"Kamu kok lapar terus sih sayang? Apa karena kecapean ya aku ajak main terus?" tanya Ridho.
Sulit bagi Monika untuk menutupi rasa malunya itu, namun apa mau dikata bunyi keroncongan itu terus menerus membuat Ridho tak tenang dibuatnya.
"Sebaiknya kita pesan makanan ya!" tawar Rudho.
Ridho pun menghubungi pihak restoran lewat telepon duduk yang langsung terhubung dari kamar ke sana, tidak perlu menunggu lama makanan yang dipesan Ridho pun datang sekaligus mimuman
jus dan dessertnya.
"Kita berhenti dulu sayang! Kamu harus makan, sebab aku tidak mau selama kita melakukan misi penanaman benih, fokus kita terganggu!" tegas Ridho
Ekspresi wajah Monika yang malu namun pasrah sebab rasa laparnya tersebut seperti menyiksa sekali karena begitu parahnya hingga terasa perih.
"Aku suapi ya!" tawar Ridho kemudian.
Perlahan Monika membuka mulut lalu mengunyah semua makanan sebanyak yang Ridho simpan di sendok makan.
"Jangan banyak-banyak aku sulit mengunyahnya sayang!" protes Monika.
Ridho malah terkekeh karena kesan pertama saat bertemu dengan Monika adalah seorang perempuan yang super anggun termasuk dari tata cara makan, namun kini setelah jadi istrinya justru berubah seratus delapan puluh derajat.
"Tapi aku suka cewek rakus loh sayang," Ridho kembali menggoda.
Sejenak Monika menghentikan kegiatan makannya dengan kondisi nasi serta lauk pauknya terdiam di dalam mulut, karena kepenuhan pipi Monika pun persis bola pingpong yang lagi-lagi membuat Ridho tertawa lepas.
"Tahukah kamu Ridho, jika hal ini aku lakukan supaya kamu bisa melupakan istri pertama kamu itu! Aku sengaja memperlihatkan sisi yang berbeda supaya kamu fokus mikirin aku,"
"Ayo kunyah! Atau kalau nggak makanannya nanti nyembur ke wajah aku," seru Ridho.
Menjadi diri yang baru memang sulit sebab hal itu terkesan dibuat-buat, namun Monika berhasil jadi orang lain sehingga Ridho terus peduli padanya.
"Aku minum dulu!" ujar Monika.
Makan banyak memang mengakibatkan tenggorokan lumayan kering apalagi jika lauk pauknya tidak mengandung kuah sayur.
"Lanjut lagi ya!" seru Ridho.
Sampai makanan yang ada di kemasan kap itu habis tidak tersisa sebab Monika memakan full, secara kebetulan juga Monika memang lupa tidak meminum bahkan tidak membawanya pil dari doktet yang khusus untuk menekan nafsu makan.
"Ketika kamu makan banyak, energi kamu untuk membawa aku ke surganya kenikmatan tentunya tidak diragukan dong. Aku mau setelah ini kamu semakin liar sampai suamimu ini mengibarkan bendera putih!" tantang Ridho.
Menganggukkan kepala karena bagi Monika tantangan Ridho tersebut sangat enteng untuk dilakukan.
"Ayo, mainkan dulu di daerah sini suamiku! Dari sana barulah nanti ide-ide cemerlang aku akan keluar dengan sendirinya,"
Baru saja Monika menutup makannya dengan setengah gelas jus buah mangga, maka dia cepat buka piyama berkain saten itu lalu mempersilakan Ridho untuk melahap ke dua puncak dadanya dengan tujuan mengembalikan rasa.
"Nggak sayang!" Ridho menolak.
Sempat kaget dengan kata-kata penolakan dari Ridho, karena hal tersebut membuat harga diri Monika seolah hilang.
"Kurang ajar banget si Ridho pakai ada acara penolakan segala," Monika mengomel.
Ridho menahan tawa, dia memang sengaja membuat Monika kesal. Namun saat ekspresinya mulai kecut Ridho turun ke bawah menopang ke dua lutut dia ke lantai, membuka ke dua kakinya lalu memainkan mulutnya hingga membuat Monika hampir menjerit.
"Aku tahu kamu pasti kesal, tapi aku justru mau membuat kamu semakin menggila," gumam Ridho.
