Semarang, sebelas tahun yang lalu.
Sagara Alther Najendra. Putra tunggal dari Halwah dan Gentala. Dia adalah si tampan dan cerdas yang pemalas. Otaknya yang brilian tidak dia gunakan dengan benar. Justru, dia sia-siakan dengan anggapan bahwa dunia bukanlah untuknya. Untuk si pintar yang pada akhirnya akan tersingkirkan oleh cucu palsu dari sang kakek, Shayna Majendra.
"Woy Alther!" Seseorang memanggil nama tengah dari pemuda tampan yang kini tengah sibuk bermain basket di lapangan dengan panjang dua puluh delapan meter dan lebar lima belas meter.
Berbicara mengenai nama tengah Sagara, si pemilik nama sendiri tidak menyukainya. Siapapun yang mengenal Sagara dengan baik pasti tau tentang itu. Tau bahwa Sagara membenci nama tengahnya sendiri. Entah apa alasannya, tidak ada yang mengerti sampai detik ini.
Baru saja menoleh, angin berhembus kencang menerpa wajahnya. Membuat rambutnya seketika berantakan. Dan sialnya, Sagara dengan rambut kacaunya itu justru semakin terlihat menawan. Panas dan tampan bersamaan. Belum lagi dengan keringat sebesar biji jagung yang menetes perlahan dari pelipisnya.
"Gue udah bilang gue bukan Alther!" Kesalnya.
Angga, seseorang yang memanggil Sagara menggunakan nama tengahnya berhenti berlari tepat di depan temannya tersebut. "Mau Saga kek, mau Gara kek, mau Alther kek. Lo ya tetep lo." Katanya.
Sagara menghela nafas berat, memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. "Kenapa manggil gue?" Tanya dia, penasaran tentang mengapa sahabatnya ini memanggil namanya.
Bisa Sagara lihat, ekspresi wajah Alther berubah. Yang tadinya kelelahan, mendadak langsung segar bugar.
"Lo tau gak? Anak angkatan bawah ada yang cantik banget. Sumpah gue sampai jatuh cinta pandangan pertama." Ucap Angga, kagum dengan wanita yang saat ini sedang membayangi pikirannya.
Mendengar Angga membahas perempuan, Sagara seketika langsung malas. Pasalnya, dia saat itu sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Jadi, bisa dikatakan Sagara sedang dalam fase hambar melihat gadis cantik karena baginya, sang kekasih sudah cukup cantik.
Sagara kembali mendribble bola, mengabaikan Angga yang sedikit kesal.
"Yakin lo gak mau pendekatan sama dia? Kelas sepuluh loh. Masih fresh. Cantik, body nya menantang, dan katanya pinter. Dia masuk sini pakai jalur prestasi, peringkat pertama paralel." Angga bagai kompor yang bisa memanaskan makanan. Hanya saja, kali ini yang Angga panaskan adalah sahabatnya, Sagara.
"Gak. Gue lagi gak mikir cinta-cintaan." Tolak Sagara mentah-mentah.
Dia menolaknya bukan dengan alasan dirinya memiliki kekasih. Hal itu dikarenakan Sagara memang menyembunyikan hubungannya dari teman-teman dia.
"Yakin lo? Gue udah baik nih ngasih dia ke lo." Angga kembali bertanya.
Sagara yang sudah seratus persen yakin tanpa pikir panjang menjawabnya. "Yakin seratus persen gue. Buat lo aja gue gak masalah."
Angga senang mendengar itu. Karena sejujurnya, tawar menawar yang baru saja dia lakukan hanyalah sebatas basa-basi semata.
"Kalau gitu Shayna fix buat gue! Asik… bisa nih gue perawanin!" Sahut Angga dengan semangatnya.
Mendengar nama Shayna, Sagara seketika terdiam. Aura yang menyelimutinya berubah drastis. Bahkan, hingga ke raut wajahnya.
Dia mencekal tangan Angga yang hendak pergi dari sana, mencegahnya. "Apa lo bilang?!" Sagara tersulut emosi.
Angga yang sadar akan itu tentu merasa heran. "Shayna. Nama cewek yang gue bilang cantik tadi."
"Bukan itu. Lo ngomong apa setelahnya?!" Kedua alis Sagara terangkat, nyaris menyatu saking murka nya.
"Oh… yang pas gue bilang gue mau perawanin Shay—"
Bugh!
Belum sempat Angga menyelesaikan ucapannya, Sagara terlebih dahulu hilang kendali. Dia memukul Angga sebanyak tiga kali dengan pukulan yang sangat kencang sampai membuat Angga tersungkur.
