Di batu nisan milik Rindu, Tanisha berdoa berurai air mata, sembari meluahkan seluruh tangisnya di pusara itu, menyesali apa yang terjadi pada masalalu nya.
"Jika dia belum menikah lagi, atau belum bisa melupakan gadis sebaik kamu aku ikhlas Rindu menggantikan kamu dihatinya, aku akan berusaha memberikan dia cinta seperti cinta kamu meski aku tau tidak mungkin akan sama tapi aku akan berusaha sebaik mungkin, istirahatlah yang tenang Rindu" ucapnya.
Kemudian sang nona berdiri, wanita paruh baya itu yang bernama ibu Asih mengusap punggung lengan nya, memberikan dia kekuatan.
"Rumah Gavin tidak jauh dari sini kan Bu?" Tanya sang nona sembari berjalan menuju rumah ibu Asih, kebetulan pusara Rindu tidak jauh dari rumahnya, dengan berjalan kaki saja sudah bisa sampai, tidak perlu menguras banyak tenaga juga.
"Gavin tinggal di bungalow yang lokasinya tidak jauh dari pantai nak, ibu tidak tau apa dia ada disana sekarang atau tidak" jawab ibu Asih.
"Kenapa dia tinggal di sana Bu? Gavin tidak punya rumahkah disini?"
"Dia aslinya dari kota sama kayak kamu, dia hanya sesekali kesini, dan yah dia tinggal di bungalow itu, ibu kurang tau dia pemilik nya atau bukan, tapi yang pasti dia pengurus bungalow itu"
"Ibu kurang mengetahui jati diri calon menantu ibu sendiri? Kok bisa?"
"Orang tua Gavin kurang setuju dengan Rindu, makannya Gavin dan Rindu terpaksa bertunangan di desa ini, Gavin bersikeras untuk menikahi Rindu dan mempertahankan cintanya meski di tolak mentah-mentah oleh kedua orang tua nya itu"
"Tapi kenapa orang tua Gavin tidak setuju? Rindu gadis yang baik, cantik?" Sang nona mengerinyit heran, sembari membenarkan kerudung penutup kepala nya yang di terbangkan angin.
"Yah, tapi hanya satu yang kurang dari Rindu dan orang tua Gavin tidak bisa menerima nya, yaitu dia kurang kaya nak, dia hanya gadis miskin, ibu sebenarnya juga melarang hubungan mereka setelah mengetahui hal itu tapi Gavin dia bersikeras meyakinkan ibu, ibu bisa apa Rindu juga sangat mencintai nya, selain itu ayah nya Rindu juga bukan pria baik baik, dia bejat dan meninggalkan Rindu ketika dia masih bayi"
Wanita paruh baya itupun menyendu seketika, mata sayunya mulai menggabak di penuhi duka.
Tanisha memeluknya, memberikan ketenangan seorang putri, dia benar benar sosok yang hangat disini, sangat pengertian dan pemilik hati yang suci.
Sampai lah keduanya pada gubuk tua namun sangat terawat itu, sang nona lekas mengganti pakaiannya.
Di kamar milik Rindu, dia tersenyum miring menatap pantulan wajah cantiknya di cermin.
"Gaun ini tidak terlalu buruk, meski tidak mahal, tapi Rindu memiliki selera yang bagus, cukup nyaman" ocehnya, melenggok lenggok anggun di depan cermin juga memutar mutar tubuh nya, dia sangat cantik, jauh berbeda dari sebelumnya.
Di sini kepolosan nya begitu nyata, wajah anggun nya, sorot mata yang lebih lembut, bibir yang biasanya sangat merah menyala menambah judesnya wajah cantik itu, saat ini di ganti warna dengan merah muda.
Di sini dandanan super waw itu sudah benar benar sangat soft, lembut, ayu, bak bunga desa, sangat cantik parasnya, songong itu seperti di patok burung terbang jauh kelangit ketujuh.
Ibu Asih sampai pangling padanya, serasa memandangi putri yang sudah lama menghilang selama ini, Tanisha mengenakan seluruh outfit milik Rindu yang masih tersisa.
