Jam menunjukkan pukul enam pagi. Baik jam digital maupun jam dinding berada di angka yang sama. Angka enam.
Subuh telah lewat. Shayna yang sudah bangun sejak jam lima pagi tengah bersiap untuk menghadiri acara Scholarship Gathering di salah satu kampus ternama.
Najendra Estate sejak dulu memang memiliki program beasiswanya sendiri. Dan setiap tahunnya, ada banyak mahasiswa yang menerima beasiswa darinya.
Shayna selaku CEO Najendra Estate tentunya diwajibkan hadir dalam acara kali ini. Apalagi, acara tahun ini sedikit lebih spesial dari sebelum-sebelumnya. Dimana para penerima beasiswa adalah mahasiswa tuna rungu yang cerdas di bidang akademik maupun non-akademik.
"Widih… udah siap aja ini si Miss Independent. Mau kemana Ay?" Shayna yang sedang mengenakan blazernya menoleh ke arah ranjang. Dimana sang suami, Sagara baru saja bangun tidur.
"Udah kelewat subuhnya, Mas." Shayna tidak menjawab ucapan Sagara. Dia justru memberitahu pria itu bahwa subuh telah terlewat. Shayna kira, Sagara tidak sholat subuh. Padahal, Sagara sholat lebih awal darinya.
"Gue udah sholat di awal waktu. Emang lo sholat subuh mepet banget." Cibir Sagara.
Shayna tidak ada waktu untuk berdebat dengan Sagara. Dia harus segera membeli sarapan, makan, dan make up. Ada banyak hal yang harus dia lakukan. Jadi, daripada berdebat lebih baik dia diam dan mengabaikannya.
Sadar Shayna mengabaikannya, Sagara sedikit tidak suka. Dia berusaha memancing amarah Shayna. "Ay lo mau kemana?" Tanya Sagara.
"Ke luar ambil makanan. Tadi aku sempet beli nasi kuning, nasi uduk, dan sejenisnya lagi. Terserah kamu mau yang mana." Jawab Shayna.
Bukan itu jawaban yang Sagara inginkan. Lagipula kata 'kemana' yang Sagara tanyakan bukan tentang untuk saat ini. Tetapi, nanti.
"Bukan itu. Lo mau kemana habis ini? Tumben udah siap. Bukannya ini hari Sabtu ya? Lo seharusnya gak kerja." Tanya Sagara lagi, memperjelas pertanyaan sebelumnya.
"Oh itu… aku mau dateng ke acara Scholarship Gathering."
"Scholarship Gathering? Oh program beasiswa yang Kakek bilang waktu itu? Masih jalan sampai sekarang?" Sagara yang merasa tertarik dengan pembahasan kali ini perlahan turun dari ranjang, mengekori Shayna menuju pintu utama apartemen.
"Masihlah. Aku sendiri yang ngelola program itu. Kenapa emang? Tumben tertarik sama urusan perusahaan." Shayna membuka pintu apartemen, menerima makanan yang dia beli dan segera berterima kasih.
Setelahnya, dia menuju ruang makan untuk menata makanan tadi. Dan sepanjang kegiatan dia tadi, Sagara terus mengekor bagai anak ayam yang tak mau lepas dari induknya.
"Ay? Gue boleh ikut gak?"
Gerakan tangan Shayna terhenti seketika. Bahkan, piring di tangannya nyaris terjatuh mendengar pertanyaan suaminya.
"Mas mau ikut ke acara kayak gini?" Bukan, Shayna bukan meremehkan. Dia lebih ke kaget. Karena tidak biasanya Sagara mau ikut ke acar-acara besar seperti ini.
Bahkan, datang ke acara ulang tahun perusahaan saja dia enggan. Kalaupun datang paling hanya absen muka selama beberapa menit saja.
"Iya. Gue mau ikut. Boleh 'kan?" Sagara terdengar mantap mengatakannya, membuat Shayna memicingkan mata curiga.
Tiada hari tanpa curiga baginya. Apalagi jika berurusan dengan Sagara. Suaminya yang sedikit aneh.
"Ada apa tiba-tiba minta ikut gini?" Mata Shayna menyiratkan sebuah rasa curiga yang besar.
"Cuman pengen ikut asli! Gak ada motif apapun!"
"Halah, gak percaya!"
"Ay!"
"Bilang dulu kenapa?! Mas tuh kalau tiba-tiba minta ikut pasti ada sesuatu."
Sagara mengumpat dalam hati. Istrinya ini kenapa cerdik sekali? Tau bahwa Sagara hanya akan ikut jika memiliki motif tersembunyi. Motif yang tentunya hanya akan menguntungkan dirinya sendiri.
"Di suruh nemenin Herlina cek kandungan tapi gue males jadi… mau ikut lo aja. Kalau ikut sama lo, Kakek dan Mamah gak akan bisa maksa gue buat nemenin Herlina cek kandungan." Ucap Sagara.
Shayna duduk di kursi, mengangkat sebelah kakinya dan meletakkannya di atas kaki yang satunya. "Tumben nurut sama Tante Halwah?"
Shayna mulai merasakan sebuah kemajuan pada diri Sagara. Suaminya yang dulu tidak dekat dengan orang tuanya, yang selalu canggung dan sulit untuk mengobrol dengan orang tua dia sendiri, kini mulai melunak. Sagara seperti sudah memaafkan kesalahan orang tuanya yang menikah muda dan berakhir menelantarkan Sagara pada sang kakek.
"Gimanapun juga dia nyokap gue, Ay. Udah ah, gue mau siap-siap dulu sebentar." Sagara ngacir ke kamar untuk bersiap, menyisakan Shayna yanh tersenyum diam-diam.
"Polos-polos baik njengkelin gimana gitu." Gumam dia, menganggap Sagara sebagai pria yang polos.
Polos? Haha… Shayna tidak tau saja dibalik kepolosan itu, ada sebuah harimau yang siap menerkam Shayna kapanpun.
***
***
Di sisi lain, seseorang sudah bersiap di tempat acara. Dia berdiri di belakang panggung acara dengan pakaian serba hitam dan kacamata berwarna senada.
Dia sedang menyamar menjadi salah satu bodyguard yang menjaga di sana.
Dan tujuan dari penyamarannya hanya satu. Menanti kedatangan Shayna.
"Berapa lama lagi Shayna akan datang?" Tanya dia melalui ponsel di tangannya.
Seseorang yang dia hubungi menjawab tak lama setelahnya. "Sekitar empat puluh lima menit lagi. Dia sedikit terlambat karena Sagara tiba-tiba ingin ikut." Orang tersebut sedikit menjeda ucapannya sebelum kembali melanjutkan, "awasi Sagara. Dia berbahaya, Angga."