"Aku rasa gak mungkin, apalagi biaya perawatan ayah hari ini belum aku lunasi, belum lagi uangnya tadi diambil sama ibu sebagian," ucap Raline.
"Kan, gak ada salahnya kita coba, Raline," ucap Bian.
"Ya, gak ada salahnya," ucap Raline, keadaan di antara mereka pun menjadi hening, hingga Hanna datang memanggil mereka untuk makan malam.
Tanpa minat, Raline memakan makanan yang telah disediakan oleh Hanna, itu pun hanya beberapa suap.
"Makan yang banyak, Raline," ucap Bian.
"Aku kepikiran ayah, Bian," ucap Raline dengan lirih.
"Ya udah, jangan dipaksain, nanti Tante bawain makanan lagi buat kamu di rumah sakit," ucap Hanna.
"Gak usah, Tante," ucap Raline.
"Kamu ini, dari tadi bilang gak usah terus," ucap Hanna, namun dia tetap menyiapkan makanan untuk Raline di rumah sakit nanti, sedangkan Raline membantu Hanna mencuci piring karena dia merasa tidak enak hati jika terus berdiam diri.
"Biar aku aja," ucap Bian.
"Masa laki-laki cuci piring, gak cocok, Bian," ucap Raline dengan senyuman tipis yang tersungging di sudut bibirnya.
"Kata siapa laki-laki gak cocok cuci piring," ucap Bian, lalu dia membantu Raline mencuci piring hingga pekerjaan mereka selesai.
"Raline, Tante tau ini harganya gak seberapa, tapi Tante berharap, ini bisa sedikit membantu kamu," ucap Hanna sambil memberikan kalung miliknya kepada Raline.
"Bian udah bantu aku, Tante, jadi ini ...."
"Ambil lah, Raline, Tante juga mau temen Tante selamat," ucap Hanna menyela ucapan Raline.
Raline pun menerima kalung yang diberikan oleh Hanna lalu dia memeluk Hanna dan menangis di pelukan wanita itu.
"Kamu banyak berdo'a juga, semoga Allah menyelamatkan Mas Farhan," ucap Hanna.
"Iya, Tante, terima kasih banyak," ucap Raline lalu dia melepaskan pelukannya dari Hanna.
"Sama-sama, Raline," ucap Hanna sambil tersenyum.
"Ma, kalau aku gak pulang, aku temenin Raline di rumah sakit," ucap Bian.
"Jangan, Bian, nanti Tante sendirian di sini," ucap Raline.
"Gak apa-apa, Tante gak sendirian kok, sebentar lagi Om Ilham juga pulang," ucap Hanna.
"Tapi, aku gak apa-apa sendirian kok, Tante," ucap Raline.
"Udah, jangan banyak tapi, cepetan ke rumah sakit sekarang," ucap Bian, lalu dia berpamitan lebih dulu kepada Hanna.
"Kenapa masih diam di sini, Raline, Bian udah nunggu di luar," ucap Hanna karena Raline cukup lama terdiam di tempatnya sambil memperhatikan Hanna.
"Eh ... iya, Tante," ucap Raline, lalu dia segera berpamitan kepada Hanna dan pergi menyusul Bian.
"Lama amat, ngapain dulu sama, mama?" tanya Bian.
"Gak ngapa-ngapain," jawab Raline lalu dia naik ke motor Bian, setelah Raline duduk dengan nyaman, barulah Bian melajukan mobilnya ke rumah sakit, sesampainya di sana, Raline sangat panik karena melihat dokter dan beberapa suster masuk ke ruangan ICU.
"Ayah!" ucap Raline dengan mata yang membulat sempurna saat melihat dua dokter dan perawat masuk ke ruang ICU, lalu dengan cepat Raline dan Bian pun pergi menuju ruang ICU.
"Suster, apa yang terjadi dengan ayah saya?" tanya Raline saat salah satu perawat akan masuk ke ruangan ICU.
"Ayah Anda kritis, Nona," jawab perawat itu, lalu dia masuk ke ruangan ICU.
"Ya ampun, ayah" ucap Raline dengan lirih.
"Om Farhan pasti baik-baik aja, Raline," ucap Bian.
"Semoga, Bian," ucap Raline dengan gelisah menunggu dokter dan perawat keluar dari ruang ICU.
