Balas dendam tentunya tidak nikmat tanpa kata cinta. Bukankah menghancurkan seseorang yang mencintai kita lebih terasa daripada menghancurkan seseorang yang membenci kita?
Dan taktik ini Sagara gunakan dalam rencananya. Dimana dia akan membuat Shayna mencintainya, luluh kepadanya, kemudian… boom!
Dia akan semakin mudah untuk menghancurkan gadis itu.
Shayna adalah perempuan dengan karakter yang begitu kuat. Kelemahannya nyaris tidak ada. Dia angkuh, hatinya sekeras baja, cerdas, dan yang paling penting teliti. Dan satu-satunya cara menghancurkan perempuan sekuat Shayna adalah dengan meluluhkan hatinya terlebih dahulu. Dan cara ini sedang Sagara upayakan.
"Ay? Mau berangkat kerja?" Shayna yang masih sakit tentu menggelengkan kepalanya.
Lagipula siapapun tau dia tidak akan berangkat hari ini saat melihat pakaian yang dirinya kenakan. Hanya sebuah kimono berwarna hitam. Rambutnya dia ikat sanggul, dengan sandal rumahan yang tentunya nyaman.
"Enggak Mas. Kenapa? Ay masih sakit." Jawab Shayna. Dia menuju dapur, tempat Sagara memanggilnya.
"Gue habis masak." Kata Sagara, membuat Shayna melotot. Tangan yang semula menggenggam pintu kulkas, langsung lemas dibuatnya.
"Mas masak?" Shayna mengerjapkan kedua matanya, menerka apa motif dari tindakan Sagara.
Yang sakit adalah Shayna. Tetapi kenapa yang aneh dan mendadak tidak waras jadi Sagara?
"Iya. Gue masak indomie buat lo." Jawab Sagara, membuat Shayna ternganga lebar.
Pantas firasat Shayna tidak enak. Setahu dia, Sagara tidak bisa memasak. Begitupun dengan Shayna. Gadis itu terlalu sibuk belajar di usia muda untuk mempertahankan prestasinya. Dan di usia yang mulai dewasa, dia dicecar habis-habisan oleh Kakek Dome untuk belajar bisnis. Dan saat di usia dewasa, Shayna sibuk mengurus perusahaan. Jadi, nyaris tak ada waktu untuknya menyentuh dapur.
Namun begitu, Shayna masih bisa menyalakan kompor. Dia bisa memotong bahan makanan meski sedikit canggung. Dia juga bisa memasak indomie atau telur goreng.
"Ini aku lagi penyakitan loh. Mas malah ngasih aku indomie?" Oke, entah sejak kapan Shayna mulai menggunakan aku-kamu. Dan Sagara menyadarinya.
Sembari membalik tubuhnya, Sagara menarik senyum miring. "Aku kamu hm?"
Shayna memutar bola matanya malas. "Biar lebih menghormati kamu. Soalnya kamu lebih TUA."
"Cuman selisih dua tahun, Ay!" Sagara menyajikan mie goreng yang tampaknya sedikit… terlalu matang. Tak lupa, dia juga meletakkan telur yang bentuknya sedikit berantakan dan juga gosong di beberapa bagian.
Sedikit tidak menggugah selera namun mau bagaimana? Shayna tidak mungkin menolak mentah-mentah. Dia harus menghargai niat baik suaminya.
"Buat lo." Kata Sagara, memberikan sepiring mie goreng buatannya.
Shayna menerimanya dengan senyum yang terbit. "Makasih."
"Kalau rasanya gak enak harus ditelan, Ay! Soalnya lo juga gak bisa masak!" Sahut Sagara, menyiapkan makanannya sendiri.
Makanan yang berbeda dengan apa yang disajikan untuk Shayna.
Tunggu…
Kenapa SAGARA MALAH MAKAN AYAM
GORENG TEPUNG DARI MERK TERNAMA?!
Mata Shayna melotot melihat itu. "Itu… mekidu 'kan?"
"Iyap. Tadi pagi gue beli pakai ojek online gitu." Sagara berjalan menuju meja makan, diikuti Shayna di belakangnya.
"Lo masak—"
"Kok lo gue lagi?"
"Jengkel soalnya. Lo masakin gue mie goreng tapi lo beli makan di luar?!" Shayna ingin marah. Pagi harinya ini sangatlah buruk. Bahkan bisa dinobatkan menjadi pagi paling buruk yang pernah dialami.
Sembari menggigit ayam tepung dengan kulitnya yang begitu renyah dan berbumbu, Sagara berujar santai. "Kata orang, obat paling ampuh pas lagi sakit itu masakan pasangan."
Shayna menganga tak bisa berkata-kata. "Ya… Udahlah, pasrah." Shayna mulai melahap mie goreng yang Sagara buatkan untuknya. Mie instan yang rasanya sedikit asin karena telur goreng buatan Sagara rasanya tak karuan.
Sagara yang menikmati ayam miliknya tiba-tiba tergoda saat melihat cara makan Shayna. Istrinya terlihat sangat rakus hanya dengan sepiring mie goreng buatan dia.
"Ay? Bagi dong!"
Shayna melirik Sagara, tersenyum menang. "Buka mulutnya, aku suapin."
Sagara nurut saja. Dia membuka mulutnya, menerima suapan mie goreng yang dia masak sendiri. Dan saat mie goreng itu masuk ke dalam mulutnya, Sagara membulatkan mata. Dia sampai susah payah menelannya.
"Asin banget gila!" Sagara berteriak nyaring, meraih air putih dan meminumnya hingga tandas.
Shayna tertawa terbahak-bahak melihatnya. Puas juga dia mengerjai Sagara. Sejujurnya, dia tadi sengaja makan dengan nikmat agar Sagara tertarik dan berakhir meminta mie instan buatan dia sendiri. Mie instan yang sudah Shayna bilang rasanya cukup asin.
"Enak Mas?"
"Asin. Kok lo bisa makan itu?" Mata Sagara berkobar kebencian menatap mie goreng buatannya sendiri.
Shayna tetap melahapnya. Lagipula mubazir jika tidak dihabiskan. "Aku sejak dulu suka asin. Mas lupa?"
"Oh iya…"
"Walaupun sejujurnya ini masih terlalu asin buat aku. Tapi, ya… mau gimana?" Shayna sibuk berkutat dengan ponselnya, sedang memesan makanan. Sagara yang melihat itu mendatarkan wajahnya.
"Bilang aja lo makan mie goreng buatan gue karena buat ganjel perut soalnya lo mau mesen makan!" Cibir Sagara.
Shayna tersenyum tipis. "Aku coba menghargai kamu, Mas. Tapi aku sendiri juga pengen makan enak kali. Mau gak?"
"Bayarin 'kan?"
Mata Shayna berputar jengah. "Emang Mas pernah bayar ya kalau sama aku? Mau keluar kek, ke rumah kakek, atau beli makanan dari rumah. Emang Mas pernah bayar?"
Sagara menggeleng lugu. "Enggak, hehe…"
"Haha hehe. Kerja! Bukannya ketawa. Aku tuh nyindir. Bukannya peka malah keenakan!"