Vindra menerobos masuk ke kamar yang tengah dihuni nona Dhanda tanpa mengetok pintu terlebih dahulu, untung saja wanita yang baru saja menyudahi mandinya itu sudah mengenakan jubah mandi, dengan handuk yang melilit rambut basahnya.
Sang nona terpekik bukan main, pria itu malah tersengir dengan wajah memelasnya.
"Dasar pria kurang ajar, tidak sopan masuk kamar orang sembarangan" teriak sang nona, sembari melempar pria itu dengan vas plastik.
"Maaf, aku kira tadi kamu udah balik, tadi udah di ketok gak ada suara jadi yah di dobrak" Jawabnya.
"Urusan ku belum kelar disini aku belum mau balik, kau keluar gak sekarang aku mau ganti baju, keluar" teriak nya dengan sangat keras.
"Yah, tapi nanti kalau udah selesai dandan nya, temui aku di luar yah, kau pasti lapar kan? Disini gak ada makanan, aku mau mengajakmu makan malam di luar ok!"
"Gak sudi aku tidak lapar" Jawab nya dengan sangat ketus.
"Kalau gak sudi ya sudah aku akan tetap disini, stay ngeliatin kamu berpakaian?"
"Vindra kurang aja memang yah, kau suka memaksakan kehendak mu? Kau kira siapa kau hah?"
"Aku, aku Vindra Dravinda, masak kau tidak mengenali ku nona Tanisha Dhanda yang terhormat???" Melasnya dengan gaya acuh nya dia, sembari mendekat ke arah sang nona, kekikukan dan canggung mendadak menerpa batin sang nona, wajah cantik itu memerah seketika.
"Mau apa kau?"
"Gak ada, kamu makin cantik Tan kalau habis mandi begini? Jadi gak sabar pengen????"
"Bangsat, Anjing, pria kurang ajar? Kau mau apa hah? Keluar kau Brengsek" dia semakin bengis lalu melempari bantal ke wajah pria itu, namun Vin tetap bergaya santai saja dan tersenyum seringai gak karuan.
Wajah tampannya kian mendekati wajah cantiknya sang nona, pipi sang nona semakin merona saja bersamaan dengan perasaannya yang semakin campur aduk dan gugup.
"Mau apa?" Ucapnya dalam nada yang gelagapan.
"Katakan ya, dulu baru aku akan melepaskanmu?" Ucap pria itu dalam nada yang dingin, serta tatapan mata yang lekat.
"Aku tidak takut padamu Vin?" Bentaknya.
Pria itu mengulur kan tangannya, membelai pipi merona yang mulus itu dengan ibu jarinya yang nakal. Sang nona semakin gugup.
"Don't touch me Vin? Aku bisa berteriak?" Ucapnya dalam nafas yang mulai menggebu.
"Teriak saja, langit malam pun akan merestui kita berdua"
"Kau Brengsek Vin, pergi dari sini"
"Jawab dulu, iya atau aku akan tetap seperti ini, menatap wajah cantikmu ini hm?" Jawabnya sambil tersenyum dingin.
Sang nona tidak mungkin membiarkan dirinya tetap berada dalam kecanggungan yang sangat luar biasa seperti sekarang ini, apalagi aroma maskulin pria yang begitu dekat dengannya itu serasa ingin membuat jantung nya segera meledak.
"Yah baiklah, aku ikut dengan mu, puas?" Jawabnya dengan spontan.
Vin tersenyum manis, melepaskan kungkungan nya, kemudian menjarak dari tubuh itu, dan berbalik badan.
"Tunggu Vin?" Cegah sang nona, pria itu kembali menoleh kebelakang dengan dahi yang berkerut.
"Apa?"
"Gak ada, lupakan saja" jawab nya, lalu memalingkan wajah. Pria itu tersenyum cukup samar dan kembali berbalik badan, enyah dari hadapan sang nona, kemudian menutup kembali pintu kamar itu sembari tersenyum manis.
*
Betapa terkejut nya sang nona berharap di ajak dinner ke tempat yang mewah, restoran bintang lima, atau paling tidak kafe berkelas.
