"Ternyata kalian yang sudah mengganggu ketenangan kami." Cetus Ku dengan begitu dingin dan tidak ramah. Sontak saja mereka menoleh ke arahku, dengan begitu terkejut. Raut wajahnya menunjukkan rasa bingung yang tiada tara, karena aku berada di tempat ini juga. Selain itu, dengan ucapanku barusan membuat mereka begitu terkejut.
"Araka? Sedang apa kamu disini? Siapa, siapa yang sudah mengganggu ketenangan kamu?" Seru seorang lelaki yang tidak lain adalah mertuaku, atau bisa dikatakan bahwa dia adalah Tuan Bramantyo Bagaskara.
"Iya Nak Raka, kamu juga berada disini? Mau ziarah juga? Berarti makam mamahmu disini, yang mana! Tunjukkan kepada kami, supaya kami berziarah juga ke makam mamah mu jika kami mampir lagi kesini." Tukas ibu Amanda sambil tersenyum kepadaku, dia melangkah menghampiri.
"Mamah mohon, jangan ada yang masih Kamu sembunyikan dari kami karena kita sudah menjadi satu keluarga." tangannya mengambil lembut tanganku yang ku simpan di saku celana ku. Sebenarnya aku sedang mengepalkan tangan ku, yang ku tujukan untuk mereka. Namun tiba-tiba saja dia membuat ku untuk menghentikannya, dan dengan terpaksa aku lakukan itu.
Kudengar kembali lirihan wanita yang kini terus menggenggam tanganku, dengan tatapan memohon.
"Dimana, tunjukkan kepada kami mana makan mamah mu?" Ulang bu Amara sambil memeriksa sekeliling tempat itu yang dekat dengan tempat nya berdiri.
Mataku menoleh ke arah dimana tempat pembaringan terakhir itu berada. Di nisannya terukir jelas nama Arumi Nasha, makam dari wanita yang saat ini sedang mereka cari.
"Kalian tidak tahu kalau makam mamaku, yang sedang kalian kunjungi. Dia berada di dekat kalian, sangat dekat." Dalam batinku berbicara.
"Nak Raka!" Bu Amanda kembali membangunkan aku dari lamunan ku.
"Ah, iya mah. Bicara apa barusan?" Berpura-pura tidak mengetahui tentang pertanyaan Ibu mertua.
"Mamah tanya kamu, sedang apa disini? Mau ziarah, ke makam mamah mu? Mana makam mamahmu, biarkan Mamah ikut berziarah ke sana? Selama kamu menikahi El, kamu tidak pernah mengajak kami untuk mengunjungi makam beliau. Mamah mau bersilaturahmi dengan besan, meskipun kita sudah berbeda alam. Kami hanya ingin mengirimkan doa untuk beliau. Boleh kan?" Saatnya aku mendengar wanita itu ingin mengunjungi Mamahku, wanita yang telah dia hancurkan kebahagian nya.
"Bolehkah saya kembalikan pertanyaan itu kepada Kalian? Kalau boleh, maka saya akan bertanya kembali. sedang apa kalian disini? Makam siapa ini?" Tidak mau membuat wanita ini terus mengendalikan ku, sebaiknya aku tanyakan langsung itu kepada mereka. Aku ingin dengar pernyataan dari dua mulut yang sama-sama si tukang penj*lat ini.
"Oh, ini makam sahabat mamah sama papahmu. Dulu, kami sangat dekat bahkan kami sudah seperti saudara. Makannya mamah dan papah selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung kesini. Kita merindukan kehadiran nya." Ungkapan yang benar-benar menunjukkan bahwa wanita yang sepertinya ramah dan lembut ini, nyatanya itu tidak benar. Betapa gedeknya aku mendengar pernyataan tersebut. Bisa-bisanya dia mengatakan bahwa Mamahku adalah teman yang sudah dia anggap saudara. Pembohong besar!
Dia bilang kalau mamahku adalah temannya, maksudnya teman apa? Teman yang dia sudah rebut orang-orang yang Mamah sayang. Dia sudah merebut suami tercintanya, sampai membuat mamah menderita akibat tersakiti. Dia menganggap dirinya sebagai wanita baik hati dan semua orang percaya akan hal itu, tapi tidak untuk ku. Dia wanita jal*ng yang sedang haus akan belaian seorang laki-laki tak peduli meskipun pria itu adalah suami dari orang lain.
