Aku melangkah berjalan menuju dimana mereka berdiri, dan menatap keduanya dengan intens. Ada perasaan tak biasa dalam hatiku, yang terus membuat pikiranku melayang kemana-mana.
Andai aku bisa akan aku lakukan untuk membuat mereka juga berbaring di tempat mamah ku berbaring. Akan aku buat mereka menemani Mamahku supaya dia tidak sendirian lagi di tempat ini, mamah akan lebih tenang lagi karena mereka sudah ikut menyusul mamah.
Ah, andai saja aku bisa melakukannya mungkin aku sudah membuat mereka menjadi teman Mamah. Tetapi melihat keadaan mereka adalah manusia, maka aku paksakan untuk membiarkan mereka hidup. Membuat nyawa mereka masih berada dalam badannya, sehingga mereka masih bisa bertahan hidup sebelum aku bisa menghancurkan nya.
"Nak Raka! Kok malah termenung, mamah jadi takut lho?" Seru bu Amanda seraya menyentuh tanganku, yang sontak saja dia membangunkan aku dari lamunanku.
Berjalan menghampiri mereka, untuk menjawab apa yang mereka tanyakan kepada ku.
"Lah, bukankah kalian meminta saya untuk datang kesini? Saya kemari untuk menemui permintaan kalian, karena Kalian meminta saya untuk menjemput. Bukankah mobil Kalian sedang mogok, Mamah kok malah tanya aku mau apa?" Sengaja aku dibuat bingung oleh pertanyaan mereka.
Ya, aku tahu jika mobil mereka memang sedang mogok. Sehingga mengharuskan mereka pulang dengan menggunakan mobil taksi online, andai mobilnya belum bisa di perbaiki. Maka dari itu aku buat alasan itu untuk aku bisa lepas pertanyaan mereka.
Aku berpura-pura bahwa ada seseorang yang memintaku untuk menjemput mereka, dan kebetulan Supir pribadi mereka akan lama menjemput. Sebab, mobil yang membawa mereka katanya mengalami kerusakan, alias mogok. Terpaksa mereka mengirim mobil kesayangannya ke sebuah bengkel yang tidak jauh dari tempat pemakaman umum tersebut.
Aku sangat senang mendengar nya, mungkin belum puas sih kalau hanya mogok saja. Bisa tidak tuh mobil benar-benar mati, biar mereka keluarkan duit banyak untuk membayar bengkel yang memperbaiki mobilnya.
Tidak apa-apa biar Bramantyo merasa jengkel kemudian dia menjualnya dengan sangat murah, supaya mereka akan mengeluarkan banyak duit untuk membeli mobil baru. Mereka akan merasa rugi besar karena harus membeli mobil barunya, mereka itu pelit mana mau mengeluarkan banyak duit.
Atau bisa saja mereka akan meminta anak kesayangannya untuk membelikan kembali mobil. Sebab mereka pikir jika Elmeera selalu pegang duit banyak, ya iyalah Elmeera menikah dengan seorang pengusaha yang kaya raya seperti diriku. Sudah pasti jika Elmeera bakalan banyak duit, namun disamping itu ada banyak penderitaan lain yang dirasakan oleh Elmeera.
Untuk itu aku akan membiarkan Elmeera membelikan mereka mobil baru, dengan begitu Elmeera akan memiliki banyak hutang budi padaku. Dia tidak akan mau untuk aku ceraikan, bukan karena atas paksaan dari kedua orang tuanya saja melainkan banyaknya hutang budi dariku. Tambah lagi penderitaan yang akan didapatkan Elmeera dari ku.
Dan itu semua karena mereka telah mengorbankan anaknya untuk aku jadikan pengganti mereka.
Aku melihat mereka masih kebingungan dengan pernyataan ku, aku harus meyakinkan lagi mereka bahwa aku tidak sedang berbohong.
"Mamah Kenapa, tidak percaya?"
"Bukan. Tapi Mamah bingung, kamu bisa tahu mamah disini. Padahal kami tidak pernah memberitahu kalian tempat ini."
"Ya kan mamah juga yang share lock tempat ini, setelah meminta saya untuk jemput. Mamah ingat tidak?" Masih berusaha mencari alasan supaya mereka tidak banyak bicara.
