Chereads / Miss Independent VS Mr. Pengangguran / Chapter 10 - 10. Keahlian Sagara

Chapter 10 - 10. Keahlian Sagara

Mall terbesar di ibu kota mereka telusuri dengan niatan melepas penat. Dari lantai satu sampai lantai paling atas sudah mereka jelajahi. Bahkan, hampir semua toko barang-barang mahal juga mereka datangi.

Penat yang terlepas hanyalah penat milik Sagara. Karena bagi Shayna, jalan-jalan kali ini justru menambah penat. Bagaimana tidak? Dia yang membayar semua pengeluaran yang ada. Dari belanja sampai sekarang mau makan, Shayna yang membayar semuanya.

"Kwitiaw goreng seafood nya yang asin ya Mas." Sewaktu memesan, Sagara memberi catatan pada pekerja restoran. Dan itu membuat Shayna kebingungan.

Pasalnya, yang memesan kwitiaw goreng seafood adalah Shayna. Dan Sagara seenak jidat menyuruh pramusaji restoran untuk membuat kwitiaw nya menjadi asin.

"Kalau mau ngerjain gue jangan di depan mata gue juga kali, Mas Saga. Ehm… Mas! Kwitiaw nya biasa aja jangan dibuat asin. Ngaco dia emang." Shayna menegur Sagara.

Pramusaji itu jadi bingung sendiri. "Ini jadinya asin atau enggak ya Mas, Mbak?"

"Asin!"

"Enggak!"

Shayna menarik nafas panjang, melirik Sagara tajam. "Biasa aja Mas. Saya yang pesen. Itu buat saya kok. Jadi, ikutin kemauan saya aja."

Di sampingnya, Sagara mencebikkan bibirnya. "Gimana sih Sa? Katanya gak suka manis."

Shayna tercengang sendiri. "Maksudnya?"

"Lo gak suka yang manis-manis 'kan?"

Mendengar itu, Shayna langsung paham apa maksud Sagara. "Maksud lo karena gue gak suka yang manis-manis berarti gue suka yang asin gitu?!"

Sagara cengengesan tidak jelas. Sembari berjalan menuju kursi tempat mereka duduk, Shayna berdecak. Dia tidak habis pikir ternyata pikiran Sagara sesempit ini. Bagaimana bisa pria itu cukup bodoh padahal kedua orang tuanya sudah jelas-jelas memiliki otak cerdas?

Shayna jadi ragu Sagara anak kandung Halwah dan Gentala.

"Lo beneran mikir kayak gitu atau cuman buat candaan doang sih?" Shayna masih berpikir positif. Dia sangat berharap Sagara hanya pura-pura bodoh.

Tetapi, mendengar jawaban Sagara, "Beneran lah. Yang namanya lidah kalau gak suka manis ya berarti suka asin." Harapan Shayna hancur sudah.

Dia menepuk kening Sagara cukup kencang.

Plak!

"Jangan goblok banget bisa gak sih?! Gue emang gak suka makanan manis. Tapi bukan berarti gue suka makanan yang over asin! Jangan gila ya lo!" Sentaknya.

Sagara tidak merasa sakit hati dengan ejekan Shayna. Lagipula, dia sudah sering mendapat ejekan seperti ini dari orang tua dan kakeknya.

Sejak remaja, hidupnya hanya tentang dibandingkan dengan Shayna. Dan dia tidak pernah menang karena otak Shayna sialnya memang secerdas itu. Jadi, jika urusan dikatai bodoh dan yang lainnya, Sagara sudah khatam mengingat orang tua dan kakeknya adalah penghancur mental paling menyakitkan.

"Ya gimana, gue juga emang goblok kali Ay." Sagara menyeruput minuman yang baru saja datang. Dia membalas dengan santainya. Dan tanpa disadari, Shayna jadi merasa bersalah dengan hal itu.

"Sorry. Gue gak maksud ngomong gitu. Lo gak se bodoh itu kok." Shayna tersenyum simpul.

Sagara yang pada dasarnya cuek dan santai hanya melirik Shayna. "Santai aja. Lagian emang gue lebih bodoh daripada lo kok. Kalau gue pinter, gak mungkinlah gue pengangguran."