Benar saja, Monika sampai berteriak minta ampun saat lidah Ridho buas menyerang bagian inti dari permainan ranjang mereka.
"Ampun sayang, aku nggak kuat! Kamu bisa nggak sih bikin strategi yang lain, aku pasti kalah kalau begini," keluh Monika.
Cairan asmara pun terus keluar dari gawang Monika, akibat kenakalan lidah Ridho yang enggan dia hentikan. Sampai kedua tangan Monika mengacak-acak rambut Ridho pun tetap saja aksinya terus dilanjut supaya Monika bertekuk lutut untuk yang ke sekian kalinya pada dia.
"Sayang, aku ketagihan gocekan kamu. Ayo lah jangan terus begini!" Monika memohon.
Setelah sofa basah parah akibat cairan asmara yang keluar dari gawang Monika begitu banyak, Ridho pun tersenyum lalu mengacungkan jempolnya.
Ridho lanjut mengajak Monika pindah ke atas ranjang dengan membopong tubuhnya sambil dikecup pipinya terus menerus.
"Menurut kamu aku hebat kan?" tanya Ridho.
Sembari mengalungkan kedua tangan ke leher Ridho, Monika berbisik memberi jawaban atas pertanyaannnya.
"Banget,"
Semakin semangat saja Ridho memaksimalkan energinya untuk memperpanjang kisah perjalananya dengan Monika.
"Bersiaplah Sayang!"
Ridho kembali membuka ke dua kaki Monika lalu mengeluarkan bakal benih generasinya ke gawang Monika.
"Aku minta maaf kali ini sepertinya aku kalah! Strategi yang aku pakai tadi
salah,"
Melakukan pembelaan pada saat permainan kalah adalah jurus ninja para pria yang kelelahan saat bertempur baru setengah main.
"Padahal aku itu bercinta sama pria muda dan tampan, tapi
kok bisa kalah?" Monika penuh tanya di dalam benaknya.
Ridho segera beranjak ke kamar mandi, di sana dia mengguyur seluruh badannya dengan kondisi batin yang ingin teriak.
"Hari ini aku benar-benar nggak bisa hubungi Rani, bahkan aku nggak tahu di mana Monika menyembunyikan ponselku. Rani maafkan aku!"
Rupanya Ridho sudah kehilangan Fokus, ketika melakukan kewajibannya sebagai seorang suami tiba-tiba bayangan wajah Rani seolah menjelma di wajah Monika, sehingga dia kehilangan arah.
"Apa mungkin dia sedang menyembunyikan sesuatu, ingat pada istrinya mungkin. Emang aku peduli, huh ponselnya aku simpn di tempat yang tidak akan Ridho ketahui!"
Berbeda dengan Ridho, Monika malah merasa kian ingin menjauhkan Ridho dengan Rani. Bahkan dia sengaja mematikan ponsel Ridho sekaligus menyembunyikannya di sebuah tempat yang tidak mungkin Ridho akan menemukannya.
"Sayang, kok kamu bengong begitu? pasti kesal ya sama aku?" tebak Ridho.
Kembali berakting seolah tidak terjadi apa-apa, bahkan Ridho berusaha menggodanya lantaran wajah Monika terlihat crmberut.
"Aku mau keluar dulu ya! Aku mau beli rokok sama wedang jahe, tadi perutku sepertinya kembung. Jadi kurang konsentrasi menggocek kamunya,"
Rangkaian kata alasan terus dikeluarkan oleh Ridho supaya Monika kembali simpati, karena cukup lelah akhirnya Monika membiarkan Ridho untuk keluar tanpa dirinya.
"Ya sudah aku bungkusin satu, aku mau istirahat dulu kumpulin energi supaya nanti kita bisa tempur lebih asyik lagi!"
Kemerdekaan bagi Ridho ketika Monika empersilakan Ridho keluar, seperti ide sebelum berangkat ke Lombok. Ridho mau mencari orang yang percaya sama dia supaya meminjamkan ponselnya untuk menelepon Rani.
"Bagus, jadi aku bisa bebas menyambung komunikasi dengan Rani," desis Ridho.
Segera Ridho membuka pintu kamar hotel tersebut, menyusuri jalanan Lombok dan berusaha mencari ojol di malam hari.