"Oh, benarkah begitu? Tapi mamah merasa, mamah tidak suruh kamu untuk jemput. Mamah tahu kamu lagi sibuk, dan pastinya kamu sudah berangkat ke kantor di jam-jam segini. Mana berani mamah suruh kamu untuk jemput, atau mungkin Papah ya?" Elak bu Amanda kebingungan, dia mengalihkan pandangannya ke arah pak Bramantyo untuk menghilangkan perasaan bingung nya.
'aku tahu mobilmu mogok dari orang-orang suruhan ku yang sedang memata-matai kalian.' jawabku dalam hati.
"Papah juga tidak meminta Raka untuk jemput, lagian ponsel papah ketinggalan di mobil. Mana mungkin papah hubungi Raka, Kalau papah tidak pegang ponsel? Mamah tuh ngaco yah." Sahut pak Bramantyo sangat menolak apa yang dikatakan oleh bu Amanda, dia juga sama-sama bingung tentang itu semua.
"Papah juga tidak meminta kamu untuk menjemput, tapi kenapa ada yang hubungi kamu? Kamu kenal nomor yang menghubungi kamu, kan? Nomor siapa itu?" Aduh panjang nih urusan, Kalau sudah ngomongin soal nomor. Bagaimana jika bu Amanda meminta bukti nomor itu, sedangkan di ponsel ku tidak ada riwayat panggilan dari mereka pagi ini.
Gawat! Aku bisa ketahuan berbohong oleh mereka, dan aku yakin jika mereka akan curiga kepadaku. Terutama dengan keberadaanku di tempat ini, akan mengandung tanda tanya besar di pikiran mereka. Seandainya mereka tahu bahwa aku anak dari Arumi Nasha, maka mereka akan tahu jika aku adalah Araka Syahreza Bagaskara. Tidak boleh, itu tidak boleh terjadi. Aku harus bisa menutupi semua itu dari mereka, jangan sampai gara-gara ini aku gagal menghancurkan mereka.
Araka, ayo putar otakmu supaya bekerja dengan baik! Cari cara agar kamu bisa lolos dari kejadian itu, dan jangan sampai ceroboh!
"Iya. Saya yakin itu nomor mamah, saya tidak salah lihat mah. Mungkin Mamah lupa kalau mamah sudah hubungi saya, mamah pasti terlalu gugup akibat mobilnya mogok. Mamah sering lho lupa seperti itu, makannya saya sudah tidak asing lagi dengan Mamah." Ujar ku seraya menautkan kedua bibirku, cemas jika mereka tidak percaya kepadaku.
"Iya, yah. Mungkin Mamah lupa, akibat banyaknya pikiran. Seperti apa yang tadi kamu katakan, Mamah tidak ingat jika mamah hubungi kamu. Kalau begitu, Mamah minta maaf karena sudah merepotkan nak Raka! Sana berangkat saja ke kantor, tidak usah pedulikan kami. Mamah sama papah akan pulang menggunakan jasa taksi online saja. Kamu seharusnya cepetan pergi ke kantor, ini sudah sangat siang." Titah bu Amanda sambil tersenyum lebar kepadaku.
'dan kamu tahu bu Amanda, kalau itu yang aku inginkan? Aku mau kamu tidak usah naik, bahkan menyentuh mobil ku. Selamanya.' cecar ku dalam hati.
"Iya Raka! Kamu pergi saja ke kantor, masalah papah sama Mamah nanti pulang itu mah gampang. Kami bisa cari taksi online." Tambah pak Bramantyo seraya menepuk bahuku.
"Tidak pah! saya tidak akan pergi, sebelum papah sama mamah pulang. Saya takut terjadi sesuatu sama kalian berdua. Maka dari itu, saya harus memastikan jika kalian pulang dengan selamat." Cuih…. sepertinya aku geli dengan ucapanku sendiri.
Aku harus mendoakan mereka yang baik-baik, itu semua sangat di luar akal sehatku. Mungkin saat ini otakku sedang terganggu, makanya sampai harus mengucapkan kata-kata tersebut untuk mereka. Sebenarnya bukan itu yang aku maksud, aku meminta mereka pergi bukan karena takut terjadi sesuatu kepada mereka.
Akan tetapi, aku tidak mau mereka berlama-lama di makam mamahku. Aku tidak mau membuat beliau merasa bersedih, mamah pasti akan melihat mereka berduaan di rumahnya. Bermesraan dan berpegangan tangan bersikap seperti sepasang suami-istri yang bahagia dan kompak. Bahagia bagi mereka, akan tetapi itu sebuah penderitaan untuk mamah.