Pagi hari yang cerah ini, senyum di bibir Hanin tercetak dengan sangat manis membuat siapa saja yang melihatnya akan ikut tersenyum. Hanin saat ini sedang berbelanja di penjual sayur keliling, hal pertama yang dilakukannya sebagai seorang istri. Hal yang sejak lama diinginkan oleh Hanin, jika menjadi seorang istri nantinya.
"Neng, baru tinggal di sini ya?" tanya penjual sayur itu.
"Iya mang. Baru beberapa hari," jawab Hanin dengan sopannya, tak lepas senyum di wajah Hanin sirnah.
"Pantesan. Mamang baru lihat. Si neng pembantu di rumah mana?" tanyanya lagi.
Mata Hanin melotot dengan begitu tajam, wanita itu memandangi tampilan dirinya. Apa pembantu di kawasan perumahan ini, memiliki penampilan seperti dirinya. Hal itu membuat Hanin hanya tersenyum kaku, dengan perkataan penjual sayur itu.
"Ah, iya mang. Saya pembantu baru di rumah itu," tunjuk Hanin,
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Hanin, penjual sayur tersebut hanya menganggukkan kepalanya. Setelah selesai dengan semua urusannya, Hanin lalu segera beranjak dari tempat tersebut dan pergi ke rumahnya.
"Emang penampilan orang di komplek ini seperti apa sih. Kenapa aku dikira pembantu," gerutu Hanin. Wanita itu begitu kesal dengan penuturan dari penjual sayur, hingga hal itu terjadi sampai ke rumah. Hanin terus saja ngedumel tiada henti.
"Astaga, kenapa aku jadi kesal banget!!" Hanin terus saja menarik napasnya panjang. Hal itu membuat Galang yang akan turun bingung, melihat tingkah laku istrinya.
"Kenapa dengan wanita itu, sepertinya dia sudah gila," batin Galang.
Galang lalu berjalan menuju ruang olahraga, setiap hari dirinya akan selalu menyempatkan waktunya berada di sana berolahraga.
Sedangkan Hanin, sibuk dengan belanjaannya. Hari ini dirinya akan memasakan masakan yang spesial untuk suaminya, Hanin sengaja melakukan ini semua demi bisa membuat Galang luluh. Wanita itu, yakin jika dirinya bisa meluluhkan gunung es seperti Galang.
***
Hani sudah selesai menyusun makanan untuk suaminya, Galang juga sudah selesai dengan urusannya. Saat ini pria itu sedang berjalan menuruni tangan rumah mereka.
"Mas sarapan dulu. Aku udah buatin kamu nasi goreng," ucap Hanin. Galang masih terdiam, pria itu menatap ke arah sang istri dengan tatapan yang begitu datar, tidak ada respon sedikitpun.
Setelah itu Galang melangkahkan kakinya menuju ke arah luar rumah, melihat hal tersebut membuat Hanin segera menyusul suaminya.
"Mas kamu mau kemana?" tanya Hanin.
"Kantor!!"
Mendengar jawaban singkat dari Galang, segera membuat dirinya berlari menuju ke dalam rumah. Hanin mengambil kotak bekal dan mulai mengisi kotak tersebut untuk sarapan suaminya, senyum di wajah Hanin tidak pernah luntur.
Setelah selesai Hanin, lalu bergegas menuju teras. Untunglah mobil sang suami belum pergi, Hanin lalu mendekat ke arah Galang.
"Buat kamu Mas. Kamu mau ke kantor, ini bekalnya. Jangan lupa buat sarapan!!"
Galang terdiam menatap ke arah istrinya dengan tatapan datar. Tidak ada sedikit suara pun yang terdengar, hingga akhirnya Galang mengambil kotak bekal tersebut, melihat hal itu membuat Hanin sangat bahagia.
Misi dirinya menaklukkan sang suami akan berhasil. Namun, senyum bahagia itu luntur ketika dengan teganya Galang melempar kotak bekal itu ke lantai membuat semua isinya berserakan.
"Aku gak akan pernah sudi. Makan, masakan kamu," ucapnya dengan nada dingin. Mendengar ucapan itu membuat Hanin terdiam, Galang lalu masuk ke dalam mobilnya. Pria itu seolah tidak peduli dengan, perasaan Hanin seperti apa setelah melakukan hal tersebut.
