Keputusan telah dibuat. Hitam di atas putih dengan materai juga tak mereka lupakan. Herlina yang takut sang ayah akan dipecat akhirnya memutuskan untuk menandatangani perjanjian tersebut. Perjanjian dimana dia diharuskan memberikan anaknya pada Sagara setelah anak dalam kandungannya terlahir di dunia.
Itu adalah keputusan yang cukup besar bagi seorang ibu. Namun begitu, Herlina berani mengambilnya hanya karena satu hal.
Uang.
Kakek Dome menjanjikan nominal yang cukup besar untuk gadis itu. Dan karenanya, Herlina tidak bisa menolak nominal yang Kakek Dome berikan.
Semua masalah rumit ini diurus hanya dalam waktu satu minggu. Dan dalam waktu satu minggu ini pula Shayna tak berbincang sedikitpun dengan Sagara.
Bahkan, sepatah katapun tidak dia lontarkan pada suaminya itu. Lagipula, Sagara sendiri sibuk dan cukup jarang dirumah. Dia pulang dua hari sekali karena mengurus masalahnya.
Dan hari ini…
Segala urusan Sagara telah selesai. Yang artinya, dia ada di rumah seharian suntuk seperti sebelum-sebelumnya. Sialnya lagi, di saat Sagara ada di rumah, Shayna justru jatuh sakit yang membuatnya tak bisa bekerja. Dia hanya terkapar di ranjang dengan semangkuk bubur yang sempat dibeli melalui ojek online.
Shayna semandiri itu. Sakit pun sempat-sempat nya membeli bubur sendiri. Selain itu, dia juga sempat memanggil dokter dan menebus resep dokter ke apotek sendiri. Dia menyetir sendiri ke apotek, membelinya dengan yang dia sendiri, dan mengkonsumsi nya pun atas kesadaran diri sendiri.
Dia si Miss independent.
"Ay?" Setelah satu minggu lamanya, akhirnya dia mendengar sang suami memanggil namanya.
"Hm? Kenapa? Udah kelar masalah Herlina?" Tanya Shayna. Dia belum tau bagaimana keputusan final nya. Karena baik Kakek Dome maupun Sagara masih belum memberi tahu dia.
Sagara yang melihat Shayna sekarat merasa khawatir. Dia duduk di tepi ranjang dengan tatapan yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Tatapan Sagara selama satu minggu ini sangat tajam dan penuh kebencian. Tetapi sekarang… tampak melunak dan penuh rasa khawatir.
"Mas?" Shayna memanggil Sagara, menyadarkan pria itu dari lamunannya sendiri.
"Ini tanggal berapa Ay?" Tanya Sagara.
Shayna melirik ponselnya yang kebetulan ada di tangannya. "Delapan belas Juli. Kenapa?"
Sagara mengulum bibirnya sendiri, kemudian bertanya kembali. "Lo sakit? Sejak kapan?"
"Sejak tadi pagi. Lo kenapa sih? Aneh banget… gue tanya keputusan akhirnya gimana, Mas? Malah ngurusin tanggal." Cibir Shayna.
Sagara melirik ke sebuah amplop coklat berukuran besar di tangannya. Dia meremasnya erat sebelum akhirnya memberikan amplop tersebut pada Shayna.
"Ini surat keputusannya."
Shayna menerima beberapa lembar kertas dari Sagara yang rupanya adalah surat perjanjian, kemudian membacanya.
Baru saja pada bait pertama dia membaca, Shayna langsung menutupnya. Dia memberikannya pada Sagara.
"Intinya lo bakal ngerawat anak lo sama Herlina. Dan anak itu cuman tanggung jawab lo, bukan gue." Kata Shayna, menyimpulkan.
Sagara mengedikkan bahunya acuh. "Yaudahlah ya… mau gimana lagi."
Shayna memicing curiga. "Mas yakin bisa ngerawat bayi? Gue ragu. Ngerawat diri sendiri aja Mas gak bisa. Gue tebak pada akhirnya tetep aja gue ikut campur ngurusin anak lo." Kata Shayna, jengkel. Lagipula, wanita mana yang tidak jengkel jika tahu suaminya memiliki anak dari wanita lain?!
Apalagi anak itu akan jatuh ke tangan suaminya yang mana akan menjadi anak dia juga. Anak tiri lebih tepatnya!
Shayna tidak bisa! Dia menolak keras. Hati dan pikirannya kali ini selaras. Sama-sama menolak untuk merawat anak Sagara. Jika kasusnya Sagara seorang duda beranak satu, Shayna bisa dengan lapang dada menjadi seorang ibu untuk anak Sagara. Tetapi, masalahnya kali ini kasusnya berbeda.
Sagara tidur dengan perempuan lain. Perempuan yang Shayna sendiri tidak kenal baik.
Perempuan asing yang tiba-tiba datang dengan segala sikap angkuhnya.
Shayna tidak bisa.
Sagara yang tampaknya belum bisa mengerti maksud Shayna justru berkata. "Ya nanti lo bantuin dikit-dikit." Kata Sagara.
Shayna menelan ludahnya kasar, menggelengkan kepalanya. "Gini aja… aku akan bilang sama Kakek buat batalin perjanjian ini. Anak Mas biar nanti Herlina yang ngerawat."
Sagara mendelik, "JANGAN! Bahaya, Ay!"
"Bahaya kenapa?"
"Herlina bisa pakai anak gue buat hal-hal gak bener. Dia bisa pakai anak gue buat ngehancurin reputasi keluarga gue, buat menguasai harta gue. Pikirin ke depan, Ay. Gimana jadinya kalau anak itu besar dan menuntut haknya sebagai seorang Najendra." Ucap Sagara. Dia juga menambahkan, "ini udah yang terbaik. Dengan anak itu gak kenal ibunya, Herlina gak akan bisa macam-macam."
Apa yang Sagara katakan memang benar. Tetapi, Shayna masih sulit untuk menerima fakta ini. "Gue tetep gak akan mau bantuin lo ngerawat anak lo sama si Herlina."
"Hm. Gue bakal usaha sendiri. Tapi… tetep bantu gue biayain susu anak gue ya?"
Shayna mendelik tak terima. "Wah… ini gue di suruh bayarin anak Mas juga? Astaghfirullah… kalau mau beban sendirian aja, Mas! Jangan ngajak yang lain!" Shayna lelah. Sudahlah, dia pasrah.
Sagara justru cengengesan tidak jelas. "Gue janji deh gak main cewek lagi. Gue gak akan mabuk berlebihan apalagi tidur sama cewek lain. Dari kejadian ini, gue sadar kalau gue harus lebih hati-hati."
Mata Shayna memicing ragu. "Gak percaya gue. Yang sakit gue kenapa jadi yang gak waras lo ya Mas?"
"Bentar dulu! Ada syaratnya!"
"Nah 'kan… mencurigakan emang." Shayna semakin curiga.
Sagara berdecak menanggapi kecurigaan Shayna. "Ck! Syaratnya cuman satu. Gak aneh-aneh!"
"Apa?"
"Hehe… kawin sama gue ya?"