"Ya Allah nak kamu cantik sekali" ucap wanita paruh baya tersebut.
"Rindu lebih cantik Bu, dia bukan hanya cantik wajah nya saja tapi hatinya juga, tidak masalah kan Tan pakai semua miliknya Rindu" ucapnya sambil tersenyum manis.
"Gak nak, kamu pakai saja, tapi memang tidak sebagus punya kamu nak, apa kamu yakin itu nyaman buat kamu?"
"Iya, aku senang senang aja mengenakannya" jawabnya dengan semangat.
"Ya sudah Tan mau ketempat nya Gavin dulu, semoga Gavin mau menerima Tan, setidaknya kita bisa berteman baik dulu" sambung nya kemudian
"Pria mana yang akan menolak gadis secantik kamu nak, ibu yakin dia pasti bakalan menerima kamu, apalagi orang tuanya sudah pasti setuju karna seperti nya kamu sepadan dengan nya, kalian berasal dari keluarga kaya raya, ibu doakan niat mulia mu segera di jabah Tuhan nak" ucap sang ibu lalu tersenyum sendu sambil membelai pipi sang nona.
"Pamit ya Bu, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, hati hati nak"
Sang nona mengendarai sendiri kendaraan nya untuk sampai di desa yang cukup jauh itu, hendak ke tempat pria yang di maksud nya itupun dia menggunakan kendaraan yang sama berbekal alamat yang di berikan ibu Asih, tidak terlalu jauh jarak antara bungalow dengan rumah ibu Asih hanya sekitar setengah jam saja.
Akhirnya mobil mewah milik sang nona terparkir di depan sebuah bungalow berdesign klasik, cukup unik, lantai satu, dan tidak terlalu besar juga.
Pemandangan pantai bisa di saksikan Lewat bungalow ini, deburan ombak bahkan masih cukup terdengar kuat dari tempat ini, lumayan memanjakan mata.
"Selamat siang pak, perkenalkan saya Tanisha dari kota, saya ingin bertemu dengan pemilik bungalow ini?" Ucapnya dengan ramah kepada penjaga bungalow tersebut, pria setengah abad bertubuh jangkung dan bisa terbilang sangat kurus.
"Maaf nona pemilik mana yang anda maksud?" Ucap pria tersebut.
"Pemilik bungalow ini, namanya Gavin??"
"Owh Gavin, saya mohon maaf Gavin sudah tidak tinggal di sini lagi nona, dia sudah menjual bungalow ini kepada investor pariwisata disini nona"
"Investor pariwisata? Siapa?"
"Sekarang bungalow ini sudah resmi menjadi milik perusahaan Dravinda Corp nona" tegasnya, mata gadis itu langsung terbuka lebar lebar mendengar pernyataan tersebut.
"Apa maksud anda Vindra Dravinda?"
Tanya sang nona kemudian dengan nada sedikit ragu ragu, dan rasa tidak percaya nya, sejak kapan Dravinda Corp membeli bungalow ini? Dan menjadi investor untuk pariwisata yang ada di tempat ini? Tanda tanya cukup banyak menghuni benak sang nona saat ini.
"Iya, pak Vindra, anda benar beliau pemilik nya sekarang" tegas pria tersebut.
Sang nona kembali termangu, mata kebiruan nan indah itu nyaris keluar dari sarangnya, ampun deh sepertinya kemanapun sang nona pergi bayangan tuan muda Dravinda itu seperti mengikuti dirinya, apa ini hanya kebetulan semata?
"Lalu kemana Gavin sekarang apa bapak tau?" Tanya sang nona kemudian bersamaan dengan gurat mengusut nya.
"Sebentar saya tanya yang lebih senior dari saya dulu, ayo ikut dengan saya nona" ucap pria tersebut, tanpa curiga meski keheranan sang nona mengikuti langkah pria tersebut, dan sampai lah pada sebuah ruangan, di sana seorang perempuan paruh baya dan masih terlihat cukup cantik, gurat tegas dan mata protruding atau menonjol keluar yang cukup tajam sang nona sedikit bergidik ketika menatap nya.