Tidak ini sebuah tempat makan pinggir jalan, bukan kasta bintang lima, justru kaki lima, warung ayam penyet yang berada di pinggiran jalan desa.
Udara nya segar disini, AC nya alami, ruang terbuka, tempat nya sangat bersih, nyaman, hanya mungkin untuk ukuran seorang nona level Dewa mungkin ikan Kakap yang paling mahal di jual di tempat ini tidak ada kasta nya sama sekali di mata seorang nona songong seperti Tanisha Dhanda.
Warung kecil pinggir jalan menatap senyapnya kehidupan desa di malam hari, kendaraan hanya sesekali melintas, selebihnya hanya terdengar sesekali deburan ombak yang menyamar memecah kesunyian.
Sembari duduk lesehan pada rerumputan pinggir jalan beralaskan tikar di tengahi oleh meja kecil beberapa meter persegi.
Di tempat seperti inilah tuan muda Dravinda hendak membawa wanita songong itu, jelas saja dia akan menolak dengan keras dan enggan keluar dari kendaraan nya.
Meski begitu dia cukup tersenyum seringai dan santai, sepertinya Vindra sengaja ingin menguji nyali dari nona Dhanda ini, sampai mana kesongongan nya itu akan berlanjut.
"Kau gak salah alamat membawa nona terhormat sepertiku ketempat seperti ini hah?" Ucapnya dalam rasa tak percaya.
"Ini alamat yang benar, satu satu nya tempat makan paling berkelas di desa ini, hm ayo turun" Jawabnya dengan santai
"Big no, aku tidak sudi, makan di tempat seperti ini?"
"Tidak sudi ketempat seperti ini but kenapa kau tersesat di desa ini hm? Apa yang kau lakukan disini?"
"Sudah ku bilang bukan urusan mu"
"Jika memang bukan urusan ku is okay, tapi perut mu itu sekarang menjadi urusan ku, kau tinggal di bungalow milikku, itu artinya semua keperluan makan mu itu menjadi tanggung jawab ku?"
"Aku tidak butuh tanggung jawab mu?"
"Tan, ketika kau memutuskan menginjakkan kaki di desa ini, saat itu juga kau sudah memutuskan hidup selayaknya warga desa ini juga, tidak ada restoran bintang lima di desa ini, kau mengerti kan?"
"Yah tapi bukan tempat seperti ini juga Vin? Mana ramai banget lagi, antarin aku kerumah ibuku saja, aku bisa makan disana, makanannya lebih enak ketimbang harus makan di pinggir jalan seperti ini, itu jorok Vin?" Dia mulai merengek manja, pria itu mengerinyit heran.
"Ibu? Ibu yang mana? Ibu tirimu berasal dari desa ini hah?"
"No, bukan kau tidak perlu tau, ayolah aku gak mau makan di tempat seperti ini, gak mau, gak mau....?" Rontanya sudah seperti anak kecil saja. Membuat pria itu terkekeh gak karuan.
"Coba dulu, ayo turun, bintang lima kalah sama masakan disini" bujuk pria itu, dia tetap merungut dengan bibir mengerucut, sebuah pemandangan yang cukup indah dan langka yang pernah di temukan Vin selama mengenal seorang nona songong seperti ini, sudah persis gadis kecil yang tengah merajuk.
"Kalau gak mau turun aku gendong nih?" ucap Vin lagi.
Terpaksa sang nona membawa gurat menggumel nya turun dari kendaraan mahal nya itu, perasaan nya semakin tertekan ketika hendak melangkah menuju warung tersebut.
Vin menarik tangan nya, rasa nya kaki jenjang itu begitu berat untuk di langkah kan, dia sampai menyeret nyeret kakinya, untungnya dia hanya mengenakan sendal yang tipis bukan High Heels seperti biasa nya, selain itu outfit yang di kenakan juga terbilang biasa tidak lagi luar biasa seperti sebelumnya, dia simple dan masih terlihat sangat cantik dengan jeans denim beserta T-shirt berwarna putih, rambut kecoklatan nya di sanggul acak acakan, juga make up-nya yang tipis tipis manja.
Vin tersenyum seringai sembari menggiring pergelangan gadis yang sebetulnya memiliki sikap asli yang begitu polos tersebut.