"Kalau kamu tidak mau, kamu bisa bilang Mas," ucapnya dengan nada lirih. Air mata Hanin mengalir, ketika dirinya mengambil kotak bekal tersebut. Galang benar-benar mampu membuat hati Hanin hancur berkeping-keping, dengan mudahnya.
Mobil yang dikendarai oleh Galang melaju dengan begitu kencang, pria itu harus menjemput sang kekasih. Galang dan Hanin menikah namun, hubungan Galang dan Wina seolah tidak ada takutnya. Keduanya tetap menjalin hubungan seolah tidak ada sesuatu yang akan terjadi.
Jika Hanin, tahu suaminya itu pergi dengan terburu-buru karena ingin menjemput adik tirinya. Maka hati Hanin, akan semakin hancur akibat perbuatan Galang yang tidak pernah berhenti menyakitinya.
***
Pukul sembilan pagi, Galang baru sampai di kantornya. Setelah mengantar Wina dan terjebak macet membuat, pria itu menjadi terlambat datang ke kantornya.
"Selamat pagi Pak," sapa Ruby, sekretaris sekaligus sahabat Galang.
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke arah ruangannya. Ruby juga mengikuti Galang untuk masuk ke dalam sana. Wanita itu harus menjelaskan banyak hal mengenai pekerjaan mereka hari ini.
Ruby, mulai menjelaskan semuanya, sedangkan Galang masih dengan posisinya di depan laptop sembari mendengarkan semua ucapan yang disampaikan oleh Ruby.
"Baik Pak. Itu jadwal bapak selama satu Minggu kedepan," ucap Ruby.
"Terima kasih."
Ruby lalu menganggukkan kepalanya, setelah itu Ruby berjalan ke arah pintu namun, langkah kakinya berhenti dan menoleh ke belakang.
"Lo ada apa?" tanya Ruby kepo.
Galang lalu mengangkat kepalanya, setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut sekretarisnya dan menatap ke arah Ruby, jika sudah seperti itu membuat Galang mendesah pasrah. Galang malas mendengarkan ceramah dari Ruby, yang tidak akan pernah berhenti.
"Emang gue kenapa? Udah buruan pergi dari sini, gue mau kerja," jawab Galang.
Ruby memutar wajahnya malas, ketika mendengarkan ucapan yang dilontarkan oleh Galang tadi.
"Alah. Lebay banget lo, gue cuma mau bilang. Masalah keluarga gak boleh lo bawa ke kantor. Gue aduin lo sama Om Anggoro, baru tahu rasa lo," ancam Ruby. Setelah mengatakan hal tersebut Ruby melangkahkan kaki keluar.
Galang menjambak rambut, ucapan yang dilontarkan oleh Wina tadi membuat pria itu berpikir dengan apa yang akan terjadi kedepannya. Wina memintanya untuk segera mencerai Hanin, wanita itu juga akan membongkar hubungan mereka jika Galang tidak bisa mengambil keputusan.
Jika hal itu terjadi maka, bukan hanya dirinya yang akan sulit namun, juga kesehatan sang Mama akan terganggu. Ini lah yang membuat Galang, terpaksa menikahi Hanin meskipun dirinya tidak mencintai wanita itu.
"Terserahlah gue bingung, yang jelas gue memang harus segera menyelesaikan hal ini, semuanya harus segera selesai!!"
Galang lalu kembali fokus dengan semua pekerjaannya, pria itu tidak akan membiarkan pekerjaannya berantakan hanya karena memikirkan Hanin.
Berbeda dengan Galang, saat ini Hanin tengah membereskan beberapa barang yang ada di dalam kamar suaminya. Sejak kejadian dimana Galang membawa Wina, sejak saat itu juga Hanin pindah ke kamar berbeda di lantai dua.
Keduanya memilih pisah ranjang atau lebih tepatnya Galang yang meminta hal itu, sedangkan Hanin hanya bisa pasrah dengan keputusan sang suami.
"Mas Galang kenapa lucu sekali!!" gumam Hanin.
Wanita itu, mulai membereskan semua barang yang ada di sana. Kamar suaminya itu, selalu saja berantakkan Hanin juga menyusun beberapa berkas-berkas milik suaminya. Hingga tanpa sengaja Hanin, menjatuhkan sesuatu.
"Ini berkas apa?" tanya Hanin, dengan rasa kepo yang luar biasa. Hanin lalu mengambil, berkas tersebut dan mulai, membukanya. Matanya melotot dengan begitu tajam saat melihat isi dari kertas tersebut.
"Surat cerai!!"
##
Selamat membaca dan terima kasih.