Hampir dua puluh menit Raline dan Bian menunggu, hingga akhirnya dokter pun keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana keadaan ayah saya, Dokter?" tanya Raline.
"Sekarang keadaannya sudah lebih stabil," jawab dokter.
"Syukurlah," ucap Raline dengan bernafas lega.
"Tapi, jika keadaan ayah Anda kembali kritis, saya tidak bisa lagi menjamin keselamatannya," ucap dokter lalu dia pergi.
"Itu artinya, ayah ...," ucap Raline terhenti.
"Kan, aku udah bilang, Raline jangan mikir yang macem-macem, Om Farhan pasti sembuh," ucap Bian berusaha untuk menenangkan Raline.
"Kemungkinannya kecil kalau ayah gak cepat-cepat dioperasi," ucap Raline dengan lirih, lalu dia masuk ke ruangan ICU untuk melihat keadaan ayahnya, sedangkan Bian masih menunggu di depan ruangan itu.
Raline duduk di samping ayahnya sambil berlinang air mata, dia tidak tau lagi harus bagaimana, uang yang tadi dia kumpulkan dibawa pergi oleh Sarah begitu saja, Raline pun tidak mengerti kenapa Sarah bisa sampai setega itu, padahal apa yang Raline lakukan demi kesembuhan Farhan.
"Ayah, aku harus gimana lagi!" ucap Raline yang semakin kencang terisak.
Bian yang sejak tadi memperhatikan Raline ikut merasa bersalah, dia benar-benar sangat ingin membantu Raline lebih banyak lagi, tapi tidak ada yang bisa dia berikan, gaji yang Bian miliki pun hanya cukup untuk membayar biaya kuliah dan kehidupannya, jika dia punya uang lebih, dia selalu memberikan uang itu kepada orang tuanya, walaupun Bian masih memiliki orang tua yang lengkap, tapi dia adalah pria mandiri yang sudah tidak ingin membebani kedua orang tuanya lagi.
Bian pun masuk ke ruang ICU dan memegang pundak Raline yang berguncang semakin kencang.
"Aku pasti bantu kamu bagaimana pun caranya," ucap Bian, dia tau apa yang dia ucapkan tidak mampu membantu Raline dalam sekejap.
"Terima kasih, Bian, kamu udah banyak bantu aku," ucap Raline.
"Kamu tunggu di sini, aku mau gadaikan motor, siapa tau ...."
"Gadai?" tanya Raline dengan lirih, lalu dia menghapus air matanya.
"Iya, mungkin itu bisa bantu kamu bayar DP untuk operasi," jawab Bian.
"Bukan itu maksud aku, Bian," ucap Raline lalu dia keluar dari ruangan ayahnya.
"Raline, tunggu dulu, kamu mau ke mana?" tanya Bian yang mengejar Raline.
"Aku harus balik ke rumah, Bian, terima kasih untuk saran kamu," jawaban Raline membuat Bian tidak mengerti, tapi dia tetap bersedia untuk mengantar Raline kembali ke rumahnya.
Sesampainya di sana, Raline langsung masuk ke kamar ayahnya dan mencari surat-surat penting di sana.
"Kamu cari apa?" tanya Bian.
"Aku cari surat-surat rumah, aku mau gadaikan itu biar ayah segera dioperasi," jawab Raline sambil terus mencari sesuatu, namun dia tidak menemukan berkas apapun di sana.
"Dasar pencuri, ngapain kalian di kamar saya, huh!" Raline terkejut saat mendengar suara Sarah, ternyata wanita itu sedang ada di rumah.
"Ibu!" ucap Raline, tanpa basa-basi Sarah menjambak rambut Raline dan menyeret gadis itu keluar dari kamarnya.
"Tante!" teriak Bian yang mencoba menahan Sarah.
"Lancang sekali kamu menggeledah kamar saya!" bentak Sarah lagi.
"Maaf, Bu, aku pikir Ibu gak ada di rumah, aku sedang mencari sertifikat rumah ini untuk digadaikan," ucap Raline.
"Kau bodoh atau bagaimana huh? Sertifikat rumah ini sudah digadaikan oleh pria sialan itu untuk biaya kuliahmu!" ucapan Sarah membuat mata Raline membulat sempurna.