Dasar pelakor mur*han! Aku sangat ingin sekali mengambil jantung nya dengan tangan ku sendiri, untuk melihat apakah mereka memiliki perasaan yang baik? Aku ingin membuktikannya, detik ini juga di depan makam Mamahku supaya dia bisa melihat semua yang aku lakukan saat ini.
Dan aku lihat pria sialan itu masih berdiri saja, tanpa mau menggubris perkataan wanita ini? Kurang ajar dia! Melihat ekspresi mereka yang aku lihat seakan ada rencana yang sedang mereka jalankan, membuat aku semakin membenci mereka.
Maka sebelum itu terjadi, aku yang harus menghancurkan mereka sampai kejurang yang paling dalam. Aku tidak akan hentikan itu sampai membuat mereka menderita, aku tidak akan peduli.
Aku tatap wajah kedua orang itu, dengan penuh kebencian. Sebenarnya aku ingin mengeluarkan air liur ku ke hadapan mereka, membaluri wajahnya dengan air liur ku. Dan akan aku penuhi mereka dengan ejekan ku, sehingga membuat aku merasa puas.
Akan tetapi jika melihat raga mereka adalah manusia, membuat aku harus bisa urungkan niat ku ini. Aku tidak mau membuat kesalahan yang lebih besar dulu, selama aku masih bisa mencari cara untuk menghancurkan mereka maka aku harus bisa menerima kenyataan bahwa dia adalah kedua mertuaku, yang seharusnya menjadi kedua orang tuaku.
Kuhelakan nafas panjang, mengeluarkan unek-unek yang ada di kepalaku hingga membuat aku lebih tenang untuk sekarang. Tidak mau terburu-buru mengatakan siapa jati diriku yang sebenarnya, karena tidak ingin membuat penderitaan mereka cepat berakhir. Masih banyak kejutan-kejutan yang menarik untuk aku suguhkan kepadanya.
Ku hampiri makam yang sedang mereka kunjungi ini, duduk di samping peristirahatan terakhir Mamahku bernniat untuk mengirimkan doa untuk beliau terlebih dahulu, meminta izin atas semua rencana indah kedepannya, Sebelum melanjutkan perbincangan antara aku dengan kedua manusia kejam ini.
Setelah selesai mengirimkan doa, aku kembali berdiri menghadap mereka yang kini sedang kebingungan dan menunggu jawaban dari ku.
"Maksudnya makan siapa yang mamah tanyakan barusan, makam mamahku? Makam beliau bukan disini, beliau dimakamkan di pemakaman sebelah." Sahut ku sambil menautkan bibirku ke atas, dan dengan santainya juga aku menyangkal bahwa makam mamah tidak ada disini. Padahal makam mamah ada di hadapan mereka, di hadapan kami bertiga.
Meskipun aku takut mamah kecewa di atas sana, karena aku tidak mengakui keberadaan Mamah di dekatku akan tetapi itu tidak menjadi kegelisahanku. Mamah pasti tahu bahwa aku mengatakan semua ini, bukan mau benar-benar menyangkal nya. Dia pasti tahu kalau aku sedang melakukan akting, drama yang Sengaja aku buat untuk kehancuran mereka.
Benar saja, setelah mereka mendengar ucapanku barusan, nyatanya berhasil membungkam mulut mereka yang tidak mau diam itu. Kepalanya manggut-manggut seperti mereka tahu aja kalau aku ini jujur, mereka tidak tahu jika sebenarnya aku sudah bohongi mereka. Mau-maunya dibohongi, andai saja mereka tidak ada disini, mungkin aku Sudah tertawa terbahak-bahak melihat mereka masih percaya kepadaku membuat aku semakin melihat ada kelucuan di antara raut wajahnya.
sayangnya aku hanya bisa tertawa di dalam hatiku saja, tidak mau mereka melihatku se bahagia dengan apa yang ku rasakan saat ini.
Namun bu Amanda menghentikan tawaku setelah dia menanyakan tentang keberadaan ku di tempat mereka berdiri sekarang.
"Lantas, jika makam Mamahmu bukan disini, kamu ngapain disini? Dan apa maksudnya kami yang telah mengganggu ketenangan mu? Apakah ada yang sedang terjadi?" Tanya wanita itu dengan tatapan mengintimidasi ku.