Sagara memang selalu menganggap dirinya sangat bodoh. Karena seumur hidupnya, dia selalu membandingkan dirinya dengan Shayna. Bahkan, tak jarang dia merasa tak percaya diri hanya karena otaknya yang dia pikir kurang pintar. Padahal, sebenarnya Sagara cukup pintar. Hanya saja, jika dibandingkan dengan Shayna, memang faktanya Shayna lebih pintar daripada Sagara.

Bertahun-tahun mengenal Sagara, baru kali ini Shayna menemukan sifat lain dari pria di depannya. Pria tampan dengan kaos berwarna cream dan celana jeans hitam.

Yaitu, sifat dimana Sagara adalah orang yang terlalu santai dan suka menggampangkan banyak hal. Sagara jarang tersinggung dengan ejekan yang tertuju padanya. Entah berapa banyak ejekan yang pernah dia terima sampai akhirnya dia bisa se terbiasa ini.

"Mas Saga, lo mau posisi gue? Kalau lo mau, ambil aja. Jujur, selama ini gue sadar diri kok kalau posisi gue itu hanya sementara sampai nanti lo siap dan selesai sama puber lo yang satu ini. Dan kalau misalkan sewaktu-waktu lo dateng buat ambil itu, gue gak masalah sama sekali." Kata Shayna secara mendadak.

Sagara sampai kaget mendengar itu. Shayna dengan gampangnya ingin memberikan posisi sebagai pemimpin perusahaan kepada Sagara?

Seseorang yang jelas-jelas sangat ceroboh, seenaknya, dan tidak bisa disiplin. Semua itu berbanding terbalik dengan Shayna yang kompeten. Apabila perusahaan ada di tangan Sagara, mungkin akan hancur kurang dari satu tahun.

"Gila lo! Dulu gue emang berniat buat ambil alih perusahaan Kakek. Sampai-sampai gue semangat banget bersaing sama lo dalam urusan nilai sama prestasi. Tapi sekarang? Gue sih no. Gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarabg. Jadi, gue udah gak ada ambisi buat menguasai perusahaan Kakek lagi." Kata Sagara.

Shayna sangat menyayangkan hal itu. Padahal, apabila Sagara memang benar-benar ingin menguasainya, dia akan dengan senang hati memberikannya. Asalkan Sagara mau berjanji untuk menjaga perusahaan yang Shayna perjuangkan selama ini dengan sebaik-baiknya. Karena sejujurnya, saat menerima perusahaan ini, Shayna kelabakan sendiri saat ternyata ada banyak kebocoran dana yang membuat perusahaan ini bisa saja bangkrut.

Berkat kepemimpinan Shayna yang sangat baik, akhirnya perusahaan Najendra bisa kembali bangkit bahkan lebih besar lagi. Itulah mengapa Kakek Dome sangat membanggakan cucu palsunya itu.

"Nyaman sama kehidupan lo yang jadi beban istri maksudnya wahai Mr. Pengangguran?" Sindir Shayna dengan mata bergulir malas.

Mendengar sindiran dari Shayna, Sagara justru tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Iya dong! Menjadi beban istri adalah keahlian gue! Lagian istri gue Miss independent. Gajinya gede. Daripada gak ada yang ngehabisin, mending gue aja yang ngabisin. Iya 'kan Miss Independent?!"

Shayna semakin jengah, namun juga merasa terhibur. "Terserah lo deh. Kalau aja nih ya Kakek Dome gak ngerawat gue pas kecil, mungkin gue udah nolak perjodohan mentah-mentah pas tau kalau suami gue kerjaannya pengacara."

"Pengacara?"

"Iya, pengangguran banyak acara."

"Sialan lo Ay! Pengangguran gini gue juga ada manfaatnya buat sekitar." Sagara tak mau kalah.

"Apa coba manfaatnya?"

"Gue bisa pasang gas." Sagara membanggakan dirinya.

Sayangnya, itu bukan sesuatu yang spesial untuk Shayna. Karena keahlian Sagara yang satu itu memang kurang berguna. "Apartemen kita pakai kompor listrik bukan pakai gas."

Sagara kelabakan. "Gue bisa angkat galon!" serunya kembali menyombongkan diri.

Shayna menghela nafas panjang, menopang wajahnya menggunakan tangan. "Gue juga bisa, Mas Saga!"

"Ehm… kalau yang satu ini gue jamin lo gak bisa nih!" Sagara tampak antusias.

Shayna jadi penasaran. "Apa coba?"

"Hamilin lo."