir, sampai kapan pun aku tidak akan menuruti apa yang Ibu katakan," ucap Raline.

"Langkahi dulu mayatku jika kau ingin melakukan itu kepada putri kesayanganku!" ucap Farhan dengan tatapan tajamnya sambil menunjuk wajah Sarah, lalu Farhan pergi karena dia tidak ingin semakin lepas kendali saat berhadapan dengan Sarah.

"Dasar benalu, kau puas melihat aku dan suamiku bertengkar terus gara-gara ulahmu?" tanya Sarah.

"Maaf Bu, aku tidak bermaksud untuk membuat ayah dan Ibu bertengkar, tapi ...."

"Persetan dengan semua itu, yang terpenting untukku, kau harus mendapatkan uang yang banyak dan bisa memenuhi semua keinginanku," ucap Sarah menyela, lalu dia segera mengambil tasnya dan pergi.

"Kapan semua ini berakhir," ucap Raline dengan mata berkaca-kaca.

"Masih ada waktu beberapa jam lagi, aku masih sempat untuk mencari pekerjaan yang lain," ucap Raline lirih sambil melirik jam dinding yang ada di dapur, dia kembali melanjutkan pekerjaannya karena Raline akan pergi lagi untuk mencari pekerjaan tambahan.

***

"Mama gak bosan terus jodohin anak itu? Nanti ujung-ujungnya dia nolak lagi," tanya seorang pria paruh baya yang saat ini sedang membaca koran di ruang tamu rumah mewahnya.

"Gak, kali ini dia harus mau menikah sama perempuan pilihan Mama, pokoknya sekarang Mama gak mau dengar penolakan dia lagi," jawab sang istri.

Pasangan suami istri itu bernama Ramdan dan Diandra.

"Ma, aku pergi lagi soalnya ada meeting penting." Ramdan dan Diandra menoleh saat mendengar suara sang putra.

"Kamu tuh ya, gak betah banget diem di rumah ini udah sore, sebentar lagi juga jam pulang kantor," ucap Diandra kepada sang putra.

"Kalau aku gak kerja, Mama gak bisa shoping beli barang branded," ucapan putra mereka membuat Ramdan tertawa dengan kencang.

"Papa, kok malah ketawa sih," ucap Diandra dengan kesal.

"Emang bener," ucap Ramdan.

"Pa, aku berangkat," ucapnya lalu dia pergi.

"Daffa, jangan lupa nanti malam temenin Mama makan malam sama, Meta!" pekik Diandra, tapi sang putra tidak menghiraukan panggilannya sama sekali.

Daffa Ramdan Althaf , seorang CEO muda yang memiliki paras tampan namun selalu memasang wajah dinginnya kepada semua orang, bahkan Daffa terkenal sebagai pemimpin yang tegas dan selalu menginginkan pekerjaan yang sempurna.

"Berkas untuk meeting sudah siap?" tanya Daffa kepada Alvaro saat dia sudah sampai di kantor, Alvaro adalah sahabat Daffa sekaligus orang kepercayaannya, kedua pria itu sama-sama memiliki paras yang tampan, namun kepribadian mereka sangat jauh berbeda. Daffa benar-benar sangat acuh kepada semua orang tanpa pandang bulu dan tidak peduli pria atau wanita, sedangkan Alvaro selalu bersikap seenaknya. Satu lagi, julukan sang penakluk wanita pun sudah sangat melekat pada Alvaro.

"Semuanya sudah aku siapkan," jawab Alvaro.

"Ada meeting lagi?" tanya Daffa.

"Tidak," jawab Alvaro, mereka pun masuk ke ruangan meeting.

Satu jam telah berlalu, meeting pun selesai, kini hanya ada Daffa dan Alvaro yang ada di ruangan itu.

"Mau ikut denganku?" tanya Alvaro.

"Ke mana?" tanya Daffa.

"Ke tempat yang bisa melepaskan keperjakaanmu," jawaban Alvaro membuat Daffa melayangkan tatapan tajamnya, karena ini bukan pertama kalinya Alvaro mengatakan hal itu kepada Daffa.

"Stupid!" maki Daffa.

"Kau pengecut, Daffa!" ucap Alvaro.

"Lebih baik aku jadi pengecut menurutmu, dari pada aku ganti teman tidur setiap malam sepertimu aku tidak sudi," ucap Daffa.

"Kau harus tau Daffa, itu sangat menyenangkan," ucap Alvaro dengan mata yang berbinar.

"Cih! Sangat menjijikan!" Daffa lalu beranjak dari tempatnya.

"Ayo ikut aku!" ucap Alvaro sambil menarik lengan Daffa.

"Tidak!" ucap Daffa sambil menepiskan lengan Alvaro dengan kasar.

"Ayolah kali ini saja, jika kau tidak ingin bermain-main maka temani aku minum sebentar saja," ucap Alvaro terus memaksa Daffa, akhirnya sambil menghela nafasnya dengan panjang Daffa menuruti ucapan sahabatnya.

***

"Raline, kamu mau ke mana?" tanya Bian saat melihat Raline keluar dari gang rumahnya dengan membawa tas.

"Mau cari kerjaan," jawab Raline.

"Emangnya kamu udah gak kerja di cafe?" tanya Bian.

"Masih, tapi aku mau cari tambahan yang lain, soalnya ya gitu lah," jawab Raline.

"Ya udah aku antar," ucap Bian.

"Emangnya gak ngerepotin kamu?" tanya Raline.

"Enggak lah makanya aku tawarin tumpangan," jawab Bian.

"Oke deh ayo," ucap Raline, lalu Bian kembali ke rumahnya untuk mengambil motor, setelah itu mereka pergi.

Raline dan Bian mendatangi hampir semua tempat yang memungkinkan, namun belum membuahkan hasil hingga mereka berhenti di salah satu tempat.

"Raline, kamu serius mau kerja di tempat kayak gini?" tanya Bian, tempat yang mereka datangi adalah club malam.

"Gak tau Bian, aku mau coba tanya aja ke dalem, siapa tau mereka butuh karyawan baru," jawab Raline.

"Tapi gak di sini Raline, kamu tau itu tempat apa?" tanya Bian dengan kening yang berkerut.