"Lo apa-apaan sih Saga?!" Angga yang merasa tak terima tentunya sangat jengkel.
Namun, Sagara tidak merasa bersalah. "Berani lo nyentuh dia, siap-siap lo mati di tangan gue." Desisnya.
Angga semakin bingung. "Gimana sih?! Lo bilang dia boleh buat gue. Katanya lo gak minat. Labil lo! Lagian, emang dia siapa sampai lo seenak jidat bilang gitu?!" Angga meludah, merasakan rasa anyir pada mulutnya akibat darah yang keluar dari gusi.
Sagara menarik kerah seragam Angga, berbicara intens di depan wajah sahabatnya. "Lo mau tau gue siapa? Gue calon suami dia. Lo boleh deket sama dia. Gue gak ngelarang. But… kalau sampai lo berani nyentuh dia, siap-siap aja lo bakal habis di tangan gue."
***
***
/Masa Kini/
"Mas Saga? Hellow! Lo tidur ya?! Kita udah sampai di rumah Kakek!" Lelah sehabis menyetir kurang lebih dua belas kilometer dari apartemen mereka, Shayna diliputi rasa kesal karena Sagara, suaminya justru enak-enakan tidur nyenyak.
Sagara tidak tau saja tubuh Shayna sudah hampir ambruk karena baru pulang kerja dan diharuskan menyetir sejauh ini karena di suruh datang ke rumah Kakek Dome.
Melihat Sagara yang masih terpejam, Shayna naik pitam. Dia meraih sebotol air mineral, mencipratkan nya ke wajah sang suami.
"Bangun woy! Astaghfirullah! Udah mau maghrib juga lo!" Shayna terus berteriak seraya tak henti menyipatkan air putih tadi.
Tidur nyenyak Sagara tentunya terusik oleh setiap bulir air yang mengenai wajahnya. Sudah begitu, suara Shayna melengking keras, memekakkan gendang telinganya.
Sagara membuka mata, mendapati sang istri masih sibuk mencipratkan banyak air di wajahnya.
Seketika itu juga, pikiran Sagara langsung macam-macam. "Shit! Gue kesurupan?!" Teriaknya kaget.
Sagara melonjak, Shayna terdorong ke belakang sampai kepalanya terbentur kaca mobil. "Ih, sakit Mas Saga!" Pekik Shayna.
Sagara tidak mendengar itu. Fokusnya hanya pada tasbih yang ada di dalam mobil. Dia berdzikir. "Astaghfirullah, Ay! Gue tadi kesurupan setan apa?!"
"Kesurupan?"
"Iya, kesurupan. Tadi lo nyipratin gue air sambil istighfar. Pasti gue kesurupan 'kan?!" Balas Sagara dengan polosnya.
Shayna berdecak kesal, mencoba bersabar. "Emangnya setan bisa bikin setan laim kesurupan?"
"Bisa… eh, MAKSUD LO GUE SETAN GITU?!" Sagara naik pitam.
Shayna bukannya takut justru cengengesan. Dia turun dari mobil, berjalan cepat meninggalkan Sagara yang mengejarnya sambil sibuk mengucap sumpah serapah.
"Istri durhaka ya lo! Kurang ajar!" Teriak Sagara.
Shayna terus berlari, hingga akhirnya sampai di depan pintu utama. Dia menyempatkan diri untuk menjulurkan lidahnya, meledek Sagara. "Wleee! Cowok tapi larinya lambat banget. Gue panggil Princess tau rasa lo!"
Tingkah menggemaskan keduanya tidak luput dari pandangan Kakek Dome yang kebetulan duduk di salah satu balkoni rumah mewahnya. Tak hanya itu, para penjaga dan seorang pelayan yang sedang menyapu teras ikut tertawa melihat tingkah mereka.
"Gue aduin kek Kakek lo!" Sagara yang menyerah akhirnya berjalan santai. Sedangkan Shayna sudah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Sagara.
Tepat sewaktu kakinya sampai pada anak tangga pertama menuju pintu utama, ponsel Sagara berbunyi. Dia meraihnya, menjawab panggilan tersebut.
"Saya sudah berhasil masuk ke Najendra Estate." Ujar seseorang di balik telefon.
Sagara menyeringai senang saat mendengarnya. "Oke." Dia hanya menjawab satu kata. Namun, memiliki banyak arti bagi si penelfon.
"Besok saya akan bertemu langsung dengan Shayna selaku CEO. Apa ada yang perlu saya hindari?"
"Sederhana. Cukup jangan salah bicara. Dia selalu teliti dalam hal mendengar."